GMT or UTC
xxx
Mecca
xxx
xxx
Surabaya
xxx
xxx
َأََعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“A’udzu billahi minasy syaithooni minasy syaithonir rojiim (artinya: aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk).”
(23) Al Mu'minuun : 97-98
وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (٩٧)
97. dan Katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan.
وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (٩٨)
98. dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."
I. PENDAHULUAN
|
4
|
A. Pengantar
|
4
|
B. Tujuan
|
4
|
C. Asas-asas Pedoman Perilaku Penyiaran
|
5
|
D. Sanksi atas Pelanggaran
|
5
|
E. Peninjauan Kembali
|
6
|
F. Pengaduan
|
6
|
II. PRINSIP-PRINSIP PROGRAM FAKTUAL
| |
A. Prinsip-Prinsip Jurnalistik: Akurat, Adil, Tidak Berpihak
| |
A.1. Akurasi
| |
A.2. Adil
| |
A.3. Tidak Berpihak (Netral)
| |
B. Perlakuan terhadap Narasumber
| |
B.1. Informasi yang Perlu Diketahui Narasumber
| |
B.2. Penolakan Partisipasi oleh Narasumber
| |
B.3. Wawancara Telepon dan Rekaman Telepon
| |
B.4. Wawancara Langsung dengan Penelepon dari Luar
| |
B.5. Narasumber Anak
| |
C. Privasi
| |
C.1. Rekaman Tersembunyi
| |
C.2. Pencegatan (Doorstepping)
| |
C.3. Privasi Mereka yang Tertimpa Musibah
| |
D. Pelaporan tentang Peristiwa yang dapat Menimbulkan Kepanikan, Kerusuhan, dan Peningkatan Konflik
| |
E. Pelaporan tentang Peristiwa Traumatik
| |
F. Kerjasama dengan Lembaga Lain
| |
G. Program yang Disponsori
| |
H. Relai Siaran Asing
| |
I. Program Penggalangan Dana
| |
J. Kuis dan Undian Berhadiah
| |
K. Polling dan Hasil Penelitian
| |
III. KESOPANAN, KEPANTASAN, DAN KESUSILAAN
| |
A. Kekerasan
| |
A.1. Pembatasan Umum
| |
A.2. Kekerasan, Kecelakaan dan Bencana dalam Program Faktual
| |
A.3. Rekonstruksi Kejahatan
| |
A.4. Kekerasan dalam Program Anak
| |
A.5. Bahan Peledak
| |
A.6. Kekerasan terhadap Hewan
| |
A.7. Bunuh Diri
| |
A.8. kekerasan dalam Olahraga
| |
B. Seks
| |
B.1. Ciuman
| |
B.2. Hubungan Seks
| |
B.3. Pemerkosaan/Pemaksaan Seksual
| |
B.4. Eksploitasi Seks
| |
B.5. Masturbasi
| |
B.6. Pembicaraan (talk) Mengenai Seks
| |
B.7. Perilaku Seks Menyimpang
| |
B.8. Pekerja Seks Komersial
| |
B.9. Homoseksulitas/Lesbian
| |
B.10. Ketelanjangan
| |
C. Pelecehan Kelompok Masyarakat Tertentu
| |
D. Kata-kata Kasar, Makian
| |
E. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)
| |
F. Alkohol dan Rokok
| |
G. Suku, dan Ras
| |
H. Agama
| |
I. Tayangan Supranatural
| |
I.1. Program Faktual
| |
I.2. Program Non-Faktual
| |
I.3. Horoskop dan Ramalan Bintang
| |
I.4. Hipnotis
| |
J. Korupsi
| |
K. Judi
| |
L. Siaran Berbahasa Asing
| |
III PENGGOLONGAN DAN PENJADWALAN PROGRAM TELEVISI
| |
A. Penggolongan Program
| |
A1. Program Klasifikasi A
| |
A2. Program klasifikasi R
| |
A3. Program Klasifikasi SU
| |
A4. Program Klasifikasi D
| |
B. Penjadwalan Program
| |
C. Kuota Program Anak
| |
D. Iklan dalam Program Anak dan Remaja
| |
D1. Iklan dalam Program Anak
| |
D2. Iklan dalam Program Remaja
|
I. PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ini pada dasarnya dirancang berdasarkan amanat yang diberikan Undang-undang Republik Indonesia No. 32/2002 tentang Penyiaran kepada Komisi Penyiaran Indonesia .
Dalam pasal 8 UU tersebut dinyatakan dinyatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia memiliki wewenang menetapkan Standar Program Siaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran, serta memberikan sanksi terhadap pelanggaran Standar dan Pedoman tersebut.
Sebuah Pedoman yang mengatur perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam dunia penyiaran Indonesia dibutuhkan mengingat lembaga penyiaran beroperasi dengan menggunakan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas, sehingga pemanfaatannya harus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya. Dengan demikian, kemerdekaan menyampaikan informasi, pendapat dan ekspresi yang dimiliki lembaga penyiaran harus dibarengi dengan penataan yang menjadikan kemerdekaan tersebut membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia .
Dalam kaitan itu, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ini dirancang dengan memperhatikan berbagai bentuk Kode Etik dan Standar Program yang telah dikembangkan oleh komunitas profesional dalam dunia penyiaran dan media massa di Indonesia selama ini, seperti: Kode Etik Wartawan Indonesia, Standar Profesional Radio Siaran serta Pedoman Program Penyiaran. Selain itu, Pedoman ini merujuk pada berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia : Kitab Undang-undang Hukum Pidana, UU Pers, serta UU Perfilman.
B. TUJUAN
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ini dikeluarkan dengan harapan agar tujuan penyiaran sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU Penyiaran 2002, dapat diwujudkan, yakni: ‘’ . . . memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera. . . ‘’
Sebgaimana diamanatkan pasal 48 UU Penyiaran 2002, Pedoman Perilaku Penyiaran ini disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia berdasarkan: nilai-nilai agama, moral, dan peraturan-perundangan yang berlaku, serta norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
C. ASAS-ASAS PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ini pada dasarnya dirancang dengan merujuk pada serangkaian prinsip dasar yang harus diikuti setiap lembaga penyiaran di Indonesia , yakni:
1. Lembaga penyiaran wajib taat dan patuh hukum terhadap segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia .
2. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia
3. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural
4. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia dan Hak Privasi
5. Lembaga Penyiaran harus menjujung tinggi prinsip ketidakberpihakan dan keakuratan
6. Lembaga penyiaran wajib melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum perempuan
7. Lembaga penyiaran wajib melindungi kaum yang tidak diuntungkan
8. Lembaga penyiaran wajib melindungi publik dari kebodohan dan kejahatan
9. Lembaga penyiaran wajib menumbuhkan demokratisasi.
Selanjutnya sebagaimana diamanatkan dalam pasal 48 (4) UU Penyiaran, dinyatakan pula bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran menentukan Standar Isi Siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
a. rasa hormat terhadap pandangan keagamaan
b. rasa hormat terhadap hal pribadi
c. kesopanan dan kesusilaan
d. pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme
e. perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan
f. penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
g. penyiaran program dalam bahasa asing
h. ketepatan dan kenetralan program berita
i. siaran langsung; dan
j. siaran iklan
D. SANKSI ATAS PELANGGARAN
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran wajib dipatuhi semua lembaga penyiaran di Indonesia .
Seandainya ditemukan ada pelanggaran dilakukan lembaga penyiaran terhadap Standar dan Pedoman ini, UU sebenarnya memberikan wewenang bagi KPI untuk mencabut izin siaran lembaga bersangkutan, setelah adanya keputusan pengadilan yang tetap. Namun KPI menetapkan bahwa dalam kasus ditemukannya pelanggaran, sebelum tiba pada tahap pencabutan izin, KPI akanmengikuti tahap-tahap sanksi administratif sebagai berikut:
a. Teguran tertulis
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran
d. Denda administratif
e. Pembekuan kegiatan siaran lembaga penyiaran untuk waktu tertentu
f. Penolakan untuk perpanjangan izin
g. Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran
Pihak yang harus bertanggungjawab dalam hal terjadinya pelanggaran adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung pelanggaran tersebut. Dalam hal ini, walaupun lembaga penyiaran memperoleh atau membeli program dari pihak lain (misalnya Rumah Produksi), tanggungjawab tetap berada di tangan lembaga penyiaran. Demikian pula, kendatipun sebuah program yang mengandung pelanggaran sebenarnya adalah program yang disponsori pihak tertentu, tanggungjawab tetap berada di tangan lembaga penyiaran.
Dalam hal program bermasalah yang disiarkan secara bersama oleh sejumlah lembaga penyiaran yang bergabung dalam jaringan lembaga penyiaran, tanggungjawab harus diemban bersama oleh seluruh lembaga penyiaran yang menyiarkan program bermasalah tersebut.
E. PENINJAUAN KEMBALI
Pedoman Perilaku Penyiaran ini tidak bersifat permanen. Dalam Pasal 49 UU Penyiaran dinyatakan bahwa Pedoman ini dapat secara berkala dinilai kembali oleh KPI sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
F. PENGADUAN
KPI diamanatkan oleh UU Penyiaran (pasal 50) untuk mengawasi pelaksanaan Pedoman oleh mereka yang terlibat dalam dunia penyiaran. Dalam kaitan itu, KPI wajib menerima aduan dari setiap pihak yang menilai telah berlangsung pelanggaran terhadap Pedoman dan menindaklanjuti aduan resmi tersebut. KPI wajib memberikan hak jawab tentang aduan tersebut pada lembaga penyiaran yang bersangkutan, sebelum KPI memberikan evaluasi akhir terhadap aduan tersebut.
Sebelum memberikan pertimbangan terhadap suatu keluhan dan pengaduan, KPI harus mengirimkan salinan keluhan dan pengaduan kepada lembaga penyiaran bersangkutan. Di dalam mengambil keputusan, KPI memiliki wewenang untuk meminta kepada stasiun pernyiaran bersangkutan, untuk mengirim rekaman bahan siaran yang disengketakan, lengkap dengan penjelasan-penjelasan tertulis dari stasiun penyiaran tersebut.
Apabila KPI memutuskan untuk mempertimbangkan keluhan dan pengaduan, lembaga penyiaran akan diundang untuk didengar pendapatnya guna mendapatkan sanggahan dan penjelasan lembaga penyiaran tersebut.
II
PRINSIP-PRINSIP PROGRAM FAKTUAL
Program faktual merujuk pada program siaran yang menjayikan fakta non-fiksi. Termasuk di dalam program faktual adalah program berita, features, dokumenter, program realita (reality program/reality show), konsultasi on-air dengan mengundang nara sumber dan/atau penelepon, pembahasan masalah melalui diskusi, talk show, jajak pendapat, pidato/ceramah, program editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program-program sejenis lainnya.
Berbeda dengan program non-faktual (seperti sandiwara, drama, sinetron, film cerita, dan program-program fiksi lainnya), program faktual harus menyajikan sesuatu yang sesungguhnya terjadi.Dengan demikian, yang membedakan program faktual dengan program non-faktual adalah dalam hal dugaan, harapan dan kepercayaan khalayak mengenai kebenaran informasi yang disampaikan.Terhadap program faktual, khalayak memandang apa yang tersaji di dalam program tersebut adalah hal-hal yang sesungguhnya terjadi. Kendatipun sebuah program faktual mungkin mengandung unsur rekayasa (misalnya dalam hal rekonstruksi sejarah atau rekonstruksi kejahatan), tetap terdapat harapan bahwa apa yang disajikan dalam program tersebut telah dibuat dalam cara yang sejauh mungkin mendekati apa yang sesungguhnya terjadi.
Berdasarkan kepercayaan dan harapan tersebut, khalayak mengandalkan apa yang disajikan melalui lembaga penyiaran saat khalayak berusaha mengetahui dan memahami apa yang terjadi di lingkungannya dan mengambil keputusan-keputusan yang, dalam banyak kasus, memliki makna penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lembaga penyiaran tidak boleh mengkhianati kepercayaan ini. Karena itu, walaupun Indonesia adalah sebuah negara yang menjunjung tinggi kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi, lembaga penyiaran yang menggunakan ranah publik harus menghadirkan program faktual yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik ‘keakuratan, keadilan, ketidakberpihakan, dan kenetralan’.
Di sisi lain, mengingat program faktual menyangkut hal-hal yang sesungguhnya terjadi, proses pembuatannya secara tak terelakkan melibatkan kehidupan sehari-hari mereka yang menjadi obyek atau menjadi narasumber. Dalam hal ini, diperlukan pula sejumlah pedoman agar pelibatan warga masyarakat tersebut tak mengakibatkan hal-hal yang merugikan pihak yang dilibatkan tersebut.
Terakhir, penyajian program faktual ini kerap dapat berpengaruh langsung terhadap kehidupan nyata masyarakat. Dalam kaitan ini, program faktual harus dibuat dan disajikan dalam cara yang tidak menimbulkan efek negatif terhadap kepentingan publik.
A. PRINSIP-PRINSIP JURNALISTIK: AKURAT, ADIL, TIDAK BERPIHAK
Tanpa dapat ditawar, lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan (imparsialitas).
1. Akurasi
a. Dalam program faktual lembaga penyiaran bertanggungjawab menyajikan informasi yang akurat dan tidak melakukan kecerobohan dalam penyajian fakta, apalagi penyesatan dan pemutarbalikkan fakta yang dapat merugikan seseorang, organisasi, perusahaan, dan pemerintah. Sebelum menyiarkan sebuah fakta, lembaga penyiaran harus memastikan bahwa materi siaran tersebut telah dicek keakuratan dan kebenarannya.
b. Bila lembaga penyiaran memperoleh informasi dari pihak lain yang belum dapat dipastikan kebenarannya, lembaga harus menjelaskan pada khalayak bahwa informasi tersebut adalah dalam versi berdasarkan sumber tertentu tersebut. Bila lembaga penyiaran menggunakan materi siaran yang diperoleh dari pihak lain (misalnya kantor berita asing), lembaga penyiaran berkewajiban mencek kebenaran berita tersebut sebelum menyiarkannya.
c. Saat siaran langsung (baik berbentuk diskusi ataupun wawancara via telepon), lembaga penyiaran harus waspada terhadap kemungkinan narasumber atau partisipan di studio atau via telepon melontarkan pernyataan tanpa bukti atau belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam hal itu, semua presenter harus siap mengatasi hal ini dengan melakukan verifikasi atau meminta penjelasan lebih lanjut tentang fakta yang disampaikan narasumber atau partisipasi tersebut.
d. Jika lembaga penyiaran mengetahui atau menyadari bahwa mereka telah menyajikan informasi yang tidak akurat atau yang menimbulkan salah interpretasi, maka lembaga penyiaran wajib sesegera mungkin menyiarkan koreksi dan pernyataan permintaan maaf jika diminta oleh pihak yang merasa dirugikan oleh penyajian informasi tersebut. Namun demikian jika kesalahan yang terjadi telah merugikan kepentingan publik atau merugikan reputasi seseorang atau pihak tertentu maka lembaga penyiaran wajib menyiarkan koreksi dan pernyataan permintaan maaf tanpa perlu diminta terlebih dahulu.
e. Ketika lembaga penyiaran harus menyajikan berita atau dokumenter yang didasarkan pada reka ulang (rekonstruksi) dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi, rekonstruksi tersebut harus disampaikan dengan:
i. Menjelaskan kepada khalayak sejauh mana kesesuaian dan keakuratan materi dengan peristiwa sebenarnya: apakah dibuat berdasarkan interpretasi bebas tentang peristiwa yang terjadi atau setiap detail penggambaran yang ditampilkan benar-benar akurat atau persis dengan peristiwa aslinya.
ii. Tidak boleh ada ada perubahan atau penyimpangan terhadap fakta yang dapat menimbulkan interpretasi yang salah atau tidak adil terhadap pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap isi program.
iii. Lembaga penyiaran harus memberitahukan dengan jelas asal versi reka ulang atau ilustrasi tersebut. Stasiun televisi dapat mencantumkannya di layar, dan stasiun radio dapat melakukannya dengan memberitahu di awal atau akhir program.
iv. Lembaga penyiaran tidak boleh merugikan pihak-pihak yang menjadi subyek dan obyek reka ulang.
f. Dalam menyajikan informasi yang sulit untuk dicek kebenarannya secara empirik, seperti informasi kekuatan gaib, lembaga penyiaran harus menyertakan penjelasan bahwa mengenai kebenaran informasi tersebut, masih terdapat perbedaan pandangan di masyarakat.
2. Adil
a. Lembaga penyiaran harus menghindari terjadinya keraguan atau interpretasi yang salah pada khalayak akibat cara penyajian informasi yang tidak lengkap dan tidak adil.
b. Penggunaan footage atau potongan gambar dalam sebuah acara yang sebenarnya berasal dari program lain jangan sampai menimbulkan interpretasi yang salah.
c. Penyuntingan sebuah rekaman wawancara tidak boleh menimbulkan salah interpretasi terhadap pandangan narasumber bersangkutan.
d. Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, setiap tersangka harus diberitakan sebagai tersangka sebelum pengadilan memutuskannya sebagai bersalah.
e. Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.
f. Jika sebuah program acara memuat kritik yang menyerang atau merusak citra individu atau organisasi, mereka yang mendapat kritikan itu harus diberikan kesempatan dalam waktu yang setara untuk memberikan komentar atau argumen balik terhadap kritikan yang diarahkan kepadanya.
3. Tidak Berpihak, Netral
a. Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut kepentingan publik, lembaga penyiaran harus menyajikan berita, fakta, dan opini secara obyektif dan secara berimbang
b. Jika terdapat dua atau lebih pihak yang saling bertentangan, pandangan semua pihak harus disajikan dalam satu berita atau dalam satu siaran program faktual (berita, dokumenter, talkshow) yang sama atau siaran berseri yang berurutan.
c. Lembaga penyiaran dapat menyajikan program yang mendalami pandangan hanya dari satu pihak saja, dengan ketentuan harus menyajikan pandangan-pandangan yang berbeda dari opini si narasumber dan membuat mekanisme yang memungkinkan adanya pemberian tanggapan, misalnya telepon dari khalayak yang disiarkan dalam program bersangkutan sehingga pandangan yang berbeda juga diberi kesempatan untuk disiarkan.
d. Dalam program acara yang mendiskusikan isu kontroversial, moderator, pemandu acara, atau pewawancara:
i. Tidak boleh memiliki kepentingan pribadi atau keterkaitan dengan salah satu pihak/pandangan.
ii. Harus berusaha agar semua partisipan dan narasumber, dapat secara baik mengekspresikan pandangannya.
B. PERLAKUAN TERHADAP NARASUMBER
Dalam setiap program yang melibatkan narasumber, lembaga lembaga penyiaran harus menjelaskan secara terus-terang, jujur, dan terbuka kepada narasumber atau semua pihak yang akandiikutsertakan, tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari acara. Harus dipastikan narasumber sudah benar-benar mengerti semua hal tentang acara dimana mereka akan berpartisipasi.
1. Informasi yang Perlu Diketahui Narasumber
Jika narasumber diundang dalam sebuah program faktual (wawancara di studio, wawancara melalui telepon, terlibat dalam program diskusi atau talk show), lembaga penyiaran:
a. Harus memberitahukan tema, topik, dan bentuk acara di mana narasumber akan berpartisipasi.
b. Harus menjelaskan alasan mengapa narasumber dihubungi atau diundang untuk program acara tersebut.
c. Harus memberitahukan siapa saja yang akan hadir terlibat dalam acara tersebut.
d. Harus memberitahukan garis besar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
e. Harus menjelaskan hal lain (non-pertanyaan) yang nantinya akan diminta oleh lembaga lembaga penyiaran, misalnya diminta menunjukkan bekas luka.
f. Harus memberitahukan apakah acara tersebut disiarkan secara langsung (live) atau direkam (recorded) dan apakah acara tersebut akan disunting atau tidak.
g. Tidak boleh melatih, mendorong, atau membujuk narasumber untuk mengatakan hal-hal yang sebetulnya narasumber tidak pahami, atau tahu bahwa itu tidak benar atau tidak sepenuhnya percaya bahwa itu benar.
2. Penolakan Partisipasi oleh Narasumber
Setiap orang berhak untuk menolak berpartisipasi dalam sebuah program acara yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran Apabila ketidakhadiran seseorang atau organisasi itu disebut atau dibicarakan dalam acara tersebut, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan pernyataan yang bersifat menafsirkan penolakan atau ketidakhadiran narasumber tersebut.
b. Lembaga penyiaran dilarang membicarakan masalah atas nama narasumber yang menolak atau tidak hadir dengan dasar pembicaraan yang telah dilakukan sebelumnya dengan narasumber tersebut, kecuali atas sizinnya.
c. Lembaga penyiaran tidak boleh menggantikan ketidakhadiran seorang narasumber dengan penggunaan rekaman wawancara atau aktivitas narasumber tersebut, di mana rekaman atau materi itu dibuat untuk program acara yang lain. Rekaman boleh digunakan sebagai latar belakang namun tidak boleh digunakan untuk menjawab pertanyaan atau seolah-olah dibuat menjawab pertanyaan dari presenter ataupun narasumber lain yang hadir pada program acara bersangkutan.
3. Wawancara Telepon dan Rekaman Telepon
Dalam menyiarkan hasil wawancara telepon baik langsung maupun rekaman, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Sebelum wawancara dilakukan lembaga penyiaran harus memperkenalkan diri dan menyatakan tujuan wawancara kepada pihak yang akan diwawancara.
b. Penyiaran wawancara telepon atau rekaman harus atas sepengetahuan dan persetujuan dari pihak-pihak yang diwawancarai.
4. Wawancara Langsung dengan Penelepon dari Luar
Dalam menyiarkan wawancara langsung dengan penelpon dari luar, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Sebelum percakapan disiarkan, lembaga penyiaran telah memperoleh identitas memadai si penelepon.
b. Lembaga penyiaran harus mengingatkan penelepon dan/atau memberhentikan wawancara apabila saat wawancara berlangsung ada hal-hal yang tidak layak disiarkan secara langsung kepada publik.
c. Lembaga penyiaran bertanggungjawab atas isi wawancara yang disiarkan.
5. Nara Sumber Anak
Dalam menyiarkan program yang melibatkan anak sebagai narasumber, lembaga penyiaran harus mengikuti rangkaian ketentuan sebagai berikut
a. Anak di bawah umur tidak boleh ditanya mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya (misal: tentang kematian orangtua, tentang perceraian orangtua, dan sebagainya).
b. Izin dari orang tua atau wali harus didapat sebelum mewawancarai anak.
c. Materi siaran yang menyangkut anak-anak harus mempertimbangkan keamanan anak dan masa depan anak.
d. Anak yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses pengadilan, terlibat dengan kejahatan seksual atau korban dari kejahatan seksual harus disamarkan atau dilindungi identitasnya.
C. PRIVASI
Lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi (hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan obyek berita, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Isi program siaran yang berhubungan dengan hak privasi dibenarkan selama menyangkut kepentingan publik.
b. Ketika seseorang secara tidak sengaja terekam dalam suatu liputan, hak privasi yang bersangkutan tidak dengan sendirinya telah dilanggar. Namun penyiaran gambar tersebut harus tetap menghormati hak privasi orang itu.
c. Liputan dalam suatu institusi tidak memerlukan izin per individu apabila telah mendapatkan izin dari institusi yang bersangkutan. Pengecualian berlaku untuk institusi khusus yang menyangkut isu sensitif (rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, lembaga rehabilitasi), di mana izin per individu diperlukan.
1. Rekaman Tersembunyi
Rekaman tersembunyi adalah tindakan menggunakan segala jenis alat perekam (gambar ataupun suara) secara sembunyi-sembunyi untuk merekam tanpa diketahui oleh orang lain atau subyek yang direkam. Dalam hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi:
a. Siaran rekaman tersembunyi dilarang, kecuali menyangkut kepentingan publik atau mendapat izin dari subyek yang direkam dan tidak merugikan orang lain.
b. Perekaman tersembunyi hanya diperbolehkan di ruang publik. Perekaman tersembunyi di ruang privat tidak diperbolehkan (misal: di dalam kamar, di dalam rumah, di dalam kamar ganti)
c. Dalam menyiarkan materi rekaman tersembunyi, lembaga penyiaran bertanggung jawab untuk tidak melanggar privasi orang-orang yang secara kebetulan ada dalam materi tersebut.
d. Rekaman tersembunyi untuk program siaran hiburan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
· Meksipun materi yang direkam bukanlah sesuatu yang serius, lembaga penyiaran harus tetap bertanggung jawab untuk tidak melakukan pelanggaran hak privasi.
· Orang yang menjadi subyek rekaman harus dimintai izin sebelum hasil rekaman disiarkan.
· Orang yang menjadi subyek dalam rekaman mempunyai hak untuk menolak hasil rekaman disiarkan.
· Bila pada saat perekaman, subyek mengetahuinya dan meminta perekaman dihentikan, pihak lembaga penyiaran harus mengikuti permintaan tersebut.
e. Rekaman tersembunyi tidak boleh digunakan dalam siaran langsung (live).
f. Rekaman tersembunyi dengan penyadapan telepon tidak boleh disiarkan oleh lembaga penyiaran kecuali materi dimaksud merupakan barang bukti dalam pengadilan yang telah mendapatkan keputusan hukum yang tetap.
2. Pencegatan (Doorstepping)
Pencegatan adalah tindakan menghadang narasumber tanpa perjanjian untuk ditanyai atau diambil gambarnya. Dalam hal pencegatan ini, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran hanya dapat melakukan pencegatan di ruang publik.
b. Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan, selama itu tidak melibatkan upaya memaksa atau mengintimidasi nara sumber.
c. Lembaga Penyiaran harus menghormati hak narasumber untuk tidak menjawab atau tidak berkomentar dan hak untuk tidak dimunculkan dalam siaran.
d. Pencegatan, dengan melakukan percobaan berulang untuk mengambil gambar atau mendapatkan wawancara setelah izin untuk melakukan hal itu secara terbuka ditolak dapat dikategorikan pelanggaran privasi.
e. Pencegatan dapat dibenarkan apabila terkait dengan kepentingan publik dan permintaan izin untuk mengambil gambar atau wawancara secara terbuka telah ditolak berulang.
3. Privasi Mereka yang Tertimpa Musibah
Dalam menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Peliputan subyek yang tertimpa musibah harus dilakukan secara tepat dan bijaksana untuk melindungi subyek dalam proses pemulihan korban dan keluarganya.
b. Lembaga penyiaran tidak boleh menambah penderitaan orang yang sedang dalam kondisi gawat darurat, korban kecelakaan atau korban kejahatan, atau orang yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan, mengintimidasi orang bersangkutan untuk diwawancarai atau diambil gambarnya.
c. Pengambilan gambar dan pertanyaan wawancara yang disiarkan tidak boleh menambah penderitaan atau membangkitkan trauma.
d. Penyajian gambar korban yang sedang dalam kondisi menderita hanya dibolehkan dalam konteks yang dapat mendukung tayangan.
e. Pengambilan gambar dan wawancara tidak dapat dilakukan sebelum memperoleh izin dari keluarga korban dan/atau pihak yang berwenang.
f. Liputan terhadap suasana duka cita individu atau kelompok harus mendapat izin dari keluarga atau individu yang berduka.
g. Lembaga penyiaran harus menghormati peraturan mengenai akses media yang dibuat oleh rumah sakit atau institusi medis lainnya.
h. Terhadap korban kejahatan seksual, lembaga penyiaran tidak boleh mewawancarai korban mengenai proses tindak asusila tersebut.
D. PELAPORAN TENTANG PERISTIWA YANG DAPAT MENIMBULKAN KEPANIKAN, KERUSUHAN, PENINGKATAN KONFLIK
Dalam menyajikan program yang berisi liputan dan laporan tentang peristiwa yang diduga dapat menimbulkan kepanikan, mempertajam konflik masyarakat atau dapat mendorong terjadinya kerusuhan, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan secara langsung peristiwa kerusuhan atau perkelahian fisik yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
b. Dalam meliput dan menyajikan laporan tentan konflik antar kelompok masyarakat, lembaga penyiaran dilarang berpihak pada salah satu kelompok atau dengan sengaja menyajikan informasi yang dipercaya mampu menyulut kemarahan setidaknya salah satu kelompok.
E. PELAPORAN TENTANG PERISTIWA TRAUMATIK
Dalam menyajikan program faktual yang menampilkan kembali, mengulas atau merekonstruksi peritiwa yang traumatik, termasuk kejahatan, kerusuhan sosial dan bencana alam, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran harus menyajikan program tersebut dengan mempertimbangkan potensi traumatik, baik pada korban atau keluarga korban maupun khalayak.
b. Lembaga penyiaran harus mencegah kemungkinan bangkitnya kemarahan yang diakibatkan oleh penggunaan materi siaran traumatik.
F. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA LAIN
Dalam pembuatan program faktual di mana lembaga penyiaran bekerjasama dengan lembaga lain dengan kewenangan di wilayah tertentu, seperti pihak kepolisian, lembaga medis, pemadam kebakaran, dan sebagainya, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran harus sejak awal membuat dan menyepakati ketentuan dalam bekerja bersama dengan lembaga-lembaga tersebut.
b. Lembaga penyiaran harus patuh jika diminta oleh lembaga yang bekerjasama untuk berhenti merekam atau meninggalkan tempat, kecuali jika berkaitan dengan kepentingan publik.
G. PROGRAM YANG DISPONSORI
Lembaga penyiaran tidak boleh menjual jam tayang kepada pihak manapun, kecuali iklan. Lembaga penyiaran boleh menyajikan program yang disponsori – baik sebagian maupun keseluruhan -- oleh pihak di luar lembaga lembaga penyiaran tersebut, kecuali: program berita dan editorial
Dalam setiap program yang disponsori, lembaga penyiaran harus:
a. Memberitahukan kepada khalayak penonton atau pendengar bahwa program tersebut disponsori. Pemberitahuan tersebut harus ditempatkan dalam cara yang memungkinkan penonton atau pendengar dapat dengan mudah mengidentifikasi bahwa program tersebut didanai oleh pihak tertentu.
b. Dalam program yang berdurasi siar kurang dari atau sampai dengan lima belas menit, penjelasan tentang namanama sponsor harus ditampilkan atau disebutkan secara jelas setidaknya dua kali, yakni di permulaan dan di akhir program acara. Dalam program yang berdurasi siar lebih dari lima belas menit, penjelasan nama sponsor harus ditampilkan atau disebutkan secara jelas di permulaan dan di akhir program, dan setidaknya setiap limabelas menit di sepanjang program.
c. Kontrol editorial atas isi program yang disponsori harus berada di tangan lembaga penyiaran.
d. Perusahaan yang memproduksi produk yang dilarang untuk diiklankan (misalnya minuman keras, judi) melalui siaran televisi atau radio dilarang mensponsori program.
e. Program yang disponsori oleh perusahaan yang memproduksi produk yang iklannya dibatasi (misalnya rokok, alat kontrasepsi) dalam siaran televisi atau radio hanya boleh disiarkan pada pukul 22.00 - 04.00.
H. RELAI SIARAN ASING
Lembaga penyiaran dapat menyajikan program faktual yang merupakan relai siaran yang berasal dari lembaga penyiaran asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran harus menjaga agar isi program relai siaran asing itu tidak bertentangan dengan kedaulatan nasional, peraturan-perundangan yang berlaku di Indonesia , serta isi Pedoman Perilaku Penyiaran.
b. Lembaga penyiaran bertanggungjawab atas isi program relai siaran asing.
I. PROGRAM PENGGALANGAN DANA
Dalam menyajikan program yang berisikan permohonan penggalangan bantuan dana kepada khalayak untuk keperluan amal, baik atas inisiatif lembaga penyiaran sendiri maupun pihak lain, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Kegiatan penggalangan dana itu harus seizin yang berwenang.
b. Lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan permohonan bantuan dana kepada khalayak dalam konteks aksi penggalangan dana untuk mendanai penyelenggaraan siaran.
c. Sebelum menyiarkan permohonan bantuan dana atas nama pihak tertentu, lembaga penyiaran harus memastikan terlebih dahulu status terdaftar badan atau lembaga bersangkutan.
d. Dalam kejadian bencana tertentu, lembaga penyiaran dapat mengambil inisiatif untuk menggalang bantuan amal. Namun lembaga penyiaran tidak boleh mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut.
e. Lembaga penyiaran secara terbuka melaporkan perkembangan jumlah bantuan dan dana yang didapat, serta penggunaannya kepada penonton atau pendengar.
f. Bantuan amal yang terkumpul, baik seluruh maupun sebagian, tidak digunakan sebagai pembiayaan program siaran atau pengeluaran lainnya kecuali telah dijelaskan sebelumnya.
g. Dalam kasus penggalangan dana melalui pertunjukan (misalnya konser musik) yang disiarkan, lembaga penyiaran diizinkan untuk menyumbangkan keuntungan dengan dikurangi biaya terlebih dahulu, selama hal ini diperjelas dengan penekanan pada khalayak bahwa tidak semua keuntungan yang didapat akan disumbangkan.
J. KUIS DAN UNDIAN BERHADIAH
Dalam menyiarkan program berisikan kuis dan undian hadiah, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Kuis dan undian berhadiah harus diselenggarakan dengan adil dan peraturannya harus diberitahukan secara terbuka dan jelas pada khalayak.
b. Dalam sebuah pertunjukan kuis, tidak ada peserta yang sudah terlebih dahulu memperoleh informasi tentang pertanyaan yang akan diajukan.
c. Dengan atau tanpa sponsor, lembaga penyiaran harus bertanggung jawab atas semua kuis dan undian berhadiah yang disiarkan.
d. Jika sebuah kuis atau undian berhadiah menggunakan fasilitas telepon dan SMS (short message service), lembaga penyiaran harus memberitahukan dengan jelas biaya pulsa hubungan telpon atau SMS yang dikenakan.
K. POLLING DAN HASIL PENELITIAN
Dalam menyiarkan hasil jajak pendapat dan hasil penelitian, lembaga penyiaran wajib memberikan informasi secara terbuka dan jelas pada khalayak tentang metode yang digunakan dan implikasinya terhadap hasil penelitian.
III
KESOPANAN, KEPANTASAN DAN KESUSILAAN
Kepercayaan akan prinsip kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekpresi tidak pernah berarti pengakuan bagi lembaga penyiaran untuk menyiarkan materi apapun deengan sebebas-bebasnya. Lembaga penyiaran pada dasarnya beroperasi dengan menggunakan ranah publik dan, karenanya, harus menyajikan materi dengan menempatkan kepentingan publik pada prioritas teratas. Dengan demikian, kemerdekaan berekspresi melalui lembaga penyiaran dibatasi oleh apa yang dipersepsikan sebagai kepentingan publik.
Sesuai dengan kodratnya, lembaga penyiaran dapat menjangkau secara langsung khalayak yang sangat beragam baik dalam usia, latar belakang, ekonomi, budaya, agama, dan keyakinan. Teori-teori komunikasi juga sudah menunjukkan bagaimana isi siaran dapat mempengaruhi secara kuat khalayak yang menerimanya. Dengan demikian, lembaga penyiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang dipancarkannya tidak merugikan, menimbulkan efek negatif, atau bertentangan dan menyinggung nilai-nilai dasar yang dimiliki beragam kelompok khalayak tersebut.
A. KEKERASAN
Lembaga penyiaran memang lazim dan bahkan dalam kasus-kasus tertentu merasa wajib melaporkan atau menyiarkan kekerasan. Kekerasan dalam hal ini mencakup hal-hal yang memang sungguh terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun hal-hal yang termuat dalam program fiksi. Namun, terdapat sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penyajian kekerasan melalui lembaga penyiaran.
- Mencegah jangan sampai tayangan tersebut menimbulkan hilangnya kepekaan masyarakat terhadap kekerasan dan korban kekerasan.
- Mencegah agar masyarakat tidak berlaku apatis terhadap gejala kekerasan
- Mencegah efek peniruan
- Mencegah agar tidak timbul rasa ketakutan yang berlebihan
- Mencegah agar masyarakat tidak menerima pandangan bahwa kekerasan adalah jalan keluar yang dapat diterima dan dibolehkan.
1. Pembatasan Umum
a. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung adegan kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya dapat disiarkan pada jam tayang di mana anak-anak pada umumnya diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
b. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan yang dianggap di luar perikemanusiaan atau sadistis.
c. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan film yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari
d. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.
2. Kekerasan, Kecelakaan dan Bencana dalam program Faktual
Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat ditimbulkan. Karena itu penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan dan bencana dalam program faktual harus mengikuti ketentuan sebagai berikut::
a. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit.
b. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan dan bencana tidak boleh disorot secara close up (Big Close Up, Medium Close Up, Extreme Close Up).
c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot secara close up close up (Big Close Up, Medium Close Up, Extreme Close Up).
d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana, harus disamarkan.
e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi
f. Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan, kecelakaan dan bencana tidak boleh disampaikan secara rinci.
g. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan.
h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan.
3. Rekonstruksi kejahatan
a. Adegan ekonstruksi kejahatan yang eksplisit dan rinci tidak boleh disiarkan.
b. Adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan sama sekali tidak boleh disiarkan.
c. Siaran rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan, atau pihak-pihak yang dapat dipandang sebagai wakil korban.
d. Siaran rekonstruksi yang memperlihatkan modus kejahatan secara eksplisit dan rinci dilarang.
e. Adegan rekonstruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.
4. Kekerasan dalam Program Anak-anak
a. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program anak-anak yang didominasi kekerasan.
b. Dalam program anak-anak, tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya.
5. Bahan Peledak
Lembaga Penyiaran dilarang menyajikan isi siaran yang memberikan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat bahan peledak.
6. Kekerasan terhadap binatang
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program yang mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan atau penyiksaan terhadap binatang.
b. Dalam pembuatan acara non-faktual, lembaga penyiaran harus menjaga agar tidak ada hewan yang dilukai.
7. Bunuh diri
a. Penggambaran secara eksplisit dan rinci adegan bunuh diri dilarang.
b. Lembaga penyiaran harus menghindari tayangan program yang di dalamnya terkandung pesan bahwa bunuh diri adalah sebuah jalan keluar yang dibenarkan untuk mengakhiri hidup.
8. Kekerasan dalam Olahraga
a. Tayangan olahraga yang didominasi kekerasan (seperti tinju) diizinkan.
b. Program siaran yang berisikan tayangan permainan atau pertandingan yang tidak dikategorikan sebagai olahraga yang didominasi kekerasan (misalnya gulat profesional, dan semacamnya) hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
B. SEKS
Lembaga penyiaran dalam menyiarkan materi yang mengandung muatan seks harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1. Ciuman
Adegan ciuman atau mencium yang eksplisit dan didasarkan atas hasrat seksual dilarang. Adegan ciuman atau mencium dalam konteks kasih sayang diizinkan, termasuk di dalamnya: ayah mencium anak atau sebaliknya, ciuman kasih sayang seorang suami kepada istri atau sebaliknya.
2. Hubungan Seks
a. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan yang menggambarkan aktivitas hubungan seks atau adegan yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks, baik secara eksplisit maupun implisit.
b. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks.
c. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan percakapan atau adegan yang mewakili/menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks.
d. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan yang menggambarkan hubungan seks antarhewan atau manusia dengan hewan.
e. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang isinya memuat pembenaran bagi berlangsungnya hubungan seks di luar nikah.
3. Pemerkosaan/Pemaksaan Seksual
a. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan pemerkosaan atau pemaksaan seksual, atau adegan yang menggambarkan upaya ke arah pemerkosaan dan pemaksaan seksual.
b. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang isinya memuat pembenaran bagi terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejahatan serius.
4. Eksploitasi Seks
a. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan lagu dan klip video berisikan lirik bermuatan seks, baik secara eksplisit maupun implisit.
b. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian yang menurut akal sehat dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual atau memberi kesan hubungan seks.
c. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program atau adegan yang dapat dipandang merendahkan perempuan menjadi sekadar obyek seks.
d. Lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai obyek seks. Termasuk di dalamnya adalah adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual.
5. Masturbasi
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan berlangsungnya masturbasi atau materi siaran (misalnya suara) yang mengesankan berlangsungnya masturbasi.
6. Pembicaraan (talk) mengenai Seks
a. Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks dapat disiarkan hanya pada pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
b. Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks harus disajikan dengan cara ilmiah dan santun. Pembawa acara bertanggungjawab menjaga agar acara itu tidak menjadi ajang pembicaraan mesum.
c. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran di mana penyiar atau pembicara tamu atau penelepon berbicara tentang pengalaman seks secara eksplisit dan rinci.
7. Perilaku Seks Menyimpang
Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang membahas atau bertemakan berbagai perilaku seksual menyimpang dalam masyarakat, seperti:
- hubungan seks antara orang dewasa dan anak-anak/remaja
- hubungan seks antara sesama anak-anak atau remaja di bawah umur
- hubungan seks sedarah
- hubungan manusia dengan hewan
- hubungan seks yang menggunakan kekerasan
- hubungan seks berkelompok
- hubungan seks dengan alat-alat
Dalam menyajikan program berisikan materi tentang perilaku seks menyimpang tersebut, lembaga penyiaran harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang mengandung pembenaran terhadap perilaku seksual menyimpang tersebut.
b. Program yang mengandung muatan cerita atau pembahasan tentang perilaku seksual menyimpang hanya dapat ditayangkan antara pukul 22.00 sampai 04.00
8. Pekerja Seks Komersial
Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang memberitakan, membahas, atau mengandung muatan cerita tentang pekerja seks komersial dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pprogram tersebut tidak boleh mempromosikan dan mendorong agar pelacuran dapat diterima secara luas oleh masyarakat.
b. Dalam program faktual, wajah dan identitas pekerja seks komersial harus disamarkan.
c. Program tersebut hanya boleh ditayangkan antara pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
9. Homoseksualitas/Lesbian
Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang memberitakan, membahas, atau mengandung muatan cerita tentang homoseksualitas dan lesbian, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Program tersebut tidak boleh mempromosikan dan menggambarkan bahwa homoseksualitas dan lesbian adalah suatu kelaziman yang dapat diterima oleh masyarakat
b. Program tersebut hanya boleh ditayangkan antara pukul 22.00 – 04.00
10. Adegan Telanjang
Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan gambar manusia telanjang – atau mengesankan telanjang—baik bergerak atau diam.
a. Lembaga penyiaran dilarang mengeksploitasi gambar—bergerak atau diam—bagian-bagian tubuh yang lazim dianggap membangkitkan birahi, seperti paha, pantat, payudara, dan alat kelamin.
b. Penayangan benda seni, seperti patung, pahatan atau lukisan yang menampilkan gambar telanjang dapat diizinkan selama itu ditampilkan tidak untuk mengeksploitasi daya tarik seksual ketelanjangan itu sendiri.
C. PELECEHAN KELOMPOK MASYARAKAT TERTENTU
Lembaga penyiaran tidak boleh memuat program yang melecehkan kelompok masyarakat tertentu yang selama ini sering dipandang negatif, seperti:
- Kelompok-kelompok pekerjaan tertentu, misalnya: pembantu, hansip, satpam
- Kelompok masyarakat yang kerap dianggap memiliki ‘penyimpangan’, seperti: waria, banci, pria yang keperempunan, perempuan yang kelaki-lakian, dan sebagainya
- Kelompok lanjut usia dan janda/duda
- Kelompok dengan ukuran dan bentuk fisik di luar normal, seperti: gemuk, cebol, memiliki gigi tonggos, juling, dsb.
- Kelompok yang memiliki cacat fisik, seperti: cacat pendengaran, cacat penglihatan, tuna wicara
- Kelompok yang memiliki cacat atau keterbelakangan mental, seperti: embisil, idiot, dsb.
Dalam kaitan itu, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menayangkan program yang mengandung muatan yang dapat menyebabkan keresahan atau sakit hati individu dalam kelompok-kelompok tersebut
b. Lembaga penyiaran tidak menayangkan program yang mengandung muatan yang dapat membangun atau memperkokoh stereotip negatif mengenai kelompok-kelompok tersebut
c. Lembaga penyiaran menayangkan program yang menjadikan kelompok-kelompok tersebut sebagai bahan olok-olok atau tertawaan
d. Lembaga penyiaran dillarang menyajikan program yang di dalamnya termuat penggunakan sebutan-sebutan yang sifatnya merendahkan atau berkonotasi negatif terhadap kelompok-kelompok tersebut
e. Kalaupun ada muatan dalam program yang mengandung olok-olok atau stereotip negatif mengenai kelompok-kelompok tersebut, itu harus selalu digambarkan dalam konteks tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan.
D. KATA-KATA KASAR, MAKIAN
1. Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan.
2. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia , bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun non-verbal.
E. NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA)
Lembaga penyiaran dapat menyajikan program yang memuat pemberitaan, pembahasan, atau penggambaran penggunaan napza dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program yang menimbulkan kesan bahwa penggunaan napza dibenarkan.
b. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan cara penggunaan napza dengan eksplisit dan rinci.
F. ALKOHOL DAN ROKOK
Lembaga penyiaran dapat menyajikan program yang memuat pemberitaan, pembahasan, atau penggambaran penggunaan alkohol dan rokok dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program yang menggambarkan penggunaan alkohol dan rokok sebagai hal yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat
b. Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program yang mengandung muatan yang mendorong anak-anak atau remaja untuk menggunakan alkohol dan rokok.
c. Lembaga penyiaran hanya boleh menyajikan program yang mengandung adegan penggunaan alkohol dan rokok pada pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
G. SUKU DAN RAS
Dalam menyiarkan program yang terkait dengan suku dan ras, lembaga penyiaran harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. Dilarang menyajikan muatan yang melecehkan suku dan ras di Indonesia .
b. Dilarang menyajikan penggunaan kata atau perilaku yang merendahkan suku dan ras tertentu.
H. AGAMA
Masalah agama dapat tampil pada program acara agama, non-agama, dan drama/fiksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Program keagamaan harus disajikan dengan memperhatikan kondisi sosial dan psikologis masyarakat beragama di mana program tersebut disiarkan.
b. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mengandung serangan, penghinaan atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan keagamaan tertentu.
c. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mengandung pesan bahwa sebuah agama sah di Indonesia adalah lebih baik atau lebih benar daripada agama sah lain.
d. Tatkala terdapat kontroversi mengenai salah satu versi pandangan/aliran dalam agama tertentu, lembaga harus menyajikan kontroversi tersebut dalam cara berimbang.
e. Lembaga penyiaran tidak menyajikan program berisi penyebaran ajaran dari suatu sekte, kelompok atau praktek agama tertentu yang dinyatakan pihak berwenang sebagai kelompok yang menyimpang dan sesat.
f. Lembaga penyiaran tidak menyajikan program berisikan perbandingan antaragama.
g. Lembaga penyiaran harus berhati-hati dalam menampilkan informasi tentang perpindahan agama. Karenanya, cerita atau informasi faktual tentang perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang tidak disajikan secara berlebihan, dan alasan perpindahan agama tidak dipaparkan secara rinci.
I. TAYANGAN SUPRANATURAL
1. Program Faktual
a. Program faktualyang bertemakan dunia gaib, paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, kontak dengan roh, hanya dapat disiarkan antara pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat. Promo acara tersebut juga hanya boleh disiarkan pada pukul 22.00 -04.00 waktu setempat.
b. Dalam program faktual, tidak boleh ada upaya manipulasi dengan menggunakan efek gambar ataupun suara untuk tujuan mendramatisasi isi siaran sehinggga bisa menimbulkan interpretasi yang salah; misalnya manipulasi audio visual tambahan seakan ada makhluk halus tertangkap kamera.
c. Lembaga penyiaran harus berhati-hati dalam menyiarkan program faktual yang menggunakan narasumber yang mengaku memiliki kekuatan/kemampuan supranatural khusus atau kemampuan menyembuhkan penyakit dengan cara supranatural.Bila tidak ada ada landasan fakta dan bukti yang bisa dipercaya, lembaga penyiaran wajib menjelaskan hal tersebut kepada khalayak. Lembaga penyiaran juga wajib menjelaskan kepada khalayak bahwa mengenai kekuatan/kemampuan tersebut sebenarnya ada perbedaan pandangan di tengah masyarakat.
2. Program Non-Faktual
a. Program drama, film, sinetron, komedi, kartun yang menyajikan kekuatan atau makhluk supranatural dapat disiarkan di sembarang waktu, selama program tersebut menampilkan dunia supranatural sebagai sekadar fantasi.
b. Program dan promo program yang berisikan materi supranatural yang mengerikan dan dapat menimbulkan rasa takut hanya dapat disiarkan antara pukul 22.00 – 04.00 waktu setempat.
3. Horoskop dan Ramalan Bintang
Program yang membahas materi horoskop dan perbintangan serta ramalan harus disajikan dengan cara yang tidak menimbulkan simpulan bahwa isi program tersebut adalah benar dan serius.
4. Hipnotis
Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program berisi praktek hipnotis yang mungkin dapat mempengaruhi penonton atau pendengar secara verbal maupun non-verbal.
J. KORUPSI
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang memuat berita, bahasan, atau tema yang mengandung pembenaran terhadap tindak korupsi.
K. JUDI
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang memuat berita, bahasan atau tema yang mengandung pembenaran terhadap perjudian.
L. SIARAN BERBAHASA ASING
Lembaga penyiaran diizinkan menyajikan program acara berbahasa asing dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk program yang disajikan dalam bahasa asing, lembaga penyiaran televisi harus menyertakan teks dalam bahasa Indonesia
b. Kekecualian untuk ketentuan L1, adalah program khusus berita berbahasa asing, program pelajaran bahasa asing, atau pembacaan kitab suci.
c. Program dalam bahasa asing dapat disulihsuarakan dalam jumlah maksimal 30% (tigapuluh persen) dari jumlah mata acara berbahasa asing yang disiarkan lembaga bersangkutan.
III
PENGGOLONGAN DAN PENJADWALAN
PROGRAM TELEVISI
Lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan. Penggolongan program ini akanberakibat pada jadwal tayang acara bersangkutan.
Untuk memudahkan khalayak penonton mengidentifikasi, informasi penggolongan program ini harus terlihat di layar televisi di sepanjang acara berlangsung.
A. PENGGOLONGAN PROGRAM
Penggolongan program diklasifikasikan dalam empat kelompok:
- A : Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 11 tahun
- R : Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12-18 tahun
- D : Tayangan untuk Dewasa
- SU : Tayangan untuk Semua Umur
1. Unsur-unsur yang menyebabkan Program memperoleh Klasifikasi ‘A’
- Tayangan yang khusus dibuat dan ditujukan untuk anak
- Berisikan isi, materi, gaya penceritaan, tampilan yang sesuai dengan dan tidak merugikan perkembangan dan kesehatan anak
- Tidak boleh menonjolkan kekerasan (baik perilaku verbal maupun non-verbal) serta menyajikan adegan kekerasan yang mudah ditiru anak-anak
- Tidak boleh menyajikan adegan yang memperlihatkan perilaku atau situasi yang membahayakan yang mudah atau mungkin ditiru anak-anak.
- Tidak boleh mengandung muatan yang dapat mendorong anak belajar tentang perilaku yang tidak pantas, seperti: berpacaran saat anak-anak, bersikap kurang ajar pada orangtua atau guru.
- Tidak mengandung muatan yang mendorong anak percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, atau kontak dengan roh.
- Tidak mengandung adegan yang menakutkan dan mengerikan
- Mengandung salah satu atau beberapa hal yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik dan penumbuhan rasa ingin tahu mengenai lingkungan sekitar
- Jika program mengandung gambaran tentang nilai-nilai dan perilaku anti-sosial (seperti tamak, licik, berbohong), program tersebut harus juga menggambarkan sanksi atau akibat yang jelas dari perilaku tersebut.
- Tidak memuat materi yang mungkin dapat mengganggu perkembangan jiwa anak, seperti: perceraian, perselingkuhan, bunuh diri, penggunaan obat bius.
2. Unsur-unsur yang menyebabkan Program memperoleh Klasifikasi ‘R’
- Tayangan yang khusus dibuat dan ditujukan untuk remaja
- Berisikan isi, materi, gaya penceritaan, tampilan yang sesuai dengan dan tidak merugikan perkembangan dan kesehatan remaja
- Kandungan muatan kekerasan dapat ditampilkan secara tidak berlebihan dan hanya berfungsi sebagai bagian yang diperlukan untuk mengembangkan cerita serta bukan menjadi daya tarik utama.
- Pembahasan atau penggambaran adegan yang terkait dengan seksualitas dan hubungan antar jeniskelamin harus ditampilkan dalam proporsi yang wajar dalam konteks pendidikan seks yang sehat bagi remaja.
- Mengandung salah satu atau beberapa hal yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik dan penumbuhan rasa ingin tahu mengenai lingkungan sekitar.
- Tayangan hendaknya memberikan referensi pergaulan remaja yang positif serta dapat memotivasi remaja untuk lebih mengembangkan potensi diri.
3. Unsur-unsur yang menyebabkan Program memperoleh Klasifikasi ‘SU’
- Berisikan muatan yang tidak secara khusus ditujukan untuk anak dan remaja, namun dianggap layak ditonton anak dan remaja, dan seluruh penonton lainnya.
- Tidak mengandung muatan yang hanya dapat muncul dalam program dengan klasifikasi ‘D”
4. Unsur-unsur yang menyebabkan Program memperoleh Klasifikasi ‘D’
- Berisikan materi yang hanya pantas disaksikan oleh orang dewasa
- Mengandung tema atau membahas persoalan-persoalan keluarga yang dianggap sebagai masalah dewasa, seperti: intrik dalam keluarga, perselingkuhan, perceraian.
- Mengandung muatan kekerasan secara lebih dominan, ekplisit, dan vulgar. Namun demikian, program tersebut tetap tak boleh mengandung muatan sadistis dan di luar perikemanusiaan, serta mendorong atau menggelorakan kekerasan.
- Mengandung materi yang mengerikan dan menakutkan bagi anak-anak dan remaja.
- Mengandung pembicaraan, pembahasan atau tema mengenai masalah seks dewasa seperti perilaku seks menyimpang, pekerja seks komersial atau homoseksualitas/lesbian.
- Mengandung penggambaran mengenai penggunaan alkohol dan rokok.
- Program faktual yang mengandung penggambaran tentang dunia gaib, paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, kontak dedngan roh.
B. PENJADWALAN PROGRAM
Penempatan program harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Program klasifikasi A hanya dapat disiarkan pada
- pukul 07.00 – 09.00 dan 15.00– 18.00 di hari Senin-Sabtu
- pukul 07.00 – 11.00 dan 15.00 – 18.00 di hari Minggu/libur nasional
Program dan promo program klasifikasi R hanya dapat disiarkan pada:
- pukul 09.00 – 20.00 namun harus di luar jam yang khusus diperuntukkan bagi anak ( 15.00 – 18.00)
Program klasifikasi ‘U’ dapat disiarkan pada:
- seluruh jam siar
Program dan promo program klasifikasi ‘D’ hanya dapat disiarkan pada:
- pukul 22.00 – 04.00
C. KUOTA PROGRAM ANAK
- Setiap lembaga penyiaran televisi harus mengalokasikan tayangan dengan klasifikasi ‘A” setidaknya 260 jam setahun atau sekitar 3 jam dalam seminggu.
- Setiap lembaga penyiaran televisi harus mengalokasikan tayangan dengan klasifikasi ‘R’ maksimum 416 jam setahun atau sekitar 8 jam dalam seminggu.
D. IKLAN DALAM PROGRAM ANAK DAN REMAJA
1. Iklan dalam Program Anak
- Tidak ada promo program yang tergolong klasifikasi ‘R’ dan ‘D’
- Maksimal iklan adalah 10 persen dari jam tayang program
- Tidak boleh mengiklankan produk makanan yang tidak sehat bagi anak, seperti yang mengandung banyak gula dan lemak
- Tidak boleh mengiklankan produk yang tidak terkait dengan anak
- Tokoh dalam iklan tidak boleh sama dengan tokoh dalam program yang ditayangkan
2. Iklan dalam Program Remaja
- Tidak ada promo program yang tergolong berklasifikasi ‘D’
- Tidak boleh mengiklankan produk yang tidak terkait dengan remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar