Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Senin, 05 Februari 2018

astronomi

Di era modern, kajian-kajian pada bidang astronomi Islam sejak kurun abad 19 M dan 20 M tampak mulai mengalami pertumbuhan signifikan, dimana beberapa kajian yang pernah dilakukan memberikan catatan informatif berharga bagi para peneliti pemula dan profesional.

Beberapa peneliti, yang sebagian besar berasal dari kalangan orientalis (Barat), sekali lagi telah memberikan sumbangan berharga bagi sejarah dan pemikiran astronomi Islam di era modern.

Beberapa tokoh yang telah berjasa itu berikut sumbangan penelitiannya antara lain: Sedillot (Prancis), Carlo Alfonso Nillino (Italia), David Antonio King (Amerika Serkat), Abdul Hamid Sabrah (Mesir), Edward S Kennedy (Amerika Serikat), Abbas Sulaiman (Mesir), George Saliba (Palestina-Libanon), Julio Samso (Spanyol), Aidin Sayli (Turki), dan lainnya.

Sedillot tercatat pernah menerjemahkan ke bahasa Prancis satu bagian khusus tentang alat-alat astronomi dari naskah berjudul “Jami’ al-Mabadi’ wa al-Ghayat fi ‘Ilm al-Miqat”(Koleksi Pokok dan Tujuan dalam Ilmu Mikat) karya Abu Ali al-Hasan bin Ali al-Marrakusyi (wafat setelah tahun 680/1281).

Berikutnya (tahun 2012 M) naskah ini diteliti (tahkik/dirasah) oleh Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar. Carlo Alfonso Nillino (Italia), karya terpentingnya adalah buku berjudul “’Ilm al-Falak Tarikhuhu ‘Inda al-‘Arab fi al-Qurun al-Wustha” (Ilmu Falak Sejarahnya di Kalangan Arab Abad Pertengahan). Buku ini terhitung sebagai buku terbaik yang mengulas sejarah dan pemikiran astronomi Islam abad pertengahan.

Nillino juga tercatat telah meneliti naskah tabel astronomi milik al-Battani berjudul az-Zaij ash-Shaby’ (Tabel Sabean) [diterbitkan di Roma (Italia) tahun 1899 M].

David A. King (Amerika Serikat), fokus kajiannya adalah naskah-naskah astronomi Islam (yang dikenal dengan ‘ilm al-miqat) pada era Dinasti Mamalik Mesir (1250 M-1517 M). Beberapa sumbangan terpentingnya dalam bidang sejarah dan pemikiran astronomi Islam adalah buku ensklopedik berjudul “In Synchrony with the Heavens” (Studies in Astronomical Timekeeping and Instrumentation in Medieval Islamic Civilization).

Bersama Kennedy, King tercatat pernah meneliti naskah berbentuk tabel-tabel astronomi milik Ibn Majdi (w. 850/1446) berjudul “ad-Durr al-Yatim”.

Abdul Hamid Sabrah (Mesir), kontribusi signifikannya adalah penelitian (tahkik) atas karya al-Hasan bin al-Haitsam (w. 430/1038) yang berjudul “asy-Syukuk ‘ala Bathlamius”. Buku ini memuat kritik konstruktif terhadap sejumlah kekeliruan Ptolemeus dalam sejumlah konsepsi dan teorinya tentang astronomi [diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-Mishriyyah Mesir tahun 1971 M).

E.S. Kennedy (Amerika Serikat), satu diantara penelitian pentingnya adalah survei terhadap tabel-tabel astronomi (zij) abad pertengahan yang berjudul A Survey of Islamic Astronomical Tables”. Kennedy sendiri dikenal sebagai tokoh yang paling intens meneliti naskah-naskah astronomi karya astronom Muslim asal Suriah bernama Ibn Syathir (w. 777/1375).

Abbas Sulaiman (Mesir), nama lengkapnya Abbas Muhammad Hasan Sulaiman (saat ini guru besar Filsafat Islam dan Sejarah Sains Arab di Universitas Iskandariah, Mesir). Kontribusi dominan Abbas Sulaiman adalah penelitian (analisis) pada karya-karya astronomi Nashiruddin al-Thusi (w. 672/1273), direktur Observatorium Maragha.

Beberapa penelitian tahkik/dirasah Abbas Sulaiman terhadap karya-karya Nashiruddin al-Thusi adalah: 

1. “at-Tadzkirah fi al-Hai’ah” (Catatan Tentang Astronomi) [Dar Su’adash-Shabah, Kuwait, 1993],
2. “Mukhtashar fi Ma’rifah at-Taqawim” (Ringkasan Tentang Pengetahuan Penanggalan) [Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyah, Iskandariah, 2009], 
3. Zubdah al-Idrak (Intisari Pengetahuan Astronomi) [Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyah, Iskandariah, 1994], dan lain-lain.

Selain peneliti-peneliti ini, tentu masih ada sejumlah peneliti lagi yang memiliki kontribusi. Namun, betapapun telah banyak peneliti yang melakukan penelitian, fakta tak terbantah bahwa hingga kini mayoritas literatur-literatur manuskrip astronomi belum mendapat perhatian maksimal. Berbagai institusi dan lembaga penelitian, khususnya di dunia Arab, yang menyelenggarakan riset di bidang ini sejatinya belum mampu mengeksplorasi secara optimal naskah-naskah astronomi Islam yang melimpah ini.

Sebagai misal, al-Biruni (w. 440/1048) yang menulis lebih dari 150 karya, hanya sepertiga saja dari karya-karyanya yang masih tersisa. Selanjutnya hanya beberapa saja dari karya-karya astronominya yang telah ditelaah (tahkik/dirasah).

Padahal, dalam riset ilmiah al-Biruni adalah tokoh yang paling banyak dikaji. Adapun beberapa karya astronomi al-Biruni yang telah ditelaah (tahkik, dirasah, terjemah) antara lain: 

1. “al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa an-Nujum” (diterbitkan oleh Da’irah al-Ma’arif al-‘Utsmaniyah, India),
2. “Isti’ab al-Wujuh al-Mumkinah fi Shan’ah al-Usthurlab” (ditahkik/dirasah oleh Hasan Zadah al-Amili)
3. dan “at-Tafhim li Awa’il Shina’ah at-Tanjim” (ditahkik oleh Dr. Ali Hasan Musa).

Sementara itu, tokoh-tokoh lainnya kurang beruntung dimana mereka dikenal nama dan sejumlah karyanya hanya melalui buku-buku bibliografi dan katalog-katalog naskah saja. Bahkan, tidak dipungkiri terdapat sejumlah (bahkan sangat banyak) tokoh yang nama-nama mereka tidak masuk dalam buku-buku bibliografi populer, namun mereka memiliki kontribusi dan pemikiran dalam bentuk karya tulis. Tentu mereka ini lebih tidak beruntung lagi.

Kenyataan lagi, bahwa sejumlah tokoh astronomi yang pernah dilakukan penelitian atasnya mendapat posisi istimewa karena secara sengaja atau tanpa sengaja karya-karya mereka pernah diteliti dan atau diterjemah ke bahasa modern (Eropa).

King mengungkapkan bahwa pada era Mamalik (1250 M-1517 M) ada sekitar 75 tokoh astronomi yang pernah eksis kala itu.  Namun dari sekian banyak tokoh itu hanya beberapa saja yang dikenal dan terdengar populer saat ini.

Karena itu, mengingat banyaknya tokoh-tokoh astronomi berikut karya-karya mereka yang belum terungkap, hal ini memberi konsekuensi kepada lembaga-lembaga penelitian dan institusi terkait untuk menggalakkan penelitian di bidang ini secara lebih serius, dengan tahapan dan perencanaan yang matang.

Belakangan, seiring semakin mudahnya akses naskah-naskah (manuskrip) astronomi, ada kecendrungan penelitian dilakukan oleh para pemula secara pribadi dan mandiri. Studi yang digeluti meliputi kajian tokoh dan analisis pemikiran.

Namun seperti dikemukakan Dallal, problematika yang dihadapi para peneliti pemula ini tidak lain terkait problem metodologis, dimana banyak kajian yang dilakukan secara acak dan tidak komprehensif menyebabkan hasil penelitian tidak maksimal, berikutnya tidak memberi kontribusi positif.

Menurut Rusydi Rasyid (seorang sejarawan matematika asal Mesir), penelitian di bidang sains idealnya dilakukan secara kolektif-komprehensif dan bahkan dalam skala internasional. Sains, yang diantaranya astronomi, tidak lain merupakan warisan kolektif berbagai peradaban yang pernah ada di permukaan bumi ini.

Ia merupakan akumulasi dari banyak sentuhan kebudayaan dan tradisi yang tidak mungkin disematkan kepada satu komunitas tertentu. Karena itu, adanya jaringan kerjasama internasional untuk kajian bidang ini akan mempercepat secara tepat pengeksplorasian khazanah astronomi Islam yang telah lama tersimpan ini. Menuju dan merealisasikan hal ini tentu tidak mudah, diperlukan rencana besar, rancangan besar, dan tentu saja biaya yang besar. Wallahu a’lam.

Medan, 27 Jumadi Akhir 1438/26 Maret 2017

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar

Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU

Sumber Foto : Dokumen Museum Astronomi Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar