Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Senin, 30 Juli 2018

kampung herbal genteng candirejo surabaya

1. DO’A KETIKA BEROBAT/ MINUM OBAT

BISMILLAHI ALLAHUMMA INNI A’UDZUBIKA MIN SYARRI WAJ’II HADZAA

Dengan namaMu ya Allah, aku berlindung dari kejahatan penyakitku ini.

2. DO’A MAKAN BERSAMA ORANG SAKIT

LABA’SA THOHUURUN INSYAA – ALLAH

Biarlah kesucian itu ada pada kami, jika Tuhan menghendaki.

3. Doa menjenguk orang sakit

اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذهِبِ البَأسَ اشفِ أَنتَ الشَّافِيء لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاوءُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Allaahumma rabban naasi Adzhibil ba’sa Isyfi Antasy syaafi’ Laa syifaa’a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughaadiru saqaman


Artinya : Wahai Allah Tuhan manusia, Hilangkanlah rasa sakit ini, Sembuhkanlah. Engkaulah Yang Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan komplikasi rasa sakit dan penyakit lain.

klik pengobatan tradisonal

Kampung Genteng Candirejo Sering Jadi Jujukan Tamu Asing

METRO 05/12/2016, 21:20 WIB 

klik jawa pos





KAMPUNG Genteng Candirejo RT 2, RW 8, Kelurahan Genteng, menyabet penghargaan Best of the Best Kategori Jawara.

Itu adalah kategori tertinggi dalam lomba kebersihan lingkungan yang diadakan sejak 2005 tersebut. Tidak berlebihan jika gelar itu disandang kampung tersebut.

Tidak percaya? Coba saja datang ke sana. Pintu masuk kampung ditandai dengan gerbang bertulisan Kampung Wisata Sampah Mandiri. Dari gerbang itu terlihat lorong hijau.

Pohon belimbing wuluh paling banyak dijumpai. Sebab, kampung tersebut dikenal dengan olahan belimbing wuluh.

Ketua RT 2, RW 8, Syahri mengajak Jawa Pos berkeliling kampung. Namun, dia enggan membicarakan tentang penghijauan, kebersihan, atau kesehatan.

Sebab, tahapan tersebut sudah dilalui. Tugasnya kini adalah menjadikan Candirejo sebagai kampung mandiri.

’’Ibarat SGC itu sekolah, kita ini sudah lulus,’’ kata pria yang juga menjadi fasilitator kelurahan (faskel) Genteng tersebut.

Terdapat tujuh pilar program di Candirejo. Syahri lalu mengambil banner di kolong meja balai RT. Masing-masing pilar punya banner sendiri.

Mulai pilar lingkungan, sanitasi, ekonomi, nutrisi, pendidikan, teknologi informasi, hingga aman dan nyaman.

Pilar ekonomi menjadi yang terpenting. Warga diberdayakan dengan stimulan berdagang. Barang dagangan diambil dari tanaman yang dibudidayakan.

Otomatis cara itu membuat warga melakukan penghijauan. ’’Setelah ekonomi hidup, pilar lain berjalan dengan sendirinya,’’ jelas pria 44 tahun itu.

Terdapat 14 usaha kecil menengah (UKM) di kampung tersebut. Mereka memproduksi minuman dalam kemasan. Mulai sinom, serai, kunyit asam, susu kedelai, secang, hingga produk andalan minuman belimbing wuluh.

Produk-produk itu didistribusikan ke sejumlah sentra UKM. Salah satunya sentra UKM Siola yang tak jauh dari Kampung Candirejo.

UKM tidak hanya menjual barang dagangannya di sentra. Mereka juga menjualnya kepada wisatawan yang berkunjung. Produk-produk itu tertata rapi di lemari es balai RT.

Tempat tersebut menjadi jujukan pertama setiap wisatawan yang datang. Kebanyakan di antara mereka ingin mengetahui sekaligus belajar tentang pengelolaan kampung.

Mereka penasaran dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan keguyuban warga. Dari kunjungan wisatawan itu, omzet UKM meroket. Awalnya hanya Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta setiap bulan.

Seiring berjalannya waktu, omzet berlipat hingga Rp 3 juta per bulan. Warga yang menjadi wirausahawan semakin giat melakukan penghijauan. Sebab, dibutuhkan bahan produksi lebih banyak.

Syahri mengatakan, kampungnya punya peraturan daerah (perda). Warga dilarang membeli tanaman. Sebagai gantinya, dibangun green house di tengah-tengah kampung.

Di sanalah semua tanaman dibudidayakan. Ada lima jenis tanaman. Yakni, tanaman hias, toga, tanaman lindung, tanaman produktif, dan sayur mayur untuk urban farming.

’’Tinggal mbatek, gowo moleh,’’ kata dia sambil menunjukkan pohon kedondong yang mulai berbuah.

Salah satu yang dikembangkan saat ini adalah padi. Karena baru ditanam, padi itu masih berbentuk tunas.

Padi-padi tersebut diletakkan di wadah pot semen. Tujuan penanaman jelas bukan untuk kebutuhan dapur. Melainkan untuk edukasi. 

’’Karena anak-anak itu ngertinya beras. Kalau ditanam seperti ini, mereka bisa mengamati prosesnya sejak masih berupa padi,’’ jelas pria asal Lamongan itu.

Selain tanaman, terdapat kolam ikan di kampung tersebut. Gemericik airnya menghilangkan suara ingar-bingar kendaraan. Di ujung kampung, belakang musala, di sanalah letak kolam produktif tersebut.

Tak terhitung berapa ikan nila yang ada. Yang jelas, ikan itu siap panen. Usianya sudah tiga bulan. Gemuk-gemuk. Warga bergantian memberi makan.

Ikan-ikan itu tidak dijual, melainkan dibagikan ke setiap rumah. Setelah dikuras, kolam diisi dengan bibit nila yang baru. Tanpa disadari, kolam tersebut menyatukan warga kampung.

Mereka lebih peduli pada lingkungan. Itu menjadi simbol saling berbagi. Apa yang ditanam bersama akan dinikmati bersama.

Ada pula kolam hias yang berisi ikan koi. Satu milik warga, satu lagi ada di balai RT. Kolam itu terlihat bersih. Sebab, karang taruna aktif membersihkannya.

’’Kita beri tanggung jawab karang taruna untuk menjaga kampung ini,’’ kata dia. Candirejo menjadi jujukan peserta UN Habitat Juli lalu.

Ada 193 negara yang ikut saat Surabaya menjadi tuan rumah dunia yang membahas tentang permukiman tersebut. Namanya sudah dikenal dunia.

Awal 2017 sudah ada 30 wisatawan asal Austria yang berniat tinggal selama sebulan di Candirejo. ’’Nanti tidurnya di rumah-rumah warga,’’ kata Syahri. (sal/c7/oni)

Kampung Genteng Candirejo, Sentra UKM Penghasil Minuman Herbal Kelas Nasional
Selasa, 7 Maret 2017 23:24

Penulis: Bobby Constantine Koloway
Editor: Eben Haezer Panca

klik koran surya


Berada di kawasan perkampungan, tak membuat warga RT 2 RW 3 Genteng Candirejo, Surabaya, berpangku tangan.

Kampung yang berada dekat dengan pasar Genteng tersebut pun justru berubah menjadi industri rumahan penghasil minuman herbal yang memiliki pasar tingkat nasional.

Hingga saat ini, total ada 14 UD (Usaha Dagang) yang beroperasi di bawah naungan UKM Gencar (Genting Candirejo) Mandiri.

Keempat belas UD tersebut juga dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Mayoritas dari mereka mempunyai produksi yang sama, yakni minuman herbal.

Salah satu penggiat ukm di kampung ini, Wiwik Sri Hayati, menceritakan cikal bakal adanya produksi minuman herbal di tempat tinggalnya.

Berdasarkan ceritanya, ide ini berawal dari lomba kebersihan yang diadakan oleh pemerintah kota Surabaya pada tahun 2007 silam.

Saat itu, ia dan warga lainnya sepakat untuk menanam tanaman herbal di kampungnya. Tiap rumahnya diwajibkan untuk menanam lima jenis tumbuhan "siap pakai".

"Misalnya saja belimbing wuluh, pandan, dan daun sirih. Itu kan bisa buat bumbu masakan juga," ujarnya kepada Surya, Senin (6/3/2017).

Dari sana, beberapa buah pun akhirnya melimpah. Agar tak terbuang percuma, akhirnya dimanfaatkanlah buah tersebut menjadi produk minuman dan makanan.

"Pada tahun 2009 kami membuat kelompok tani. Kemudian, pada tahun 2010, kami mendapatkan bantuan dari LSM untuk mengembangkan usaha tersebut," lanjutnya

Dari program tersebut, produk minuman yang dihasilkan oleh warga di kampung ini ternyata cukup diminati masyarakat. Selain dipesan oleh beberapa pihak, ia juga kerap kali memenangi kontes UMKM baik di lingkup regional Jatim hingga nasional.

Pada tahun 2012, ia akhirnya membuat UD dengan produk yang ia kenalkan dengan nama Kendi 42. Kendi berasal dari tempat minuman dan 42 merujuk pada nomor rumahnya.

Usaha tersebut ternyata mendapat apresiasi dari pasar. Pesatnya pertumbuhan permintaan membuat warga sekitar tergiur akan keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini. Tak pelak, banyak tetangganya yang juga ikut meproduksi minuman serupa. Hingga akhirnya mencapai 14 UD.

Menariknya, keempatbelas UD tersebut mayoritas menggunakan nama anak si pemilik usaha sebagai nama labelnya. Mulai dari Reza, Diva, Vinsa, hingga Arel. Namun, ada pula yang bernama unik seperti Gentong dan Eco29.

Tiap UD tersebut bisa menghasilkan varian minuman aneka rasa. Misalnysa saja UD milik Wiwik yang menyiapkan 16 olahan minuman dan olahan sambal. Mulai dari jeruk kemangi selasih, sari belimbing wuluh, hingga saos belimbing wuluh.

Tiap harinya, ia bisa memasok puluhan botol ke empat gerai UMKM di Surabaya. Dari sana, ia bisa meraup omset hingga jutaan rupiah perbulannya. Bahkan, tak hanya pembeli lokal, beberapa kali ia juga mendapat pesanan dari luar Jatim bahkan turis mancanegara.

Wiwik juga mengaku kerap mengikuti pameran dengan mewakili kota Surabaya. Terbaru, ia berhasil masuk 20 besar produk UKM terbaik di tingkat nasional pada pameran di Denpasar, Bali. Lalu, pada 8/3/2017 mendatang, ia juga akan kembali mengadakan pameran di Jakarta.

"Dalam pameran itu, saya mendapat pesanan sekitar 200 botol," ujarnya.

Selain memberikan peningkatan pendapatan bagi warga sekitar, banyaknya bahan baku berupa buah-buahan hingga tanaman obat di kampung ini yang juga membuat suasana makin terlihat hijau. Tak mengherankan, apabila kawasan ini kerap memenagkan kontes kebersihan kampung di level regional maupun nasional.

"Kami pernah kedatangan bupati dari beberapa daerah untuk sekadar studi banding," pungkasnya.

Data dan Fakta Kampung Genteng Candirejo

Tentang Genteng Candirejo

Jumlah penduduk: 162 orang

Kelebihan:
- Memiliki 14 UKM Minuman dan Makanan
- Memiliki Taman Baca Masyarakat (TBM)
- Memiliki TBM yang Dilengkapi perpustakaan digital
- Memilikii Sistem Pengelolaan air limbah sebagai tempat pembudidayaan ikan (Pandora)

Prestasi:
- Best of The Best Green and Clean Kota Surabaya tahun 2016
- Best of The Best Kampung Literasi tahun 2016
- Fasilitator Terbaik tahun 2016
- Pendukung Kelancaran dan Kesuksesan Penyelenggaraan UN Habitat 2016

Kampung Genteng, Wisata Eco Tourism Andalan Surabaya

Jumat, 15 Juli 2016 22:29 WIB

klik tempo

TEMPO.CO, Surabaya- Perkampungan di Kota Surabaya terus berbenah menjelang pelaksanaan konferensi perkotaan PBB atau Preparatory Committe (Prepcom) III for UN Habitat yang akan digelar pada 25-27 Juli 2016 mendatang. Sebab, salah satu tujuan yang bakal dikunjungi oleh ribuan peserta adalah perkampungan di Kota Surabaya.

Salah satu kampung yang akan menjadi jujugan adalah Kampung Genteng yang terletak di Jalan Genteng Candirejo RT 03 RW 08 Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya. Kampung ini seakan menjadi sebuah obyek wisata lingkungan alternatif, sehingga dikenal dengan julukan Kampung Eco Tourism.

Sekitar 55 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di kampung ini bergotong-royong menanami lingkungannya dengan beragam tanaman hias. Rumah-rumah bergaya arsitektur kolonial di kampung wisata ini menghadirkan nuansa klasik dan eksotis. Uniknya, di depan rumah warga ditempeli berbagai jenis jargon untuk memberi semangat kepada warga akan arti penting menjaga lingkungan. Tulisan kreatif tersebut misalnya ‘tepung roti wadahe coklat, kampung bersih wargane sehat’ dan slogan-slogan lain.

Kampung wisata Genteng itu terhimpit oleh bangunan pemukiman yang cukup padat. Namun, jalan paving di sepanjang kampung itu sangat bersih dan asri. Udaranya selalu sejuk karena rindang pepohonan yang mengitari sepanjang jalan itu. Berada di kampung itu, tak akan pernah merasa bosan karena pemandangannya sangat beragam.

Ketua RT 2 RW 8 Kelurahan Genteng, Syahri, mengatakan kampungnya itu juga terkenal dengan kampung sampah mandiri. Sebab, warganya melakukan pemilahan sampah secara teratur, beberapa sampah didaur ulang, sementara lainnya dijual. Hasil daur ulang dijadikan berbagai macam kerajinan seperti tas, bunga kering, dan lain sebagainya. “Kampung ini juga memiliki fasilitas seperti pompa air di lima titik dan sumur biopori sebanyak 47 titik,” kata Syahri kepada Tempo ditemui disela-sela menerima Media Field Visit, Jumat, 15 Juli 2016.

Selain itu, kata Syahri, warganya sudah memiliki bank sampah masing-masing, sehingga dari bank sampah itu bisa dijadikan kompos yang bisa dimanfaatkan kembali untuk tanaman di kampung itu. “Dari 55 KK, sudah ada 40 KK yang memiliki bank sampah sendiri. Ini masih akan kami kembangkan supaya semuanya punya bank sampah,” katanya.

Menurut Syahri, kampungnya itu juga terkenal dengan kampung olahan herbal, karena bisa menghasilkan olahan herbal sendiri, seperti Jahe Secang, Sinom beras kencur, temu lawak, jus belimbing, sirup belimbing, selai, dan manisan. “Jadi, usaha ini sudah lama, bukan karena untuk menyambut prepcom ini,” tuturnya.

Sedangkan untuk menyambut prepcom 3 UN Habitat, pihaknya hanya mengecat kembali warna-warni paving yang sudah kusam sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, ia memastikan tidak ada persiapan khusus untuk menyambut ribuan tamu yang akan datang ke Surabaya itu. “Tidak ada persiapan khusus, karena ini alami dan sudah lama seperti ini,” ujarnya.

Sementara itu, bagian publikasi Kementrian PUPR Diana Kumuastuti mengatakan ada 14 kampung yang nantinya akan dikunjungi para peserta Prepcom 3. Menurut Diana, keberadaan kampung-kampung di Surabaya yang hijau, punya ruang terbuka hijau dan masyarakat nya telah mampu mengelola sampah secara mandiri, menjadi bukti Surabaya sejatinya telah menerapkan beberapa poin penting yang akan dibahas dalam agenda Prepcom3. “Ini menjadi kesempatan memperlihatkan kampung-kampung di Surabaya yang berhasil,” kata dia.

Secara lebih umum, kata dia, agenda Prepcom 3 ini akan menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa di Indonesia ada kota yang telah berhasil menciptakan lingkungan yang green and clean serta masyarakatnya berdaya, yaitu Kota Surabaya.

MOHAMMAD SYARRAFAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar