puri gentan asri 2 blok A nomor 16, gentan, sukoharjo, surakarta
Bu Nurhayati : 0811-2643-818
klik peepis
Bu Nurhayati : 0811-2643-818
klik peepis
Haji Muchjidin, Penggagas Kantong Urine bagi CJH
Terinspirasi Jamaah Haji yang Antre Kencing
Laporan Nanda Putu Dermawanti, Surabaya
6/09/14, 03:50 WIB
klik jawapos
Buang air kecil bagi jamaah haji bisa jadi perkara besar. Sebab, meski pemerintah Arab Saudi terus meningkatkan fasilitas bagi para tamu Allah, itu tetap saja terbatas untuk jutaan umat. Salah satunya fasilitas buang air kecil. Nah, H Muchjidin menawarkan solusinya.
KANTONG urine berjejer rapi di Toko Pusat Riyal di area Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. Di antara beragam produk kebutuhan jamaah haji, kantong urine bernama Peepis itu yang paling banyak menarik perhatian pengunjung.
Kantong urine tersebut memang termasuk pendatang baru. Pembuatnya adalah H Muchjidin. Laki-laki kelahiran Bandung, 2 Maret 1966, itu mendapat ide dari keluhan seorang ibu yang takut berangkat haji pada 2012. ”Ibu itu sakit diabetes. Sering kencing dan beser sehingga dia sangat khawatir,” ujar Muchjidin.
Kekhawatirannya meningkat ketika dia mendengar cerita seram dari kawannya yang telah berhaji. Konon, buang air kecil di Arafah sangat sulit. Perbandingannya 1:250. Antreannya bisa menghabiskan waktu sekitar satu jam.
Menurut Muchjidin, buang air kecil merupakan hal yang tidak bisa dianggap sepele. Hal itu sangat manusiawi bagi manusia. ”Kalau Arafah dikencingi semua orang, lak dadi kolam renang,” canda Muchjidin sambil terkekeh.
Selain itu, jika orang-orang buang air kecil sembarangan, akan timbul bau yang tidak sedap. Akhirnya, Muchjidin berpikir cara agar jamaah haji dapat buang air kecil dengan nyaman.
Untuk membuat Peepis, Muchjidin membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Sebelumnya, Muchjidin mencari informasi cara membuat kantong urine yang tidak berbau. Resepnya didapat dari seorang ahli kimia.
Dia menyarankan agar menggunakan formula yang telah digunakan di Eropa yang membuat air seni bisa berubah menjadi gel.
Caranya, di dalam kantong urine itu terdapat tepung yang berfungsi membuat cairan menjadi gel yang tidak berbau. ”Di Indonesia tepung itu belum ada. Hanya ada di Eropa,” papar Muchjidin saat ditemui di asrama haji kemarin (4/9).
Dengan formula tersebut, memang harga kantong urine relatif mahal. Satu bungkus yang berisi lima kantong urine dibanderol Rp 110 ribu.
Cara penggunaan kantong urine itu sangat mudah. Cukup buang air seni di dalam kantong urine tersebut, beberapa menit kemudian, air kencing berubah menjadi gel dan tidak berbau.
Namun, dalam waktu 10 hari, gel tersebut akan kembali menjadi air. Peepis dapat menampung 350 mililiter air.
Muchjidin menambahkan, gel tersebut bisa menjadi kompos yang baik untuk tanaman. Sebab, air seni manusia bisa menjadi pupuk sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Kantong urine hasil kreasi Muchjidin itu dibagi menjadi dua jenis. Yaitu, untuk laki-laki dan perempuan.
Untuk perempuan, gabus di atasnya dibuat melengkung agar kaum hawa lebih mudah pipis dan air seninya tidak ke mana-mana. Dalam kantong tersebut juga tersedia tisu yang berguna untuk membersihkan setelah pipis. Bagi perempuan yang malu untuk pipis, cukup ditutupi dengan sarung. ”Nanti minta tolong temannya buat ditutupi pakai sarung,” ujarnya.
Produk tersebut pernah diuji coba dan pada 2012 dan mendapat apresiasi dari Menteri Agama Suryadharma Ali serta Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Anggito Abimanyu.
Peepis dinobatkan sebagai inovasi pelayanan terbaik dan diminta untuk siap-siap diproduksi secara masal. ”Dirjen haji bingung kok sampai ada aktivis haji yang mikirin kencing jamaah,’’ kata Muchjidin, menirukan Anggito lantas tertawa.
Sebab, sebagian besar pelayanan haji hanya memikirkan keberangkatan jamaah daripada masalah buang air kecil. Saat ini ada delapan asrama haji di Indonesia yang menggunakan Peepis. Yaitu, Palembang, Makassar, Surabaya, Padang, Bekasi, Lampung, Pondok Gede, dan Mataram.
Selain untuk jamaah haji, Peepis bisa dimanfaatkan dalam kondisi darurat. Misalnya, bencana alam, terjebak macet, dan saat mendaki gunung.
Laki-laki yang mengelola Toko Pusat Riyal itu menceritakan bahwa dirinya pernah mendengarkan radio dan ada keluhan pemudik yang terjebak macet enam jam. Saat itu si pemudik terjebak macet di area seperti hutan sehingga jauh dari rumah warga. ”Waktu itu saat musim mudik Lebaran. Ibu itu bingung cari solusi mau kencing di mana,” imbuh Muchjidin.
Hingga saat ini, kata Muchjidin, sudah ada 100.000 jamaah yang membeli Peepis. Dalam satu hari, dia meraup omzet sekitar Rp 15 juta. Dia berencana memproduksi Peepis hingga luar negeri. ”Tahun depan mau merambah ke Malaysia. Saudi Arabia juga sangat berminat untuk dikirimi,” urainya.
Produk yang dihasilkan Muchjidin bukan hanya kantong urine. Dia juga membuat corong pipis untuk perempuan. Alat itu berfungsi untuk membantu buang air kecil kaum hawa sehingga airnya tidak berceceran jika kencing berdiri.
Ke depan, dia juga ingin meluncurkan kamar mandi portabel. Inovasi itu didesain sederhana sehingga bisa dibawa ke mana-mana. Fungsinya lebih lengkap daripada Peepis. Kamar mandi portabel bisa digunakan untuk buang air besar dan buang air kecil tanpa bau.
Untuk membukanya, hanya dibutuhkan waktu sekitar lima menit. ”Sekarang sudah dalam tahap pembuatan. Mungkin tahun depan baru diluncurkan,” ujarnya.
Berbagai inovasi tersebut diterima dengan tangan terbuka oleh jamaah haji. Salah seorang di antaranya M. Sabikul Khoirot. Dia membelinya untuk jaga-jaga jika harus antre panjang saat ke toilet.
Begitu pula Nur Khasanah. Perempuan asal Jombang tersebut membeli kantong urine untuk mengantisipasi antrean di Tanah Suci. ”Saya membayangkan banyak orang yang antre, toilet jauh, jadi beli buat persediaan,” tuturnya. Urusan buang air kecil memang tidak bisa dipandang remeh. Maka, tidak heran, karya Muchjidin diminati banyak orang. (c6/ib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar