Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Rabu, 18 Juli 2018

Pupuk Organik Hayati

swasembada pupuk menunjang swasembada pangan nasional 

Puslit Bioteknologi LIPI

Jalan Raya Bogor KM.46, Kel. Nanggewer Mekar, Kec. Cibinong, Cibinong, Bogor 16911

Telp : (021) 8754587 atau (021) 87905152

Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan.


Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan.

Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K).

Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.

Efisiensi penggunaan pupuk saat ini sudah menjadi suatu keharusan, karena industri pupuk kimia yang berjumlah enam buah telah beroperasi pada kapasitas penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994 hingga saat ini belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, diperkirakan beberapa tahun mendatang Indonesia terpaksa makin banyak mengimpor pupuk kimia. Upaya peningkatan efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri pupuk organik mempunyai prospek yang cerah dan menawarkan beberapa keuntungan, baik bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian nasional.

Upaya pembangunan pertanian yang terencana dan terarah yang dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat memberatkan petani, lebih-lebih dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk dan penyesuaian harga jual gabah yang tidak berimbang.

Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.

Industri pupuk organik saat ini mulai tumbuh dan berkembang, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang pupuk organik cukup banyak bermunculan, antara lain seperti ; PT Trimitra Buanawahana Perkasa yang bekerjasama dengan PT Trihantoro Utama bersama Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi yang saat ini akan mengolah sampah kota DKI Jakarta, PT Multi Kapital Sejati Mandiri yang bekerjasama dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Pemda Kabupaten Brebes Jawa Tengah yang mengolah sampah kota dan limbah perdesaan. PT PUSRI selain memproduksi pupuk kimia, saat ini bersama PT Trihantoro Utama dan Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta juga memproduksi pupuk organik. Sampah dan limbah organik diolah dengan menggunakan teknologi modern dengan penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk organik yang berkualitas.

Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia). Lebih lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.

Beberapa hasil penelitian di daerah Pati, Lampung, Magetan, Banyumas, organik terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk urea hingga 100 persen, TSP/SP36 hingga 50 persen, kapur pertanian hingga 50 persen. Biaya yang dihemat mencapai Rp. 50.000/ha, sedangkan produksi kedelai meningkat antara 2,45 hingga 57,48 persen. Keuntungan yang diperoleh petani kedelai naik rata-rata p. 292.000/ha, terdiri dari penghematan biaya pemupukan sebesar Rp. 50.000/ha, dan kenaikan produksi senilai Rp. 242.000/ha (Saraswati et al., 1998).

Aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan separuh takaran dosis standar pupuk kimia (anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan. Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung, dan padi) juga menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya pupuk, juga dapat meningkatkan produksi khususnya untuk dosis 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik (Goenadi et. al., 1998). Pada kombinasi 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar 20,73 persen untuk tanaman kentang ; 23,01 persen untuk jagung ; dan 17,56 persen untuk padi. Produksi meningkat masing-masing 6,94 persen untuk kentang, 10,98 persen untuk jagung, dan 25,10 persen untuk padi. Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi biaya produksi sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya produksi.

Dengan adanya diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka prospek pengembangan industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan sehingga lahan pekerjaan baru akan semakin luas.







POH LIPI Tingkatkan Produksi Pertanian dan Penyediaan Pangan Bergizi 

21 May 2018 

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan teknologi pupuk organik hayati (POH) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menyasar berbagai wilayah di Indonesia. Teknologi produksi dan aplikasi POH telah disosialisasikan, didesiminasikan, dan dipraktikan kepada sekitar 6.000 masyarakat petani di sekitar 70 pemerintah kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Lalu, produksi pupuk ini sendiri telah mencapai sejumlah 14.000 liter dengan potensi aplikasi kepada lahan seluas 600 hektar dalam satu musim. Untuk mengulas lebih lanjut tentang pengembangan dan aplikasi POH ini ke depan, LIPI menyelenggarakan Media Briefing “POH LIPI untuk Penyediaan Bahan Pangan Bergizi dan Berkelanjutan” pada 21 Mei 2018 di Media Center LIPI Pusat Jakarta.
Jakarta, 21 Mei 2018. POH LIPI merupakan pupuk non axenic kultur Rizo-mikroba Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) yang memiliki multi biokatalis dalam menyediakan Nitrogen, Phosfat, Kalium (NPK), zat pengatur tumbuh, dan asam-asam organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi tanaman dan kesehatan tanah. “Formula POH berbasis bahan atau substrat organik lokal yang mudah didapat masyarakat dengan harga terjangkau. Bahan-bahan pembuatan pupuk tersebut, antara lain tauge, gula merah, molase, air kelapa muda, agar-agar, tepung jagung, dan tepung ikan,” ujar Sarjiya Antonius, peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Dikatakan Anton, manfaat utama POH LIPI adalah meningkatkan produksi pertanian secara signifikan. Lalu, tanaman yang menggunakan POH lebih tahan hama penyakit dan meningkatkan kualitas biokimia tanah pertanian. “Penggunaan POH juga mampu mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia 30-50 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anton menyebutkan bahwa teknologi produksi dan aplikasi POH telah diadopsi secara resmi oleh Kabupaten Malinau, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bangka, dan Kabupaten Sangihe. Selain itu, juga telah diproduksi secara rutin dan mandiri di berbagai kelompok tani dan praktisi di berbagai wilayah Indonesia lainnya. “Teknologi POH telah dilisensikan secara non eksklusif kepada dua perusahaan POH swasta dan dua perusahaan start up POH,” katanya.
Anton berharap penggunaan pupuk POH yang telah menyebarluas ke masyarakat lewat diseminasi atau sosialisasi lainnya mampu mengubah pola pikir petani akan ketergantungan penggunaan pupuk kimia dan mendorong untuk beralih ke pupuk organik. Dengan penggunaan pupuk organik hayati, maka keberlangsungan kesuburan lahan pertanian di masa depan dapat terjaga dengan baik.
Di sisi lain, dia menuturkan, penggunaan POH selain meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan, juga berdampak ke sosial dan ekonomi kerakyatan masyarakat. Penggunaan pupuk itu mampu menekan biaya produksi, membuat produk pangan lebih bergizi, tidak mencemari lingkungan, serta tetap menjaga kesehatan dan kesuburan tanah. “Hasil akhirnya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian sehingga mendorong kenaikan penghasilan petani dan menjaga kestabilan produksi pangan nasional,” tutup Anton.
Sementara itu perlu diketahui, penyelenggaraan media briefing kali ini masih terkait dengan kegiatan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI yang akan diselenggarakan pada 3-4 Juli 2018 mendatang. WNPG merupakan forum lintas pemangku kepentingan yang dapat berperan secara strategis dalam upaya mempertemukan dan menyinkronisasikan berbagai program dan kebijakan pangan dan gizi untuk percepatan penurunan angka stunting di Indonesia. Ada lima topik sebagai bahasan utama kegiatan tersebut, yakni Pelayanan Gizi Masyarakat, Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam, Peningkatan Penjaminan Keamanan dan Mutu Pangan, Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Koordinasi Pembangunan Pangan dan Gizi.

Keterangan Lebih Lanjut: 

1. Dr.rer.nat. Sarjiya Antonius (Peneliti Pusat Penelitian Biologi  LIPI)
2. Dwie Irmawaty Gultom, Ph.D. (Kepala Bagian Humas, Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI)

Sumber: Pusat Penelitian Biologi
Penulis: lyr
Editor: dig

Siaran Pers ini disiapkan oleh Humas LIPI

Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI diolah dari Pusat Penelitian Biologi LIPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar