Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Jumat, 26 Oktober 2018

astrolabe acrylic


Lihat postingan ini di Instagram
Sebuah kiriman dibagikan oleh Mutoha Arkanuddin (@mutoha) pada

klik Google drive




Multi Media Creation (MMC)

Jl. Affandi Soropadan CC XII/4 Condongcatur Depok Sleman
Yogyakarta - Indonesia 55283
Telp (0274) 552630

HP. 0812-2743-082

Fax: (0274) 552630

klik tokopedia

Astrolabe adalah instrumen astronomi kuno yang digunakan para astronom, navigator, dan astrolog pada era klasik.

Astrolabe banyak dipakai untuk menentukan lokasi dan mempreduksi posisi matahari, bulan, planet, dan bintang; menentukan waktu lokal, mengetahui letak bujur dan letak lintang; survei serta triangulasi.

Pada era Islam abad pertengahan, astrolab terutama digunakan untuk mempelajari astronomi, navigasi, survei, penentu waktu, salat, serta menentukan arah kiblat. Astrolog dari Eropa menggunakan astrolab untuk horoskop. Alat yang memiliki 1001 fungsi ini baik sebagai alat hitung, alat ukur maupun tabel astronomi.

Alat ini diproduksi oleh RHI Instruments. Kami mengembangjan Astrolabe Modern yang dilengkapi berbagai fitur tambahan diantaranya tabel analog Equation of Time, Deklinasi Matahari termasuk juga fitur-fitur umum yang dimiliki oleh sebuah astrolabe diantarnya Fungsi Rubuk al Mujayyab, Fungsi Jadwal Shalat, Arah Kiblat, Fungsi Pengukuran Posisi Bintang dan Matahari.

Alat ini terdiri dari 2 sisi dalam pemakaian. Alat ini terbuat dari acrilic dengan teknik potong menggunakan laser serta teknik cetak langsung di atas material.

Memerlukan pemesanan terlebih dahulu karena harus disesuaikan dengan Lintang dan Bujur Kota.dan Petunjuk Pemakaian serta CD terkait Astrolabe yang berisi buku-buku dan gambar tentang astrolabe. Lama pemesanan maksimal 1 minggu.

baca juga

klik http://www.1001inventions.com/astrolabes

klik https://web.facebook.com/1001inventions/posts/1-million-for-rare-astrolabe-from-muslim-civilisation-one-of-only-three-known-sp/10154032703744895/

klik https://en.wikipedia.org/wiki/Mohammed_al-Rudani

klik http://muslimheritage.com/article/al-khalili-spherical-astronomy

klik http://muslimheritage.com/article/overview-muslim-astronomers

klik https://surabayarumahkusurgaku.blogspot.com/2018/07/tarikh-islam.html?m=1

klik https//surabayarumahkusurgaku.blogspot.com/2018/05/islamic-museum-thornbury-victoria.html?m=1

Astrolabe (al-Usthurlâb): Instrumen Astronomi Populer dalam Peradaban Islam

Atrolabe adalah perkakas astronomi kuno yang biasa digunakan untuk menerjemahkan fenomena langit. Dalam bahasa Arab alat ini disebut ‘al-usthurlâb’. Al-Khawarizmi (w. 387 H) dalam ‘MafâtĂ®h al-‘UlĂ»m’nya mendefinisikan alat ini sebagai “miqyâs an-nujum” yaitu pengukur bintang, berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘astrolabio’.

‘Astro’ berarti bintang dan ‘labio’ berarti pengintai atau pengukur (mir’ah) [al-Khawarizmi, 2004: 232]. Sementara Hajji Khalifah (w. 1068 H) dalam ‘Kasyf azh-ZhunĂ»n’nya menjelaskan secara lebih detail pengertian dan fungsi astrolabe.

Menurutnya, astrolabe adalah ilmu yang mengkaji tentang tata cara untuk mengetahui posisi bintang-bintang secara lebih mudah dan teliti, antara lain mengetahui ketinggian, terbit-tenggelam matahari, mengetahui zenit kiblat, mengetahui lintang tempat, dan lain-lain [Hajji Khalifah, t.t.: 106].

Astrolabe terdiri dari lempengan (piringan) 360 derajat yang menggambarkan posisi benda-benda langit dengan skala angka-angka derajat tertentu. Alat ini berbentuk bulat yang menggambarkan bola langit yang terdiri dari garis atau skala yang menunjukkan posisi bintang-bintang dan atau benda-benda langit. Astrolabe dapat dikatakan sebagai induk instrumen astronomi.

Keunggulan alat ini adalah dapat digunakan secara cepat dan detail tanpa memerlukan perhitungan yang rumit. Namun demikian untuk memahami seluk-beluk alat ini dibutuhkan pengetahuan dasar matematika yang memadai.
Bila ditelaah dalam asal-usulnya, astrolabe sesungguhnya berasal dari peradaban Yunani. Hiparchus (abad 2 SM) diduga pernah mengkaji alat ini. Ptolemeus sendiri dalam karyanya “Tasthih al-Kurrah” telah mengemukakan karakteristik alat ini [Roch- Henri, t.t.: 241].

Dalam peradaban Islam, astrolabe dimodifikasi lebih baik, dalam waktu berabad-abad alat ini menjadi satu disiplin ilmu mapan yang terus dipelajari dan di praktikkan. An-Nadim (w. 388 H) menuturkan, muslim pertama yang membuat alat astronomi astrolabe adalah Ibrahim al-Fazzari (w. ± 180 H) [an-Nadim, t.t.: 374]. Al-Biruni (w. 440 H) juga tercatat pernah menggunakan astrolabe mekanik untuk menentukan kalender bulan-matahari.

Al-Biruni memiliki satu karya monumental tentang alat ini berjudul “Isti’ab al-Wujuh al-Mumkinah fi Shan’ah al-Usthurlab“.
Astrolabe yang menggambarkan posisi dan komposisi langit terdiri dari banyak instrumen bagian, yaitu: al-halqah atau al-‘ulâqah yaitu tempat digantungkannya astrolabe.

Al-‘urwah yaitu bagian yang menghubungkan al-halqah dengan al-Kursy (al-Kursy adalah bagian antara al-‘urwah dan dinding astrolabe).

Umm al-usthurlâb yaitu dinding lempengan yang berlubang di titik pusatnya yang menghubungkan lempengan astrolabe. Bulatan lempengan ini diliputi lingkaran rilief (bârizah) yang terbagi dalam empat persegi dengan skala derajat, serta didalamnya terdapat ukiran (pahatan) berbentuk setengah lingkaran yang terbagi kepada 12 bagian [Donald R. Hill : 77].

Ash-shafĂ®hah atau ash-shafâ’ih yaitu lempengan logam bulat berlubang dan rekah disekitarnya serta sedikit menjorok. Pada bagian ash-shafĂ®hah terdapat proyeksi garis lintang pengamat yang menunjukkan titik zenit, meridian, busur lingkaran ketinggian ufuk, serta garis zenit langit dari titik pengamat. Pada bagian pusat ash-shafĂ®hah ini juga terdapat lingkaran peredaran rasi Cancer dan Capricornus.

Al-‘ankabut atau asy-syabkah yaitu jaring berlubang dan sedikit menonjol yang memiliki ruang untuk bergerak yang berguna menentukan posisi benda langit. Al-‘ankabut (asy-syabkah) disebut juga peta bintang diantaranya untuk mengetahui Right Accention (mathla’ al-mustaqĂ®m) dan deklinasi (al-mail).

Al-‘udhâh atau al-mistharah yaitu tangkai untuk menggerakkan bagian depan astrolabe yang berfungsi mengukur sudut dan ketinggian matahari pada siang hari dan bintang atau planet pada malam hari.

Al-mihwar yaitu kutub yang menyatu dengan shafâ’ih dan ‘ankabut yang berlubang di titik pusatnya. Al-fars atau al-hishân yaitu bagian dalam (tengah) astrolabe yang bersambung dengan kutub al-mihwar [Ishâmât al-Hadhârah: 94-95].

Astrolabe adalah alat astronomi dengan multi fungsi, beberapa fungsi penggunaan astrolabe ini antara lain:

(1) mengetahui zodiak tertentu serta skala peredarannya, 
(2) mengukur ketinggian matahari, 
(3) menentukan waktu-waktu salat, 
(4) mengetahui posisi planet yang tidak terlihat, 
(5) mengetahui zenit matahari pada siang hari dan planet-planet pada malam hari, (6) menentukan arah kiblat, 
(7) menentukan Lintang dan Bujur suatu tempat, 
(8) menentukan ketinggian suatu benda diantara dua tempat yang berbeda, 
(9) mengetahui posisi bulan pada zodiak tertentu, 
(10) mengetahui arah Timur dan Barat, dan lain-lain.

Seperti dikemukakan Donal R. Hill, beberapa naskah astrolabe tertua berbahasa Arab ditulis masing-masing oleh Masyaallah (w. ± 815 M), Ali b. Isa (w. 830 M) dan al-Khawarizmi (w. 387 H/835 M) [Hill: 75; Hitti, 2008: 469].

Beberapa literatur lain yang mengkaji alat ini dapat disebutkan antara lain:

1. “Risâlah KĂ»sy’yâr fĂ®l ‘Amal bil Usthurlâb”: Kusy-yar al-Jily (w. 350 H), 
2. “Nuzhah at Thullâb fĂ® ‘Ilmil Usthurlâb”: Umayyah b. Abdul Aziz al-Andalusi (w. 529 H), 
3. “Muhkamât al-Abwâb fĂ® Jumal ‘Ilmil Usthurlâb”: Ibn ar-Raqqam (w. 715 H), 
4. “Risâlah al Mizzy fĂ®l Usthurlâb”: al-Mizzy (w. 750 H),
5. “Risâlah Ibnus Syâthir fĂ® UshĂ»l ‘Ilmil Usthurlâb” Ibn Syathir (w. 777 H), 
6. “Bahjah at Thullâb fĂ®l ‘Amal bil Usthurlâb”: ar-Rawady (w. 1049 H), 
7. “Bughyah at Thullâb fĂ® ‘Ilmil Usthurlâb”: an-Nahaly (w. 1185 H), dan lain-lain.

Fakta membuktikan astronomi masuk ke Eropa diantaranya berkat kemasyhuran alat ini. Naskah karya Ptolemeus tentang astrolabe “Tasthih al-Kurrah” diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Herman Le Dalmathe, yaitu pada tahun 1143 M [Roch- Henri, t.t.: 241].

Pada abad yang sama (abad 12 M) Platon de Tivoli (sekitar tahun 1134) juga telah menerjemahkan literatur astrolabe karya Ibn Shaffar (w. 426/1035) “Tuhfah at Thullâb fĂ®l ‘Amal bil Usthurlâb” kedalam bahasa Latin.

Berikutnya lagi Jean de Seville (sekitar tahun 1135–1153 M) juga berhasil menerjemahkan karya Masyaallah.

Berikutnya lagi muncul berbagai penelitian yang masing-masing dilakukan oleh Adelard de Bath (sekitar tahun 1142 – 1146 M), Robert de Chester (1147 M), Raymond de Marseille (sebelum tahun 1141 M), dan peneliti-peneliti lainnya.

Sejatinya berbagai terjemahan dan penelitian yang dilakukan para peneliti Barat ini memberi informasi berharga tidak hanya bagi kalangan Barat namun juga bagi umat Islam. Secara fantastis lagi, universitas-universitas di Eropa dan Amerika menjadikan alat ini sebagai bahan kajian dan penelitian akademik. Namun hal yang sama tidak terjadi pada universitas-universitas di Asia-Afrika.

Cairo, 07 Ramadan 1433


Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar


Sumber Foto : Dokumen Museum Astronomi Islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar