21 SEPTEMBER 2016
klik reni dwi astuti
Dari data Kemenag RI tahun 2013 diperoleh data bahwa angka perceraian di Indonesia sangat mencengangkan sekaligus memilukan, yaitu terjadinya 350.000 kasus perceraian. Itu artinya dalam satu hari rata-rata terjadi hampir 1000 kasus perceraian, atau dalam satu jam hakim mengetok palu untuk 40 kasus perceraian.
Dengan angka yang fantastis itu memposisikan Indonesia pada ranking pertama se Asia Pasifik dalam hal tingginya perceraian. Ironis memang, di negara dengan mayoritas muslim terbesar justru tinggi pula angka perceraian.
Adapun alasan terbesar terjadinya perceraian di Indonesia karena adanya hambatan/masalah komunikasi antar pasangan. Begitu dasyatnya efek dari komunikasi yang tidak terbangun dengan baik.
Dalam pengasuhan dan pendidikan anak, komunikasi juga merupakan kunci yang dapat menciptakan hubungan yang kuat antara anak dan orangtua.
Dalam acara Kajian Parenting yang diselenggarakan oleh Komite Sekolah Islam Terpadu al Ummah pada tanggal 21 September 2016 bertempat di Masjid Islamic Center (MIC) Kompleks Al Ummah dan Al Ibrah, juga dipaparkan tentang “MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN ANAK”.
Acara yang dihadiri oleh para walimurid Sekolah Al Ummah dan Al Ibrah ini berlangsung dengan gayeng. Pemateri dari Surabaya yaitu Ustadzah Euis Kurniawati.
Dalam kesempatan ini, pemateri menyampaikan cara atau tips membangun komunikasi efektif dengan anak dalam 3 hal yang akan saya uraikan disini.
I. KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM MENYAMPAIKAN VALUE (NILAI KEBAIKAN, NILAI KEBENARAN)
Cara efektif untuk memasukkan value kepada anak bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
A. Dengan menyentuh bagian otak LOBUS INSULA (bagian otak yang terletak di dalam sulcus lateralis yang berhubungan dengan emosi. Caranya yaitu dengan teknik bercerita untuk anak usia dini. Pada umumnya anak balita senang sekali bila mendengarkan cerita. Pada saat bercerita inilah merupakan waktu yang efektif untuk menyampaikan value pada anak. Maka dari itu penting banget membacakan cerita pada anak sebelum tidur.
B. Dengan mengaktifkan bagian otak GANGLIA BASALIS (bagian otak yang bekerja karena faktor kerutinan dan kebiasaan yang pada akhirnya akan bekerja secara otomatis. Sebagai contoh, agar anak rajin sholat tanpa harus disuruh-suruh, maka kita sebagai orangtua harus membiasakan secara rutin, tegas dan disiplin agar anak melakukan sholat. Bisa jadi perlu waktu kurang lebih 3 bulan kita harus selalu mengingatkan. Lakukan ini berulang-ulang dan rutin. Tentunya tetap diimbangi dengan memberikan pemahaman tentang pentingnya sholat, alasan mengapa harus sholat dan akibat jika sebagai seorang muslim meninggalkan sholat. Tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Dan yang tak kalah pentingnya adalah membangun kecintaan terhadap aktivitas sholat lebih dahulu (bahwa sholat itu menyenangkan), baru kemudian menyuruh anak melakukan sholat.
C. Memperhatikan Golden Age
Pendapat “lama” mengatakan bahwa Golden Age berada pada usia 5 tahun pertama. Namun ada pendapat terbaru bahwa Golden Age berada pada rentang usia anak-anak sampai remaja. Yang membedakan adalah pada titik fokus golden age-nya, sebagai berikut:
0 - 7 tahun = fokus golden age pada fitrah keimanan
7 - 10 tahun = fokus golden age pada fitrah belajar
10 - 14 tahun= fokus golden age pada fitrah bakat
Dicontohkan ada kasus orangtua dengan 3 anak. Anak pertama hafal lebih dari 20 juz, anak ke-2 dan ke-3 telah hafal 30 juz. Tapi orangtua anak-anak tersebut masih merasa gagal menjadi orangtua karena untuk urusan sholat ke-3 nya masih disuruh-suruh. Orangtuanya menyadari bahwa dia telah gagal dalam pendidikan anaknya pada 7 tahun pertamanya artinya gagal dalam membangun fitrah keimanannya.
D. Menjelaskan dengan alasan yang logis.
Bila diminta memilih, pilih anak penurut atau anak taat?
Anak penurut adalah anak yang melakukan perintah karena rasa takut. Misalnya kita bilang ke anak, “Dik nonton TV-nya stop dulu, sudah saatnya belajar”.
Si anak penurut akan menuruti saja perintah orangtua saat itu, tapi ketika orangtua tidak ada di dekatnya, dia nyalakan lagi TV itu.
Lain dengan anak yang taat, dia akan tetap melakukan perintah dari orangtua meski orangtua tidak ada/tidak melihatnya, artinya anak bisa berkomitmen dengan aturan yang sudah dibuat.
Nah, agar anak taat, kita sebagai orangtua harus bisa memberikan penjelasan yang masuk akal mengapa sesuatu itu boleh atau tidak boleh.
E. Memasukkan value dengan kalimat tanya.
Misalnya anak kita sedang makan dengan tangan kiri. Mengetahui hal ini hendaknya kita jangan langsung berkata, “Adik, makannya pakai tangan kanan dong...”
Tapi gunakan dengan kalimat tanya, “Adik, makannya pakai tangan kanan atau tangan kiri?”
II. KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK MENGASAH INTELECTUAL CURIOSITY
Ada 2 cara yang bisa diterapkan, yaitu :
A. Menggunakan 7 kunci kata tanya
Biasakan mengajak anak berkomunikasi dengan 7 kunci kata tanya yaitu HOW, WHERE, WHAT, WHEN, WHO, WHY dan WICH ONE. Tujuannya adalah untuk mendongkrak rasa ingin tahunya tentang sesuatu. Ayah dan Bunda bisa saling bekerjasama menciptakan (mendesign) obrolan dengan menggunakan 7 kata kunci tersebut.
Untuk anak-anak usia 3-4 tahun jawaban yang diberikan oleh anak tidaklah terlalu penting tepat tidaknya karena yang terpenting adalah kita sebagai orangtua membentuk pola rasa ingin tahu pada otak anak.
B. Membentuk Pola Mencari Jawaban
Ketika anak bertanya tentang sesutau, janganlah sering-sering kita langsung memberikan jawabannya, tapi ajaklah anak mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan dibantu oleh orangtua. Misalnya ketikaanak bertanya, “Bunda mengapa sih pesawat bisa terbang?” Mendengar pertanyaan seperti itu sebaiknya janganlah langsung memberikan jawabannya. Tapi katakan seolah-olah tidak tahu, “Oh mengapa yaa...ayo kita cari tahu jawabannya bersama Bunda.” Lalu ajaklah anak mencari jawabannya di internet atau di buku. Intinya, bukan kita memberi informasi, tapi kita tumbuhkan keingintahuannya untuk mencari informasi.
C. Komunikasi yang Efektif dalam rangka Membangun Bonding
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Berbicaralah pada anak dengan posisi yang sejajar/sama tinggi dengan anak
2. Yakinkan ada kontak mata
3. Bila minta tolong untuk melakukan sesuatu, yakinkan dulu bahwa anak memperhatikan kita (misalnya anak menoleh ke arah kita setelah dipanggil namanya)baru kemudian lanjutkan memberi perintah.
4. Libatkan indera peraba/sentuhan. Menurut penelitian, sentuhan bisa memunculkan rasa bahagia dan nyaman karena dengan sentuhan otak akan memerintahkan untuk memproduksi hormon endorfin
5. Yakinkan bahwa kita sebagai orangtua hadir seutuhnya, tidak hanya hadir secara fisik saja. Biasanya kita asyik dengan gadget, maka matikan HP!!
6. Memberikan pengakuan pada anak dengan rewards bisa berupa hadiah benda maupun pujian.
Inti dari semuanya adalah, sebagai orangtua harus memiliki stok sabar yang tak terbatas.
Misalnya ketika kita marah karena perilaku negatif anak, jangan buru-buru melampiaskan kemarahan itu, kelola emosi negatif dengan baik. Kalau dalam ajaran Islam, ketika seseorang marah dalam posisi berdiri, dianjurkan untuk duduk.
Pertanyaannya adalah posisi duduk yang seperti apa?
Ternyata anjuran untuk duduk ketika marah adalah duduk dengan posisi kaki menggantung.
Mengapa?
Karena saat seseorang marah hormon-hormon kortisol dengan cepat diproduksi, dan ternyata posisi duduk dengan kaki menggantung bisa mengembalikan hormon-hormon kortisol yang sudah keluar tersebut kembali ke “tempatnya”.
Alhamdulillah, hari ini dapat tambahan ilmu. Semoga bisa menerapkan dengan baik demi kebaikan generasi yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar