Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Sabtu, 01 Juni 2019

Rihlat Ibnu Batuta

Sothebys

Ibn Battuta (d.1377), Tuhfat an-nuzzar fi ghara'ib al-amsar wa 'aja'ib asfar, a volume from The Travels, North Africa, 17th century

Auction Closed : October 27, 10:41 PM WIB

Estimate : 30,000 - 50,000 GBP

klik Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ’Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis Sultan Maroko, Abu ‘Inan. 

Description

Arabic manuscript on paper, 157 leaves plus 5 fly-leaves, 25 lines to the page, written in Maghribi script in brown ink, important words in red and brown ink, in brown morocco binding with gilt-tooled and stamped decoration, with flap

26.9 by 19cm.

Catalogue Note

The present manuscript is an account of Ibn Battuta's travels in North Africa including Tangier in Morocco, Constantine and Tlemcen in Algeria, Tunis, Tripoli and Alexandria.

Shams al-Din Abu ‘Abdallah Muhammad ibn ‘Abdallah ibn Muhammad al-Lawati at-Tangi, better known as Ibn Battuta, was a Moroccan scholar and explorer who is considered one of the greatest medieval Arab travellers. He was born into a Berber family in Tangier on 24 February 1304 AD. 

Ibn Battuta set off on his travels in June 1325 from Tangier, at the age of nineteen, and did not return to Morocco for twenty-nine years. What was initially intended to be a Hajj pilgrimage took him through most of the Islamic world and beyond.

His travels gave new dimensions to the genre of travel books in the medieval Muslim world, as traditional travel centred on a visit to the Holy Sites of Mecca and Medina in Arabia.

On his return to Morocco, Ibn Battuta dictated an account of his travels to Ibn Juzayy, an Arab scholar from Al-Andalus. The writing of the text was commissioned by the Marinid ruler of the time, Abu ‘Inan Faris al-Mutawakkil (r.1348-58).

The text was completed in December 1357 and the definitive text appeared a few months later as Tuhfat al-nuzzar fi ghara’ib al-amsar wa-ajai’b al-asfar (‘A gift for the curious, concerning the wonders of cities and marvels of the journeys thereto’), referred to simply as Rihla or The Travels.

Some of Ibn Battuta’s descriptive accounts are thought to have been inspired by the writings of earlier travellers, such as the twelfth century Andalusian traveller Ibn Jubayr.

However, his journeys provide an invaluable source for the social, cultural and political history of the Muslim world in the fourteenth century.

Ibn Battuta was a keen observer of life and his descriptions are marked by a human approach which is unusual for historical writing of the time.

His accounts are recognised in particular for his descriptions of East and West Africa, Turkish principalities in Asia Minor and India (Lewis 1986, pp.735-6).

A four-volume French translation of The Travels by C. Defrémery & B.R. Sanguinetti (Paris, 1853-59) is considered one of the best. For an English translation of the text, with important corrections, see Gibb 1958-62, 2 volumes.

A seventeenth century abridgement of The Travels sold in these rooms, 31 March 2021, lot 13.

*

Ibnu Batuta Museum

klik Ibnu Batuta 

klik map 

Borj Naam, Tangier 90000, Maroko

klik https://youtu.be/bBvySnPthHM

*






*

Marocco

klik https://www.instagram.com/embassyofmorocco_jakarta

klik https://www.instagram.com/indonesiainrabat 

klik https://www.instagram.com/pcinumaroko

klik https://www.instagram.com/fatayatnumaroko

klik https://www.instagram.com/pcimmaroko

klik https://www.instagram.com/lazismu_maroko

klik https://www.instagram.com/indonesiandayrabat

klik https://www.instagram.com/nahdahtour.official

klik https://www.instagram.com/saharatourmaroko

*

*

para sahabat yang pengen sekolah ke Maroko 

klik https://www.4icu.org/ma/universities/

klik https://twitter.com/PPIMaroko

klik https://instagram.com/ppimaroko

klik https://www.instagram.com/ppihadhramaut

klik https://www.instagram.com/himamimaroko

klik https://www.instagram.com/flpmaroko

klik https://www.facebook.com/ppimaroko

klik https://youtube.com/channel/UC6NpuwyBVbEaKryCjyd9lBA

*

Safe Travel 

klik Instagram 

klik safe travel Google Drive 

klik allianz travel pro 

klik asuransi kesehatan allianz internasional 

klik Google Play 

klik iTunes 

Xxx

Xxx

*

1. Rihlat Ibnu Batuta

Harga Rp.122rb, penerbit ummul quro atau Dar al Kutub al Islamiyah atau DKI jl. Kalibata timur 1/61 jakarta 12740 (021) 79197124 atau Jl. Sasak No.9, Ampel, Semampir, Surabaya  60151 telp (031) 3536580 

(buku ini versi bahasa arab).

klik LinkTree

2. Rihlat Ibnu Batuta oleh Ross E. Dunn (profesor sejarah dari San Diego State University). 

Buku ini adalah terjemahan bahasa arab ke bahasa Inggris dari Rihlat Ibnu Batuta yang ditulis oleh prof. Ross E. Dunn, dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

klik yayasan pustaka obor indonesia

Jl. Plaju No.10, RT.10/RW.20, Kb. Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, 10230

(021) 31926978 

klik Ibnu Batuta : seorang Musafir Muslim Abad-14

klik Google Book

baca juga

klik Wikipedia

klik kitab Tarikh Islam


3. Rihlah Ibnu Bathuthah 

klik Gramedia 

Rihlah Ibnu Bathuthah: Memoar Perjalanan Keliling Dunia Di Abad Pertengahan

(sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia)

Detail buku

Jumlah Halaman : 644

Penerbit : PUSTAKA AL KAUTSAR

Tanggal Terbit : 20 Feb 2015

Berat : 0.867 kg

ISBN : 9789-7959-2583-5

Pustaka Al Kautsar

klik map 

Jl. Cipinang Muara Raya No.63, RT.14/RW.3, Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13420

Deskripsi Buku

Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Bathuthah adalah seorang pengembara (traveler), petualang (adventure), dan pengamat (viewer) yang membuat catatan harian tentang negeri-negeri yang ia kunjungi dalam pengembaraannya. 

Catatan perjalanan yang dikenal dengan buku "Rihlah Ibnu Bathuthah" ini ditulis setelah dirinya mengunjungi berbagai belahan dunia, kemudian mengamati kebudayaan, adat istiadat, dan perilaku masyarakat di negeri-negeri yang ia kunjungi, terutama wilayah yang dipimpin oleh kesultanan Islam. 

Banyak kisah menarik yang diceritakan dalam buku catatan perjalanan Ibnu Bathuthah ini, terutama cerita-cerita tentang para sultan, para syaikh, sejarah sebuah negeri, falsafah kehidupan masyarakat setempat dan lain sebagainya yang ia tulis berdasarkan pengamatan langsung dari negeri-negeri yang ia kunjungi. 

Dari India sampai negeri Cina, dari Afrika sampai nusantara, Ibnu Bathuthah menceritakan perjalanannya secara apik dan mengesankan. 

Ia misalnya, menceritakan kunjungannya bertemu dengan Sultan Jawa (Sultan Nusantara) dari Kerajaan Samudera Pasai, Sultan Malik Az-Zhahir. Ibnu Bathuthah sendiri menyebut hasil karyanya ini sebagai persembahan seorang pengamat tentang kota-kota asing dalam perjalanan yang menakjubkan, yang ia tuangkan dalam sebuah catatan perjalanan. 

Sebagai sebuah catatan perjalanan membaca buku ini seperti mendengarkan seorang pemandu wisata (guide tour) bercerita tentang negeri-negeri yang menakjubkan dari segala sisi. 

Pembaca seolah diajak berkelana menyusuri negeri-negeri yang ia kunjungi, kemudian memetik hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian dalam perjalanan. 

Ibnu Bathuthah berhasil merangkai sebuah catatan perjalanan sebagai karya sejarah bermutu tinggi, yang bisa dijadikan rujukan bagi mereka yang ingin mengetahui sejarah sebuah bangsa dan peradaban manusia.

*

doa

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allaahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a wa rizqon thoyyibaa wa ‘amalan mutaqobbalaa] “Ya Allah, aku memohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyyib dan amalan yang diterima” 

(HR. Ibnu Majah no. 925, shahih)

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR Muslim).

surat 20 Ta-Ha ayat 114

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا

katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku."

Dalam sebuah hadits di sebutkan ;

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ جَاءَهُ أَجَلُهُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْم لَقِىَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّيْنَ إِلَّا دَرَجَةُ النُّبُوَّةِ.

Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para Nabi, kecuali satu derajat kenabian.” (HR. Thabarani)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِى هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

“Janganlah bersengaja melakukan perjalanan dengan sengaja (dalam rangka ibadah dan tujuan safarnya adalah tempatnya) kecuali ke tiga masjid: masjidku ini (masjid Nabawi), masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari, no. 1189 dan Muslim, no. 1397).

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, mkaa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻗﺎﻝ: «ﺇﻥ اﻹﻳﻤﺎﻥ ﻟﻴﺄﺭﺯ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻛﻤﺎ ﺗﺄﺭﺯ اﻟﺤﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺟﺤﺮﻫﺎ»

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: "Sesungguhnya iman akan berkumpul di Madinah, seperti ular berkumpul di dalam lubangnya" (HR Bukhari Bab Fadlail Madinah)

*


bekalan buat para traveler

klik ilmu falak

klik  Google Drive

Ibnu Batutah: Petualang Legendaris asal Maroko

Mukafi, NU Online | Ahad, 23 Desember 2012 09:19

oleh MUANNIF RIDWAN

Penulis adalah Mahasiswa S1, Jurusan Islamic Studies di Univ. Imam Nafie’, Tanger-Maroko.

klik NU Online

Ketika disebut nama Maroko, maka yang paling terlintas di benak orang Indonesia adalah Ibnu Batutah, Sang petualang legendaris dari Negeri Matahari Terbenam ini. Ia dianggap sebagai pelopor penjelajah abad 13 M yang belum tertandingi, sekalipun ada Marcopolo yang juga melakukan penjelajahan dunia.<>

Namun Marcopolo masih tidak sebanding dengan Ibnu Batutah terutama dalam kuantitas perjalanan. Karenanya, ia dijuluki dengan sebutan “Pengembara muslim Arab”.

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai setelah Ibnu Batutah. Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Batutah melebihi capaian Marcopolo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Batutah yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 120.000 kilometer itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapa nama lengkap Ibnu Batutah itu? Ia adalah Muhammad Abu Abdullah bin Muhammad Al Lawati Al Tanjawi yang kemudian dikenal dengan Ibnu Batutoh. Lahir di Tanger (kota di sebelah utara Maroko) 24 Februari 1304 M/ 703 H dan wafat di kota kelahirannya pada tahun 1377 M/ 779 H. Versi lain mengatakan, ia wafat di kota Fez atau Casablanca. Namun pendapat yang rajih (benar) ia dimakamkan di tanah kelahirannya, sebagaimana makamnya terdapat di kota wisata Tanger-Maroko.

Ibnu Batutah berasal dari keturunan bangsa Barbar. Besar dalam keluarga yang taat memelihara tradisi Islam. Saat itu, Maroko sedang dikuasai Dinasti Mariniah. Ia dikenal sangat giat mempelajari fiqh dari para ahli yang sebagian besarnya menduduki jabatan Qadhi (hakim). Beliau juga mempelajari sastra dan syair Arab.

Pada usia sekitar 21 tahun 4 bulan, ia menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya berpetualang dan menjelajahi dunia. Ia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia. Sampai kemudian Ia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi sekitar 44 negara selama 30 tahun.

Rihlah Ibnu Batutoh, inilah salah satu  buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung itu pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihlah bukanlah  judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre (gaya sastra). Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutah itu adalah Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ’Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis Sultan Maroko, Abu ‘Inan. Karya ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Perancis, Inggris dan Jerman.

Buku itu disusun menjadi sebuah perjalanan dunia yang mengagumkan dengan mengaitkan berbagai peristiwa, waktu pengembaraan serta catatan-catatan penting yang berisi berita dan peristiwa yang dialami Ibnu Batutah selama pengembaraanya. Dalam karyanya tersebut, Ibnu Batutah tidak mengumpulkan rujukan atau bahan-bahan dalam menunjang tulisannya hanya mengisahkan pengalaman atau sejarah empiris negara atau kota-kota yang pernah disinggahinya terutama yang menyangkut kultur setempat. Pencapaian Ibnu Batutah yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika, termasuk Maroko.

Kisah Petualangan Ibnu Batutoh

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun hingga ke negeri Cina”. Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan, hingga ke tempat yang jauh sekalipun. Terinspirasi hadits itu, Ibnu Batutah pun melakukan perjalanan untuk mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan membentuk konsep Al-Rihlah fi talab al-’ilmi (Perjalanan untuk Mendapatkan Ilmu Pengetahuan).

Ibnu Batutah menghabiskan umurnya hingga 30 tahun untuk berpetualang dari satu negeri ke negeri lainnya. Hampir seluruh dunia telah dijelajahinya, mulai dari Afrika Utara ke Timur Tengah, dari Persia ke India terus ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan India. Kemudian dilanjutkan ke arah Timur Laut menuju daratan China dan ke arah Barat hingga sampai ke Spanyol.

Pengembaraannya itu ia lakukan antara musim haji yang satu ke musim haji berikutnya. Ia menjadikan Makkah Al Mukaramah sebagai awal berlayar dan sebagai tempat kembali berlabuh. Sungguh suatu pengembaraan yang penuh kejadian penting dalam sejarah, sarat dengan makna dan hikmah. Pengembaraan perdananya dimulai ketika menunaikan ibadah haji yang pertama, tepat pada tanggal 14 Juni 1325. Ia bersama jamaah Tanger lainnya menempuh keringnya hawa laut Mediterania di tengah teriknya daratan berpasir Afrika Utara. Semuanya dilakukan hanya dengan berjalan kaki.

Dalam perjumpaannya dengan banyak orang, Ibnu Batutah senantiasa berusaha meningkatkan kualitas silaturahim dengan mendekati orang-orang yang bisa diajak ber-mudzakarah serta berbagi ilmu dan pengalaman. Ia sangat terinspirasi dengan hadits Nabi Saw.,“Perumpamaan teman yang saleh dan teman yang jahat adalah seperti orang yang membawa minyak misik (harum) dan orang yang meniup bara api pandai besi. Orang yang membawa minyak misik mungkin akan memberikannya kepadamu, atau engkau akan membelinya atau engkau merasakan bau harum daripadanya. Adapun peniup bara api pandai besi, mungkin akan membakar pakaianmu, atau engkau akan merasakan bau yang busuk daripadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Tempat-tempat yang disinggahi diceriterakannya secara lengkap dengan bahasa yang indah, sehingga siapa yang membaca tulisan Ibnu Batutah atau mendengarkannya berhasrat untuk mengunjunginya. Kemauannya yang kuat untuk mengunjungi wilayah-wilayah Islam saat itu membawanya mengembara

Tiba di Samudera Pasai (Aceh)

Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Batutah sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai (kini Aceh). Tepatnya di sebuah Kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terletak di utara pantai Aceh antara abad ke-13 hingga 15 M. dengan Raja pertamanya Sultan Malikussalih (W 1297), yang sekaligus sebagai sultan (pemimpin) pertama negeri itu. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di bumi Serambi Makkah selama 15 hari.

Catatan Ibnu Batutah dalam perjalanan laut menuju Cina menyebutkan, Ia pernah mampir di wilayah Samudera Pasai. Dalam catatan perjalanannya itu, Ibnu Batutah melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera Pasai.

Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani dan beberapa ahli fiqh atas perintah Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Menurut pengamatan Ibnu Batutah, Sultan Mahmud merupakan penganut Mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian dan mudzakarah tentang Islam.

Penjelajah termasyhur asal Maghrib (sebutan Maroko dalam Bahasa Arab) itu sangat mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai saat itu. ”Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Batutah.

Ia juga melihat Samudera Pasai saat itu menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Menurut Ibnu Batutah, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah (semangat) belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elit kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitabnya yang berjudul Tuhfat al-Nazhar itu, Ibnu Batutah menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.

Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Batutah itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa, raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah, raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia, raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa, raja Romawi yang sangat pemaaf, raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Ibnu Batutah sempat mengunjungi pedalaman Sumatra yang kala itu masih dihuni masyarakat non-Muslim. Di situ juga Ia menyaksikan beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, seperti bunuh diri massal yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati.

Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Batutah akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Batutah itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Berkat petualangan singkat Ibnu Batutah ini, kini Bangsa Indonesia sangat dikenal di mata masyarakat Maroko, sebagai bangsa yang ramah, santun, toleran dan cinta terhadap agama Islam yang moderat. Hal itu juga diakui oleh para ulama Maroko, “Masyarakat muslim Indonesia sangat terpuji akhlaknya, mereka memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap agama” pengakuan Dr Idris Hanafi,  Dosen pakar Hadits beberapa waktu lalu saat menyampaikan kuliah studi Islam di Univ. Imam Nafie’, Tanger-Maroko.

Begitu juga tabiat masyarakat Maroko, yang terkenal dengan sikapnya yang sangat ramah dalam menghormati tamu, mereka menganggap tamu itu benar-benar seperti raja. Hal ini tentunya merupakan ciri khas orang Maroko dan sebagai aplikasi dari sebuah Hadits Rasul Saw., “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya, yaitu jaizahnya.” Para sahabat bertanya: “Apakah jaizahnya tamu itu, ya Rasulullah?” Beliau S.a.w. bersabda: “Yaitu pada siang hari dan malamnya. Menjamu tamu yang disunnahkan secara muakkad atau sungguh-sungguh ialah selama tiga hari. Apabila lebih dari waktu sekian lamanya itu, maka hal itu adalah sebagai sedekah padanya.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Diabadikan di Dunia

Nama besar dan kehebatan Ibnu Batutah dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan itu, hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) Perancis mengabadikan Ibnu Batutah menjadi nama salah satu kawah bulan. Kawah Ibnu Batutah itu terletak di Barat daya kawah Lindenbergh dan Timur laut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Batutah tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Batutah berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu Batutah awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama Ibnu Batutah.

Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Batutah juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mall atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Batutah Mall. Di sepanjang koridor mall itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Batutah.

Sementara di kampung halamannya sendiri, Tanger-Maroko Ibnu Batutah sangat terkenal. Di dekat Stadion Tanger terdapat bentuk Globe kecil yang menandai kediaman Ibnu Batutah yang kecil. Terdapat juga di Hotel Ibn Battouta di Jalan (Rue) Magellan, dibagian bawah perbukitan ada burger Ibn Battouta dan Cafè Ibn Battouta. Ferry yang menghubungkan Spanyol dengan Maroko menyeberangi Selat Gibraltar juga bernama M.V. Ibn Battouta. Begitu juga bandara kota Tanger bernama Ibn Battouta.

Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu sembilan abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang dunia. (Dikutip dari berbagi sumber, termasuk buku ”Rihlah Ibnu Batutoh”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar