Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Rabu, 01 Agustus 2018

sumur utsman bin affan




Bir Uthman, Madinah 42331, Arab Saudi
klik suara muslim

klik Kisah Baitul Mal di jaman Rasulullah

Alkisah, suatu ketika Kota Madinah dilanda musim paceklik. Penduduk Madinah kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Masyarakat Makkah yang saat itu hijrah ke Kota Madinah (baca: kaum muhajirin), sebelumnya terbiasa minum dari air zamzam.

Di madinah, hanya ada satu sumber air yang bisa dipergunakan untuk minum. Sebuah sumur bernama ‘Raumah’ milik seorang Yahudi itu menjadi satu-satunya mata air yang diminum oleh kaum Muhajirin saat itu. Menurut sebagian orang, rasa airnya mirip dengan sumur zamzam. Karena menjadi satu-satunya, sumur raumah selalu dipadati oleh antrian penduduk Madinah dan kaum Muslimin yang ingin membeli air bersih milik orang Yahudi tersebut.

Melihat kondisi umat yang memprihatinkan, Rasulullah hingga akhirnya bersabda,  “Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah ” (HR. Muslim).

Mendengar sabda Nabi Muhammad SAW, sahabat Utsman bin Affan tergerak untuk membebaskan sumur Raumah tersebut. Utsman lalu mendatangi si pemilik dan melakukan penawaran untuk membeli sumur dengan harga tinggi. Awalnya pemilik sumur menolak tawaran Utsman. Namun sahabat sekaligus menantu Rasulullah itu tidak kehabisan ide untuk bernegosiasi.

“Jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu, kemudian lusa menjadi milikku lagi. Demikian selanjutnya bergantian satu hari-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman mengeluarkan jurus negosiasinya

Rupanya strategi negosiasi Utsman berhasil. Orang Yahudi itu pun setuju menerima tawaran Utsman. Akhirnya disepakati bahwa sumur Raumah sudah dimiliki oleh Utsman. Pemilik gelar Dzun nurain (suami dari dua putri Rasulullah ) itu langsung mengumumkan kepada penduduk Madinah yang ingin mengambil air untuk kebutuhan hidup bisa mendapatkannya secara gratis. Dia juga mengingatkan agar mereka mengambil air sumur Raumah dengan jumlah yang cukup dipergunakan selama dua hari. Ini karena sebagaimana kesepakatan dengan orang Yahudi bahwa di hari berikutnya sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Anehnya, keesokan harinya orang Yahudi tersebut menawarkan kepada Utsman agar membeli seluruh air sumurnya. Sehingga sumur Raumah itu secara resmi dimiliki oleh Utsman. Sahabat nabi yang sangat kaya raya itu selanjutnya mewakafkan sumur Raumah agar bisa dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk pemilik sebelumnya, orang Yahudi.

Di sekitar sumur Raumah tumbuh pohon kurma. Jumlahnya diperkirakan hinggga 1550 pohon. Saat ini, Kementrian Pertanian Kerajaan Saudi mengambil alih sekaligus mengelola hasil kebun wakaf Utsman bin Affan. Setengah penghasilan dari panen kurma dibagikan kepada anak yatim dan fakir miskin, sementara sisanya disimpan di bank atas nama Utsman.

Kekayaan Utsman terus bertambah sehingga pemerintah Saudi membeli sebidang tanah di kawasan ekslusif Markaziyah, dekat masjid Nabawi. Tanah yang tercatat pada Dinas Tata Kota Madinah itu atas nama Utsman bin Affan juga. Di atas tanah itu dibangun hotel berbintang 5 yang disewakan pada perusahaan hotel ternama. Hasil kontrak sewa ini diperkirakan mencapai 50 juta Rial atau sekitar 150 milyar rupiah tiap tahunnya. Pemasukannya pun sama akan dibagikan kepada fakir miskin dan anak yatim dan sisanya disimpan di bank.

ltulah rekening abadi dari sahabat penghuni surga, Utsman bin Affan. Allah SWT akan melipatgandakan kekayaan seseorang mana kala mereka membelanjakan hartanya di jalan Allah. Meski laki-laki yang menjadi keponakan Rasulullah itu telah tiada 1400 tahun lalu, namun transaksi perdagangannya tetap ada sampai sekarang. Ini  sekaligus menjadi bukti bahwa Pemerintah Arab Saudi amanah dengan tidak menyelewengkan harta wakaf meski pemilik rekening telah tiada belasan ribu tahun silam. Sekaligus dinobatkan sebagai transaksi rekening tertua di dunia dan paling bersejarah.

Kontributor: Siti Aisah*

Editor: Oki Aryono

*Lulusan S1 Ilmu Komunikasi Unair

Tidak ada komentar:

Posting Komentar