Hatiku Surgaku Rumahku Surgaku

Rabu, 01 Agustus 2018

wadi nu'man




Wadi Numan, Aziziyah Jeddah 23337 Arab Saudi



klik nulis

klik Kisah Baitul Mal di jaman Rasulullah

Zubaidah Bint Ja’far, Peran Wanita Dibalik Kejayaan Dinasti Abbasiya

Zubaidah Bint Ja’far Al Mansur, wanita terlahir tahun 761M yang kelak namanya akan harum dalam catatan sejarah perkembangan islam dan kelak menjadi istri seorang khalifah yang mahsyur pada zamannya.

Terlahir dari seorang ayah pendiri Dinasti Abbasiyah di Iraq dan menjadikan Baghdad kala itu menjadi pusat pendidikan termasyur pada zamannya. Wanita bernama asli Amatul Aziz binti Ja’far bin Abi Ja’far Al-Mansour ini sangat berpengaruh pada pemerintahan dinasti terbesar Islam, Abbasiyah. Panggilan Zubaidah diberikan sang kakek karena kulitnya yang putih bersih serta sikapnya yang lembut.

Walaupun terlahir dari keluarga kerajaan tak membuat Zubaidah bersantai menikmati hidup sebagai seorang putri, justru zubaidah tumbuh menjadi perempuan dengan wawasan yang luas, sikap yang bijaksana, serta memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Zubaidah menikah dengan Harun Al Rasyid pada tahun 781M, pria yang kelak akan menjadi seorang khalifah besar Abbasiyah, yang namanya akan tercatat dalam sejarah besar peradaban umat muslim di masa dinasti Abbasiyah.

Zubaidah memegang pengaruh besar bagi perkembangan kemajuan dinasti Abbasiyah, kecintaannya pada seni membuat Zubaidah terkenal dekat dengan para sastrawan kala itu. Dukungannya dan kecintaannya kepada seni dan keilmuan, Pasalnya, Zubaidah menawarkan hadiah sejumlah uang bagi para sastrawan dan ilmuwan dunia yang mau mengembangkan karyanya di Kota Baghdad.

Saking akrabnya dengan para sastrawan, di kemudian hari muncul anggapan jika kisah 1001 Malam terinspirasi dari kehidupan Sultan Harun dan Zubaidah.

Padahal tokoh utamanya, Syahrazad, terlahir dari kehidupan pribadi ibu Sultan Harun, Al-Khayzarun.

Tak hanya mencintai seni dan keilmuan, namun sikapnya di nilai bijaksana menjadikan suami sekaligus khalifah Abbasiyah Harun Al Rasyid, selalu meminta saran dari istrinya, dan hal lainnya dalam hal pemerintahan. Sejarawan Ibnu Al-Jawzi mencatat, saat sang sultan berkutat dengan urusan ketentaraan, dia menyerahkan kekuasaan untuk membuat kebijakan pada Zubaidah secara penuh.

Selain memiliki paras yang cantik, bijaksana, cerdas, dan menyukai keilmuan dan seni, Zubaidah juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dalam sejarah di tuliskan saat itu Zubaidah dan Harun Al Rasyid melaksanakan ibadah haji, pada saat bersamaan Mekkah mengalami kekeringan. Air sangat sulit di cari bahkan air sangat sulit dijangkau oleh jemaah haji kala itu.

Melihat kondisi ini Zubaidah langsung memiliki inisiatif untuk membuat satu proyek bendungan, yang ia wakafkan untuk nantinya di gunakan untuk kemashalatan umat yang sedang menjalankan ibadah haji, terlebih saat wukuf.

Akhirnya Zubaidah membangun saluran air dari Wadi Nu’man (Lembah Nu’man) yang kemudian dialirkan ke tempat-tempat jemaah haji di Mekah, Arafat, Mina dan Muzdalifah.

Pada masa itu belum ada listrik atau alat yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit air. Namun Zubaidah tak kehabisan akal, ia memanfaatkan tenaga kuda untuk menarik air dari Wadi Nu’man lalu dialirkan ke saluran di mana jemaah haji berada. 

Bahkan nilai pembuatan saluran dan sumur-sumur itu menelan biaya sebesar 1.500.000 dinar. “Zubaidah merupakan sosiawan yang jarang tandingannya. Sampai sekarang saluran air itu terkenal dengan Air Zubaidah (mata air Zubaidah),” tulis Huzaemah T., “Konsep Wanita Menurut Quran, Sunah, dan Fikih,” termuat dalam Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual.

Selain itu, menurut Huzaemah, Zubaidah membuat banyak masjid, waduk untuk irigasi, dan jembatan di wilayah Hijaz, Syam, dan Bagdad. Bahkan, dia bersama suaminya berjasa dalam rekonstruksi dan rehabilitasi Mekah, Zubaidah meninggal pada tahun 831M setelah semua jasa yang ia bangun untuk peradaban Abbasiyah dan Islam yang sampai saat ini dapat di rasakan.

Dari cerita ini Zubaidah Bint Ja’far tidak hanya mengajarkan bagaimana seorang perempuan dibalik keterbatasannya bisa membantu suaminya dan rakyatnya lewat ilmu pengetahuan, seni, dan harta. Inilah pelajaran yang dapat di ambil oleh wanita modern saat ini.

Dengan kekayaan, ilmu dan pengetahuan wanita bisa memberikan sumbangsinya baik sebagai istri yang menemani suami, maupun dalam membantu masyarakat lewat aksi sosial seperti yang dilakukan Istri Harun Al Rasyid yakni Zubaidah binti Ja’far.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar