klik sayangi bumi maka akan disayang langitan

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat (30) ar rum ayat 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (٤١)

surat (5) al maa'idah ayat 32

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ (٣٢)

surat 4 An Nisa' ayat 114

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ  ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

surat 3 Āli 'Imrān ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

*

klik nasehat

klik emak

*

Sabtu, 20 Oktober 2018

Haji Oemar Said Tjokroaminoto (3/4)


3. Terlibat Konflik dengan Murid-muridnya

Sebagai pemimpin SI kala itu, rumahnya sering disinggahi para pemuda dan kebetulan rumahnya menjadi tempat kost bagi pelajar yang sedang menyelesaikan studinya di Surabaya. Ia banyak memberikan kursus-kursus. Diantara murid-muridnya adalah Soekarno, S.M. Kartosoewirjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Hamka, Alimin, Moesso dan banyak lainnya.

Dalam setiap kesempatan Tjokroaminoto pergi mempropagandakan Sarekat Islam, biasanya seorang atau dua diantara mereka ikut dibawa serta. Pada kesempatan ini yang sering mendapat giliran adalah Ir. Soekarno dan adik beliau sendiri yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso.(21) 

Soekarno yang kelak menjadi Presiden Republik Indonesia pertama bahkan pernah menjadi menantunya. Ia pernah menikahi Siti Oetari, putri Tjokroaminoto, walaupun hanya dengan kawin gantung.

Namun yang istimewa, murid-muridnya ini dalam perkembangannya justru saling berbeda dalam mengusung ideologi perjuangannya masing-masing. Soekarno menjadi seorang kampiun nasionalis, Alimin dan Moesso memilih komunis, dan Kartosoewirjo kelak menjadi pemimpin kaum fundamentalis Islam. (22)

Soekarno menyerap kecerdasan Tjokroaminoto, terutama dari gaya berpidato. Pada masa kemerdekaan, Soekarno dikenal sebagai tokoh nasionalis, proklamator dan presiden R.I., Kartosuwiryo, juga pernah beberapa tahun tinggal bersama Tjokroaminoto. Setelah kemerdekaan, Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (NII) sebagai perlawanan terhadap Soekarno. Musso-Alimin, dua tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI), juga merupakan murid beliau. Keduanya, Pada tahun 1948 di Madiun, juga bertarung dengan Soekarno. Jadi pertarungan Nasionalisme Sukarno – Islam Kartosuwiryo – Komunis Musso/Alimin, adalah pertarungan antara murid-murid Tjokro. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemikiran Tjokroaminoto diinterpretasikan berbeda oleh para muridnya. Dalam beberapa hal, ide Tjokro lebih dimengerti Soekarno yang mengolahnya menjadi Nasakom (Nasionalisme, Agama/Islam dan Komunisme), sebagai lambang persatuan nasional.(23)

Tjokroaminoto sendiri pernah terlibat konflik dengan beberapa muridnya tersebut. Hal ini sejalan dengan semakin dinamisnya dunia pergerakan waktu itu sehingga perbedaan pandangan amat mungkin terjadi. Beberapa muridnya melihat bahwa ide-ide beliau sudah tidak cukup relevan lagi dengan kondisi pada waktu itu. Hal ini berkaitan dengan ’semangat zaman’ ditengah-tengah perjuangan nasional untuk merebut kemerdekaan (terlepas dari masih terbaginya wacana asosianis-penyatuan secara sejajar antara Belanda dengan Hindia yang berpemerintahan sendiri atau pemisahan secara tegas) banyak di antara tokoh-tokoh pergerakan yang tiba pada kesimpulan kapitalisme-lah biang keladi terjadinya imperialisme, sehingga mereka mencari landasan ideologis yang sesuai dengan keyakinan perjuangannya masing-masing seperti Alimin dan Moesso yang menemukannya dalam komunis atau Soekarno yang hampir mirip dengan H. Misbach yang berusaha untuk mensitesiskan Islam dan komunisme.(24)

Alimin-Moesso bersama Semaoen, Darsono, Misbach dan Mas Marco bersiteru dengan Tjokroaminoto yang disokong oleh H. Agus Salim, Abdul Moeis, dan Suryopranoto dalam kasus internal SI Semarang. Alimin-Moesso bersama keempat rekannya tersebut yang mengkooptasi SI Semarang sehingga menimbulkan perpecahan dan menciptakan faksi-faksi dalam tubuh SI, yaitu antara SI Merah dan SI Putih. SI Merah inilah yang nantinya akan bertransformasi menjadi Partai Komunis Indonesia (selanjutnya disebut PKI). Mereka ber-enam inilah yang menjadi kader-kader awal dari Sneevliet, seorang sosialis radikal yang berasal dari Belanda. Ia-lah orang yang mendirikan ISDV, sebuah perkumpulan Marxis pertama di Hindia pada tahun 1914. Snevliet pula orang yang menyebarkan ’virus’ sosialis dalam tubuh SI lewat doktrinasinya kepada Alimin-Moesso dkk. Ia dengan jeli melihat SI adalah organisasi rakyat yang memiliki basis massa yang demikian besar, oleh karena itu ia masuk dan menanamkan pengaruhnya dengan membangun blok komunis di tubuh SI.(25)

Alimin dan Moesso tentu saja juga adalah ’murid’ Tjokrominoto. Sewaktu di Surabaya mereka pernah mondok di rumah Tjokroaminoto dan belajar banyak darinya. Mereka berdua adalah sahabat karib. Alimin sampai tahun 1918, meski telah menjadi anggota ISDV tapi masih dianggap ’anak buahnya’ Tjokroaminoto. Namun saat terjadinya perpecahan dalam tubuh SI ia berpaling pada pihak komunis. Sementara Moesso adalah seorang individu yang keras dan bertemperamen tinggi. Awal perkenalan dan interaksinya dengan orang-orang komunis banyak dilakukan sewaktu ia dipenjara dengan tuduhan terlibat dalam SI Seksi B. Walaupun demikian Moesso tidak serta merta pro komunis. Dalam konflik Semaoen-Darsono dengan Agus Salim-Abdul Moeis, ia masih dianggap pro Tjokroaminoto. Namun kemudian ia malah berpihak pada komunis dan pada tahun 1920 bersama Alimin, Semaoen, Darsono, Marco, dan Misbach mendirikan PKI. Moesso-lah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pemberontakan PKI 1926/1927 dan kemudian diulanginya pada tahun 1948 di Madiun terhadap pemerintah resmi yang dipimpin Soekarno. Ia kemudian tewas pada peristiwa tersebut.(26)

Peran mereka paling besar dalam konflik antara PKI dengan SI pimpinan Tjokroaminoto adalah dalam pergolakan masyarakat Banten. Mereka berhasil memprovokasi masyarakat Banten dan terutama SI Banten untuk mengganti kedudukan Tjokroaminoto pada tahun 1923. Hal ini dianggap sebagai dampak dari ketidakmampuan SI dalam mengakomodir tantangan radikalisme masyarakat Banten pada waktu itu. Radikalisme masyarakat Banten yang berujung pada pemberontakan itu dengan lihai berhasil ditunggangi oleh PKI. Selain itu, Alimin dan Moesso juga pernah mengusulkan untuk mengubah nama SI menjadi Sarekat Hindia.(27)

Menghadapi Alimin-Moesso beserta kompatriot-nya di PKI, Tjokroaminoto cenderung bersikap lebih toleran ketimbang dua rekannya yaitu Salim dan Moeis yang lebih keras dalam menanggapi konflik ini apalagi sudah menyangkut prinsip. Bahkan Tjokroaminoto yang sampai dituduh menggelapkan uang CSI malah membalasnya dengan kebaikan pada pihak komunis. Untuk mengakhiri konflik ini, walau sebenarnya hanya bersifat sementara, Tjokroaminoto dan SI-nya sepakat dengan kubu PKI untuk menyusun deklarasi yang dapat mengakomodasi kedua konsep masing-masing pihak yang selama ini bertentangan yaitu antara Islam dan komunisme. Deklarasi ini menyatakan bahwa SI di satu pihak ’mendasarkan diri pada prinsip Islam dan mengakui Islam’. Di lain pihak juga menyatakan bahwa ’SI percaya kejahatan dominasi nasional dan ekonomi itu semata akibat kapitalisme Maka rakyat di koloni ini harus dibebaskan dari kejahatan dan berjuang melawan kapitalisme. Jika dibutuhkan dengan tenaga dan kemampuan terutama oleh persatuan serikat buruh dan tani.’(28)

Namun ternyata setelah itu tetap saja infiltrasi komunis ke tubuh SI semakin kuat hingga mengalami perpecahan. Dan hal itu kemudian menyadarkan Tjokroaminoto untuk kemudian memperkuat basis organisasi. Pada kongres CSI di madiun, pasca dibebaskannya Tjokroaminoto dari penjara, diputuskan untuk selanjutnya meningkatkan kualitas organisasi ke tingkat partai. Pergantian nama menjadi partai dirasakan dapat menciptakan organisasi yang berdisiplin, yang mungkin nuansa tersebut tidak terdapat dalam kata ’Sarekat’. Lagipula ini ditujukan untuk mempersiapkan diri dan merapatkan barisan dalam menghadapi pemerintah dan PKI, yang dalam hal ini telah lebih dahulu menyebut dirinya partai. Jadi, untuk mempertahankan kepeloporannya dalam dunia pergerakan diubahlah nama Sarekat Islam (SI) menjadi Partai Sarekat Islam (selanjutnya disebut PSI).(29)

PKI sendiri pada akhirnya mengalami kelumpuhan pasca kegagalan mereka dalam pemberontakan yang dilakukan sekitar tahun 1926-1927. Kegagalan tersebut disebabkan pemberontakan terjadi secara terpisah-pisah dan tidak terorganisir. Akibat pemberontakan tersebut pemerintah memiliki alasan yang kuat guna mengambil tindakan tegas yaitu beberapa orang dihukum mati, sekitar 1300 orang ditahan, 4500 orang dipenjarakan dan 1300 orang lainnya dibuang ke Boven digul, Irian Jaya. Alimin dan Moesso sendiri melarikan diri ke Singapura untuk kemudian menyelundup kembali dan menghidupkan kembali sel-sel PKI sekitar tahun 1935.(30)

Selama masa kehancurannya PKI absen dalam dunia pergerakan nasional. Selama itu pulalah selain SI, timbul kekuatan baru dalam pergerakan nasional. Tidak lagi mengusung ideologi Pan Islamisme dan komunisme seperti pendahulunya, tapi nasionalisme yang berusaha melingkupi itu semua. Kali ini yang muncul adalah Soekarno, murid Tjokroaminoto yang paling berbakat. Periode ini nampaknya menjadi periode Soekarno, ia mulai menggantikan Tjokroaminoto dan PKI sebagai bintang pergerakan. Dan Tjokroaminoto tentu saja adalah bapak asuh, guru, mertua sekaligus ’lawan setanding’ dari tokoh pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia) tersebut.(31)

Selama kurun waktu 1905 sampai 1926 adalah tahun-tahun berkembangnya pergerakan kebangsaan. Pada masa-masa ini pula bermunculan ideologi-ideologi yang menjadi dasar bagi perkembangan organisasi-organisasi pergerakan. Cita-cita Pan Islamisme yang dibawa oleh SI ternyata tidak begitu kuat. Demikian pula dengan ide sosialisme jelas mengalami kemunduran dengan hancurnya PKI. Setelah itu muncullah nasionalisme yang berusah membedakan dirinya dengan paham-paham yang didasarkan atas agama dan sosialisme. Paham ini didasarkan atas keinginannya untuk mencapai emansipasi politik dengan kekuatan sendiri, mengkampanyekan persatuan Indonesia, memperjuangkan kesadaran nasional serta berusaha melepaskan Hindia dari dominasi imperialisme dan kapitalisme Belanda. Gerakan ini di Belanda tumbuh di Indische Vereeniging (IV) yang merupakan pendahulu dari Perhimpunan Indonesia (PI) dan di Indonesia berkembang di Perserikatan kemudian Partai Nasional Indonesia (selanjutnya disebut PNI). Yang pertama dipimpin oleh Hatta dan yang kedua tentu saja Soekarno.(32)

PSI sendiri dengan arus kebangkitan ideologi nasionalisme revolusioner yang berpusat disekeliling Soekarno, awalnya memperlihatkan sikap kerja sama. Persatuan ke arah kerja sama antara kelompok Islam dan nasionalis telah ditempuh Tjokroaminoto. Soekarno dan Tjokroaminoto mencapai kesepakatan untuk menggagas front bersama yang membedakan ’kaum sana’ (penjajah) dengan ’kaum sini’ (terjajah). Yang kemudian direalisasikan dalam bentuk sebuah federasi yang dikerjakan oleh Soekiman Wirjosandjoyo. Setelah melewati beberapa kali rapat diantara kedua pihak maka pada tanggal 17 Desember dibentuklah Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (selanjutnya disebut PPPKI). Federasi ini menghimpun 7 organisasi politik terkemuka baik dari kooperasi maupun non-kooperasi. Organisasi ini terdiri dari PNI, PSI, Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan tiga organisasi bergabung kemudian yaitu Sarekat Madura, Perserikatan Brebes, dan Tirtajasa Banten.(33)

Perkembangan selanjutnya mulai menunjukkan indikasi ketidakharmonisan diantara dua organisasi tersebut. Ditandai dengan kebangkitan ideologi nasionalisme sekuler. Ernest Renant-lah yang menjadi sumber inspirasi bagi kaum nasionalis ini. Jalan pikiran tokoh-tokoh nasionalis berangkat dari tesis Renant mengenai bangsa sebagai ’Le desire d’etre ensemble’ atau keinginan untuk bersatu. Namun, Soekarno tidak berhenti sampai disitu. Ia mulai mengungkit-ungkit tentang bumi Indonesia yang dianalogikannya sebagai ’ibu Indonesia’. Ia mengajak memperhambakan dan membudakkan diri pada ’ibu Indonesia’ dan memberikan kesetiaan yang tertinggi kepadanya. Pemikiran Soekarno ini mengoreksi pendapat-pendapat yang mengatakan nasionalisme bisa didasarkan atas kesukuan (kaum nasionalis Jawa) atau agama. Dalam hal ini Soekarno jelas memposisikan negara seharusnya dipisahkan dari agama agar negara nasional dapat tercapai.(34)

Golongan nasionalis terus menyerang PSI yang mengusung ideologi Islam. Mereka bahkan mulai mengkritisi tentang hal-hal yang menurut umat Islam adalah sesuatu yang sakral. Misalnya saja dalam hal poligami. Golongan nasionalis memandang poligami sebagai bentuk merendahkan perempuan, tidak sesuai dengan zaman dan sudah usang. Dalam kongres Pemuda Indonesia kedua pada 24-28 Desember 1928 di Jakarta, Soekarno berpidato tentang emansipasi dan peranan perempuan dalam perjuangan nasional. Ia mengatakan gerakan-gerakan feminis di Asia jauh tertinggal dibandingkan di negeri-negeri Barat.(35)

Golongan nasionalis semakin agresif dalam mengembangkan gagasannya. Soekarno semakin sering mengutip tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia dan mulai mengembangkan watak nasionalismenya yang anti Barat. Ia menyindir Pan Islamisme-nya PSI yang dikesankannya mengharapkan dukungan dari luar. Soekarno berpendapat bahwa ide tersebut haruslah dilaksanakan dengan kemandirian sendiri tanpa bantuan dari pihak manapun yang menentang tujuan Indonesia merdeka.(36)

Sementara itu, imbas dari ketegangan ini juga merembet sampai PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Tjokroaminoto dan Salim dituduh ingin menguasai PPPKI dan disebut sebagai ’pengkhianat’. Maka kalau sampai usaha mereka ini berhasil maka pergerakan nasional yang sedang dibangun akan hancur.(37)

Tjokroaminoto yang pada awalnya terlihat diam mulai bangkit dan menyerang balik kelompok nasionalis yang dimotori oleh muridnya, Soekarno. Ia menyadari kini PSI telah mundur dibandingkan masa-masa sebelumnya dan sekarang poularitasnya sedang digantikan oleh PNI. Di rapat internal PSI, Tjokroaminoto menuduh di antara organisasi-organisasi lainnya, PNI-lah organisasi yang paling berbahaya dan berusaha menghancurkan PSI. PNI telah berusaha menarik para anggotanya dan karena itu Tjokroaminoto meminta anggotanya tidak meninggalkan PSI, apalagi memasuki organisasi yang tidak berazaskan Islam.(38)

Kemudian PSI demi untuk mengakomodir dan menjaga agar nasionalisme dan cinta tanah air tidak hanya diidentikkan dengan kaum nasionalisme sekuler, pada Kongres Nasional yang ke XIV di Jakarta pada Januari 1929 memutuskan untuk mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (selanjutnya disebut PSII), walaupun warna Islamnya tetap dominan.(39)

Kemudian di PPPKI, PSII mulai menunjukkan sikap tidak percaya terhadap kredibilitas federasi tersebut. Dalam Kongres Nasional XV di Yogyakarta pada 24-27 Januari 1930, Soekiman yang merupakan penggagas PPPKI mengaku kecewa dengan federasi tersebut dan pemimpinnya dari golongan nasionalis, karena itu ia meminta PSII untuk keluar saja dari PPPKI. Awalnya keinginan Soekiman ini kontras dengan pendapat Tjokroaminoto yang berusaha tetap meyakinkan kegunaan PPPKI tersebut. Namun, Tjokroaminoto yang melihat kinerja PPPKI semakin buruk ditambah permasalahan krusial yang sudah sejak lama yaitu Anggaran Dasar PPPKI yang menyatakan hanya menerima anggota yang berkebangsaan Indonesia saja dan tentu saja hal ini bertentangan dengan azas PSII yang tidak hanya mendasarkan diri pada kebangsaan belaka tapi persaudaraan Islam tanpa dibatasi rasa kebangsaan. Maka pada akhirnya diambil keputusan untuk mundur dari PPPKI oleh pimpinan PSII pada 28 Desember. (40)

Catatan Kaki :

21. Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Depdikbud, 1993, hal.70

22. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit, hal.75

23. Google, H.O.S Tjokroaminoto, (Online), http://www.google.com, diakses 21 Mei 2010

24. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit, hal.100

25. Ibid, hal.102

26. Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, op.cit, hal.146

27. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit, hal.107

28. Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, op.cit, hal.313-314

29. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit,hal.155

30. Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, op.cit, hal.301

31. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942 op.cit, hal.188

32. Ibid, hal.192

33. Ibid, hal.195-199

34. Ibid, hal.205-206

35. Ibid, hal.215

36. Hering, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka, Jakarta: Hasta Mitra, 2003, hal.190

37. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996, hal.278

38. John Ingleson, Jalan Ke Pengasingan, Pergerakan Nasionalis Indonesia, Tahun 1927-1934, Jakarta: LP3ES, 1983, hal.81

39. Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942 op.cit, hal.217

40. John Ingleson, Jalan Ke Pengasingan, Pergerakan Nasionalis Indonesia, Tahun 1927-1934, op.cit, hal.145-148


Sumber:



Tidak ada komentar: