klik sayangi bumi maka akan disayang langitan

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat (30) ar rum ayat 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (٤١)

surat (5) al maa'idah ayat 32

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ (٣٢)

surat 4 An Nisa' ayat 114

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ  ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

surat 3 Āli 'Imrān ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

*

klik nasehat

klik emak

*

Rabu, 01 Januari 2020

Khalifah Pun Terkejut

Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

klik republika

Jody Kraus, guru besar ilmu hukum ekonomi di Columbia University, bersama Jules Coleman, guru besar ilmu hukum di New York University, mengguncang dunia akademik dengan tulisan mereka, "Morality and the Theory of Rational Choice".

Menurut mereka, rasionalitas dan moralitas bukanlah dua kubu yang berseberangan, melainkan satu konsep yang sama. Rasionalitas adalah proses memaksimalkan kepuasan sedangkan moralitas adalah proses memaksimalkan kepuasan dengan batasan tertentu. Dalam konsep ini, moralitas pastilah rasional, namun rasionalitas belum tentu bermoral.

Praktik ekonomi yang bermoral pastilah rasional dan memberikan keuntungan bisnis nyata. Pelarangan menipu, mengurangi timbangan, merupakan contoh sederhananya. Dalam transaksi "tipu-lari" si penipu memang dapat mengambil keuntungan besar, tapi reputasinya akan rusak dan orang enggan melakukan transaksi bisnis lagi dengan si penipu. Dari sisi makroekonomi, transaksi yang penuh penipuan akan mengecilkan volume perdagangan sehingga pemerintah berkepentingan mengatur pasar agar bersih dari praktik-praktik penipuan.

Jeffrey Butler, Paola Giuliano, Luigi Guiso, para ekonom di National Bureau of Economic Research Amerika Serikat, menegaskan hal tersebut dalam penelitian mereka bertajuk "Trust and Cheating". Bahkan, ketika penipuan itu dilakukan sah secara hukum, tapi tercederainya rasa keadilan tetap akan mengurangi volume transaksi. Moral inilah yang membedakan suatu bangsa beradab dan tidak beradab, civilized dan uncivilized, santun dan songong.



Ketika khalifah Umar bin Khattab RA melakukan ronda malam, beliau mendengar seorang ibu miskin penjual susu meminta anak perempuannya untuk mencampur susu yang akan dijual dengan air. Anaknya menolak dengan halus dan mengingatkan, "Amirul Mukminin melarang kita melakukan hal itu." Ibunya tetap mendesak, bukankah Amirul Mukminin tidak akan tahu kecurangan itu. Anaknya menjawab, "Ibuku, Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhannya Amirul Mukminin tahu." Khalifah pun terkejut dan menangis mendengarnya. Anak perempuan itu dinikahkan beliau dengan putranya, Asim bin Umar.

Umar RA berdoa,"Semoga lahir dari keturunan gadis ini calon pemimpin Islam yang hebat yang kelak akan memimpin bangsa Arab dan bangsa-bangsa selain Arab." Dari pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila yang kemudian menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan inilah lahir seorang pemimpin besar, Umar bin Abdul Aziz RA. Mencampur susu dengan air adalah rasionalitas, menjaga kualitas susu murni adalah moralitas.

Zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sering disebut masa khalifah kelima karena keberhasilan beliau memulihkan keadaan negaranya seperti di zaman Khulafaur Rasyidin, menghilangkan kebencian dan pertentangan di masyarakat, ketegasannya, kesederhanaannya, dan kebagusan akhlaknya.

Pada zaman beliaulah, tepatnya tahun 718 M, seorang maharaja Sriwijaya, Sri Indrawarman, mengirimkan utusan mengantar surat yang berisi permintaan kepada khalifah untuk mengirim seorang ulama ke Indonesia yang dapat menjelaskan Islam kepadanya. Ibnu Abdu Rabbih dalam bukunya, al Iqdu al Farid, dan Ibnu Taghribirdi dalam bukunya, al Nujum az Zahirah fi Muluk Misr wa al Qahirah, mengutip surat tersebut. "Dari Raja sekalian para raja yang juga adalah keturunan ribuan raja, yang istrinya pun adalah cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala dan jeruk nipis, yang aroma harumnya menyebar hingga 12 mil."

Beliau melanjutkan, "Kepada raja Arab yang tidak menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah, aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tidak seberapa sebagai tanda persahabatan. Kuharap engkau sudi mengutus seseorang untuk menjelaskan ajaran Islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku."

Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun terkejut. Beliau membalas surat dan hadiah itu serta mengirim seorang utusan untuk mengajarkan Islam. Umar bin Abdul Aziz bertambah terkejut ketika mengetahui bahwa Rasulullah SAW pernah mengirim Ukasyah bin Muhsin al Usdi sebagai utusan ke Sriwijaya pada 623 M. Ukasyah kembali ke Madinah sebelum Rasulullah SAW wafat. Ingatan khalifah jauh melayang bahkan sebelum beliau lahir tentang peristiwa fenomenal sahabat Ukasyah pada akhir-akhir hayat Rasulullah SAW.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz semakin bertambah terkejut ketika mengetahui sahabat-sahabat besar Rasulullah SAW pernah mengunjungi dan berdakwah di Indonesia. Habib Bahruddin Azmatkhan dalam kitab Qishatud Dakwah fil Arahbiliyyah bahkan mencatat kunjungan sahabat Ali bin Abi Thalib ke tanah Sunda pada 625 M. Sedangkan, pada 626 M, Jafar bin Abi Thalib ke Jawa Dwipa, Ubay bin Ka'ab ke Minangkabau, Salman al Farisi dan Abdullah bin Mas'ud ke Aceh, Abdurrahman bin Muaz bin Jabal ke Tapanuli. Sentuhan para sahabat besar yang menjamah hati sanubari bangsa Indonesia, nilai-nilai moralitas terhujam dalam lubuk hati, dibasahi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan sahabat beliau.

Daniel Kahneman, Jack Knetsch, Richard Thaler, masing-masing dari University of California Berkeley, Simon Fraser University, Cornell University, secara bersama-sama menulis "Fairness and the Assumptions of Economics". Mereka menyimpulkan bahwa masyarakat akan menetapkan standar rasa adil dalam transaksi-transaksi bisnis. Masyarakat akan memberikan insentif kepada pebisnis yang jujur dalam bentuk penghargaan atas reputasi dan nama baik. Kadang kita lebih suka menunggu taksi lebih lama untuk mendapatkan taksi dengan reputasi tertentu.

Masyarakat juga akan menghukum yang tidak jujur dalam bentuk persepsi buruk dan penghindaran transaksi dengan mereka. Dalam beberapa kelompok masyarakat bahkan "pemboikotan" dilakukan tanpa mengajukan keluhan terlebih dulu.

Pasar Indonesia adalah pasar yang sangat besar, apalagi saat ini ekonomi kita telah masuk 10 besar dunia. Populasi yang besar, daya beli semakin tinggi, dan porsi usia produktif yang besar membuat Indonesia too big to be ignored, terlalu besar untuk diabaikan oleh kekuatan ekonomi manapun. Pasar yang semakin terdidik dan memiliki pilihan membuat pebisnis harus semakin menghargai rasa adil masyarakat dalam melakukan transaksi bisnis.

Strategi pencitraan yang tidak tulus tidak akan bertahan lama suksesnya. Anda mungkin dapat membohongi satu orang selamanya, Anda mungkin dapat membohongi semua orang dalam satu saat, tapi Anda tidak akan pernah dapat membohongi semua orang selamanya.

Tidak ada komentar: