muqoddimah kitab Riyadhus Shalihin karya Syaikh Imam an-Nawawi,
... إِنَّ للهِ عِبَادًا فُطَنَا ...
... طَلَّقُوا الدُّنْيَا وخَافُوا الفِتَنَا نَظَروا فيهَا فَلَمَّا عَلِمُوا ...
... أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا جَعَلُوها لُجَّةً واتَّخَذُوا ...
... صَالِحَ الأَعمالِ فيها سُفُنا ...
"Innalillahi ‘ibadan futhona, tholaqu ad-dunya wa khoful fitana, nadhoru fiha falamma ‘alimu, annaha laisat lihayyin wathona, ja’aluha lujjatan wattakhodzu, sholihal a’mali fiha sufuna.”
Artinya kurang lebih demikian, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba yang cerdas lagi bijaksana.
Ialah mereka yang menceraikan dunia karena khawatir akan tipu daya dan fitnahnya.
Mereka benar-benar melihat dan mengetahui, bahwa sesungguhnya dunia bukanlah tempat hidup yang sebenarnya bagi manusia.
Mereka melihat dunia sebagai bahtera lautan yang sangat dalam dan menjadikan amal saleh sebagai perahu untuk mengarunginya.
*
Terkait Kepulauan Meranti yang merupakan salah satu daerah penghasil migas,
Yustinus menyebut perhitungan TKD tahun 2023, khususnya DBH migas untuk Kepulauan Meranti, Riau, dilaksanakan sesuai ketentuan UU 1/2022 ttg HKPD.
xxx
Kemarin Bang Depis udah jelasin nih terkait dari mana saja uang yang digunakan untuk membangun daerah kita.
— DJPK Kemenkeu (@DitjenPK) December 13, 2022
Untuk menepati janjinya, kali ini Bang Depis mau jelasin apa itu Transfer ke Daerah, terutama terkait Dana Bagi Hasil (DBH). Mari kita simak!#TransferkeDaerah pic.twitter.com/MRGSs5EAh8
xxx
Di saat segenap pegawai @KemenkeuRI bekerja menjalankan amanat UU, pernyataan Bupati Kab Kepulauan Meranti ini tentu amat tidak pantas. Apalagi kapasitasnya sebagai seorang pimpinan daerah, yg seharusnya menjadi pengayom dan teladan.
— Prastowo Yustinus (@prastow) December 11, 2022
Saya akan tanggapi melalui video dan #utas https://t.co/BhpuxabOtL pic.twitter.com/9MzwrRgVD6
xxx
Jadi Narasumber di UGM, Bupati H. M Adil Bicara Upaya Pembangunan di Tengah Keterbatasan detail di https://t.co/noEwxN1Fja pic.twitter.com/1I2UCa8lRW
— Kepulauan Meranti (@merantikab) December 5, 2022
xxx
*
lihat juga, penentuan BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM :
1. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan berdasar Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Sesuai dengan amanat Undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tersebut, untuk Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk Gas Bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah.
3. Pada Pasal 19 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dijelaskan DBH Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6% Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
4. Untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi dengan rincian, 6% Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
5. secara lebih rinci alokasi DBH Migas diatur berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
6. DBH minyak bumi sebesar 15,5% (lima belas setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
7. DBH minyak bumi sebesar 15% (lima belas persen) dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dibagi dengan rincian sebagai berikut: 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% (enam persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
8. DBH Minyak Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) nya dibagi dengan rincian sebagai berikut: 0,1% (satu persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 0,2% (dua persepuluh persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 0,2% (dua persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
9. DBH minyak bumi sebesar 15,5% (lima belas setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam minyak bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
10. DBH minyak bumi sebesar 15% (lima belas persen) dari wilayah provinsi yang bersangkutan dibagi dengan rincian sebagai berikut: 5% (lima persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan 10% (sepuluh persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
11. DBH Minyak Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) nya dibagi dengan rincian sebagai berikut: 0,17% (tujuh belas perseratus persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan 0,33% (tiga puluh tiga perseratus persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
12. DBH gas bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam gas bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
13. DBH gas bumi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dibagi dengan rincian sebagai berikut: 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12% (dua belas persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
14. DBH Gas Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) nya dibagi dengan rincian sebagai berikut: 0,1% (satu persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 0,2% (dua persepuluh persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 0,2% (dua persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
15. DBH Gas Bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam gas bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
16. DBH Gas sebesar 30% (tiga puluh persen) dari wilayah provinsi yang bersangkutan dibagi dengan rincian sebagai berikut: 10% (sepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan 20% (dua puluh persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
17. DBH Gas Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) nya dibagi dengan rincian sebagai berikut: 0,17% (tujuh belas perseratus persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan 0,33% (tiga puluh tiga perseratus persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
18. Penetapan daerah penghasil dan dasar penghitungan bagian daerah dilakukan oleh Menteri ESDM setiap tahun dengan memuat rincian lifting per daerah penghasil berdasarkan asumsi APBN pada tahun berjalan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
19. Penyaluran DBH Migas dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan setiap triwulan berdasarkan realisasi penerimaan bukan pajak yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
*
tentang second home visa
(Indonesia sebagai rumah kedua bagi para Warga Negara Asing)
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI baru saja meluncurkan kebijakan second home visa atau visa rumah kedua. Apa itu second home visa? Simak penjelasan singkatnya sebagai berikut.#imigrasiindonesia #secondhomevisa #visarumahkedua #visaindonesia pic.twitter.com/h0nnQ3ZrUu
— Ditjen Imigrasi (@ditjen_imigrasi) October 28, 2022
xxx
xxx
*
xxx
xxx
*
lihat juga
klik tentang ikhlas
*
klik Indonesia Jangan Sampai Besar
Emha Ainun Nadjib
30 Jul 2011
xxx
xxx
Indonesia adalah bangsa besar. Tanda kebesarannya antara lain adalah lapang jiwanya, sangat suka mengalah, tidak lapar kemenangan dan keunggulan atas bangsa lain, serta tidak tega melihat masyarakat lain kalah tingkat kegembiraannya dibanding dirinya.
Dari lingkaran katulistiwa, Indonesia memiliki 12,5%, dan itu lebih dari cukup untuk menguasai akses angkasa, satelit dan wilayah otoritas politik maupun perekonomian informasi dan komunikasi.
Kita adalah a Big Boss industri teknologi informasi sedunia. Tapi kita sangat rendah hati dan mengalah. Kita tidak tega kepada “Negara Kecamatan” yang bernama Singapura, sehingga kekayaan kita itu kita shadaqahkan kepada tetangga kecil itu.
Keluasan territorial dan kesuburan bumi maupun lautan, kekayaan perut bumi, tambang-tambang karun, keunggulan bakat manusia-manusia Indonesia, pelajar-pelajar kelas Olimpiade, kenekadan hidup tanpa managemen, ideologi bonek, jumlah penduduk, kegilaan genetic dan antropologisnya, dan berbagai macam kekayaan lain yang dimiliki oleh “penggalan sorga” yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia — sungguh-sungguh merupakan potensialitas yang tak tertandingi oleh Negara dan bangsa manapun di muka bumi.
Tetapi, sekali lagi, kita adalah bangsa yang lembut hati dan jauh dari watak Raja Tega. Kekayaan-kekayaan itu kita persilahkan dikenduri oleh industri multinasional dan orang-orang serakah: emas rojo brono diangkuti tiap hari ke mancanegara. Dan itu bukan kekalahan, itu adalah kebesaran jiwa.
Kita bangsa yang kaya raya karena amat sangat disayang Tuhan, sehingga kita pesta shadaqah dan infaq. Rakyat kebanyakan ikhlas menderita karena memilih sorga, dan toleran kepada sejumlah minoritas yang memang memilih neraka.
Itu terkadang rakyat ikut rakus sedikit-sedikit, dengan pertimbangan tak enak atau pekewuh kalau kita dari dunia langsung masuk sorga tanpa menengok saudara-saudara kita yang di neraka. Tak baik-lah itu. Apa salahnya kita mampir juga beberapa saat di neraka, ngerumpi dengan handai tolan di sana .
Pada suatu hari TVRI, RRI, TNI, Polri dan berbagai mesin rumah tangga negara kita sewakan atau jual kepada tetangga. Berikutnya kita bercita-cita tak usah repot-repot menghabiskan ratusan milyar untuk pemilihan Presiden.
Kita bisa mengontrak tokoh managemen dunia untuk memimpin negeri kita. Juga Menteri-menteri kita kontrak dari luar negeri, sebagaimana para pemain sepakbola.
Dan puncaknya kelak, MPR bisa mengambil keputusan untuk bikin proposal memohon kepada Kerajaan Belanda agar berkenan memimpin kita lagi.
Bangsa kita adalah bangsa filosof. Kalau Presiden kita kontrakan dan Belanda atau terserah negeri maju manapun kita persilahkan memimpin, itu tidak berarti kita berada di bawah mereka.
Dalam teori demokrasi, rakyat selalu tertinggi, Presiden dan Kabinet hanya orang yang kita upah dan harus taat kepada kita. Jadi sesungguhnya bangsa Indonesia tetap di atas.
Sebagaimana seorang Imam shalat diangkat oleh makmumnya, Imam pada hakekatnya harus taat kepada makmum. Yang memilih ditaati oleh yang dipilih. Apalagi yang dipilih itu digaji. Makmum yang memilih Imam, tidak ada Imam memilih makmum.
Sejak 200 tahun yang lalu kekuatan bangsa Indonesia membuat dunia miris. Maka perlahan-perlahan, terdisain atau tak sengaja, terdapat semacam perjanjian tak tertulis di kalangan kepemimpinan dunia di berbagai bidang: Jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang besar, jangan sampai Negara Indonesia menjadi Negara yang maju.
Sebab potensi alam dan manusia tak bisa dilawan oleh siapapun. Kalau diberi peluang, masyarakat Setan dan Iblispun kalah unggul dibanding ummat manusia Indonesia.
Sedangkan orang Indonesia hidup iseng dan sambilan saja dalam melakukan apapun: setan-setan sudah semakin terpinggirkan dan kehilangan pekerjaan.
Dan kitapun sangat supportif kepada kehendak dunia untuk mengkerdilkan bangsa kita. Kita membantu sepenuh hati upaya-upaya untuk mengerkerdilkan diri kita sendiri.
Sehari-hari, dalam pergaulan maupun dalam urusan-urusan konstelatif stuktural, kita sangat rajin menghancurkan siapapun saja yang menunjukkan perilaku menuju kemungkinan mencapai kebesaran dan kemajuan bangsa Indonesia.
Setiap orang unggul tak kita akui keunggulannya. Setiap orang hebat kita cari buruknya. Setiap orang berbakat kita kipasi agar bekerja di luar negeri. Setiap orang baik takkan pernah kita percaya.
Setiap orang tulus kita siksa dengan kecurigaan. Setiap orang ikhlas kita bantai dengan fitnah.
Setiap akan muncul pemimpin sejati harus sesegera mungkin kita bikin ranjau untuk menjebak dan menghancurkannya.
Kita benar-benar sudah hampir lulus menjadi bangsa yang besar. Dan puncak kebesaran kita adalah kesediaan kita untuk menjadi kerdil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar