GMT or UTC
xxx
Mecca
xxx
xxx
Surabaya
xxx
xxx
klik qibla finder
klik jadwal sholat pdf
xxx
1. Pesan dirancang untuk menciptakan kecemasan, kebencian, kecurigaan atau ketidakpercayaan hingga permusuhan.
2. Sumber informasi tidak jelas media atau identitasnya sehingga tidak bisa dimintai tanggung jawab atau dimintai klarifikasi terhadap kebenaran isinya. Penyebar sengaja mengaburkan identitas.
3. Mengeksplorasi dan eksploitasi fanatisme SARA, konflik antar klas dan trauma masa lalu. Hoaks memupuk kebencian berdasarkan SARA, klas dan trauma masa lalu.
4. Pesan tidak lengkap. Prinsip 5 W 1 H tidak utuh terutama aspek kenapa dan mengapa sebuah peristiwa terjadi
5. Mengunakan kata provokatif seperti kata Viralkan, Sebarkan, Jangan Berhenti di sini, Ternyata, Terungkap dan sebagainya yang bisa menghasut dan mengadu domba.
*
Tahapan Pelaksanaan Pemilu 2024
*
1. KPU
klik https://www.instagram.com/kpu_ri
klik https://youtube.com/@kpuri725
https://www.facebook.com/KPURepublikIndonesia
2. KPU JATIM
klik https://www.instagram.com/kpu_jatim
klik https://youtube.com/@KPU_Jatim
https://www.facebook.com/KPUJATIM
3. KPU Kota Surabaya
klik https://instagram.com/kpukotasurabaya
klik https://youtube.com/@kpukotasurabaya
https://www.facebook.com/people/KPU-Kota-Surabaya/100069112964030/
1. Bawaslu
klik https://www.instagram.com/bawasluri/
klik https://youtube.com/@bawaslu_ri
https://www.facebook.com/sahabatbawaslu
2. bawaslu jatim
klik https://instagram.com/bawaslujatim
klik https://youtube.com/@bawaslujatim
https://www.facebook.com/bawaslujawatimur
3. bawaslu kota Surabaya
klik https://instagram.com/bawaslukotasurabaya
klik https://youtube.com/@bawaslukotasurabaya1203
https://www.facebook.com/bawaslukotasurabaya
*
Andi Nugroho
Rabu, 06 Maret 2019 - 14:47 WIB
klik cyberthreat
Jakarta, Cyberthreat.id – Selama tujuh bulan terakhir pemerintah mengidentifikasi sebanyak 771 hoaks atau kabar bohong yang beredar di jejaring sosial dan media sosial.
Proses identifikasi dilakukan dengan mesin pengais konten negatif atau lebih dikenal dengana nama AIS.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mengatakan, jumlah konten hoaks yang beredar di masyarakat terus meningkat dari bulan ke bulan.
Pada Agustus 2018, misal, beredar 25 konten hoaks yang diidentifikasi oleh Tim AIS Subdit Pengendalian Konten Ditjen Aplikasi Informatika. Namun, pada bulan berikutnya hingga berturut-turut hongga Desember yaitu 27 konten, 53 konten, 63 konten, dan 75 konten.
“Peningkatan jumlah konten hoaks sangat signifikan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2019,” kata Plt. Kepala Biro Humas Kemkominfo RI Ferdinandus Setu dalam siaran persnya, Rabu (6/3/2019) di Jakarta.
Menurut Nando, sapaan akrabnya, selama Januari 2019 sebanyak 175 konten diverifikasi oleh Tim AIS Kemkominfo. Angka ini naik dua kali lipat di Februari 2019 menjadi 353 konten.
Dari total konten hoaks yang telah diverifikasi dan divalidasi, sebanyak 181 konten terkait isu politik, baik hoaks yang menyerang pasangan capres dan cawapres Nomor 01 dan No 02, maupun yang terkait partai politik peserta Pemilu 2019.
Selain itu, konten hoaks lain seputar isu kesehatan sebanyak 126, isu pemerintahan 119 konten, fitnah terhadap individu tertentu 110 konten, isu kejahatan 59 konten, isu agama 50 konten, isu internasional 21 konten, isu penipuan dan perdagangan masing-masing 19 konten, dan terakhir isu pendidikan 3 konten.
5 Ciri Hoax Politik
klik cyberthreat
Rabu, 21 Agustus 2019 - 12:31 WIB
Jakarta, Cyberthreat.id - Hoaks dipercaya sebagai alat sukses politik di sebuah negara. Inilah yang menyebabkan hoaks tumbuh menjadi industri dan bernilai ekonomi sangat besar karena berkaitan dengan mengolah dan memproses data.
Hoaks juga minim risiko dan minim biaya dibandingkan money politics. Penyebaran hoaks dan hatespeech di ruang siber, biayanya jauh lebih murah dan lebih efektif dalam mengontrol opini publik.
Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto, mengatakan Pemerintah terus berupaya melakukan literasi terkait hoaks politik yang merupakan paling banyak di tahun 2019. Hoaks politik sangat berkaitan dengan Pemilu dan Pilpres serentak yang untuk pertama kalinya digelar Indonesia.
"Hoaks menimbulkan fenomena Weaponization Social Media dimana internet dijadikan ajang perang komunikasi politik," kata Henri dalam diskusi di Gedung KPU RI, Selasa (20 Agustus 2019).
Henri juga mencontohkan bagaimana mekanisme Weaponization Social Media. Medsos, kata dia, digunakan untuk disinformasi yang menguntungkan kemudian diviralkan agar mempengaruhi proses politik.
Untuk melakukan itu, kata dia, cyber army dan cyber troop merupakan komponen penting dalam perang politik.
"Perang komunikasi menjadi semakin seru ketika rangkaian hoaks menjadi senjata yang di mix dengan ideologi trans nasional dan kekuatan politik lokal," ujarnya.
Kasus Cambridge Analytica
Henri mengatakan salah satu contoh terbaik menggambarkan hoaks dan pengolahan datanya menjadi senjata politik yang sangat efektif adalah di kasus Cambridge Analytica.
Rasasa Facebook yang menjadi tokoh sentral dalam pengolahan data oleh Cambridge Analytica, telah membuktikan bagaimana negara lain di luar Amerika Serikat (AS) bisa mempengaruhi kualitas Pemilu Presiden di negeri Paman Sam.
Puluhan juta data pengguna Facebook diolah dan diproses untuk strategi propaganda penyebaran hoaks.
"Data diperoleh lewat aplikasi yang numpang di Facebook. Salah satunya thisisyourdigitallife yang berbentuk survei kepribadian. Dengan data itu bisa diketahui sifat personal dan kecenderungan puluhan juta orang pemiliknya," kata dia.
Untuk mengubah pandangan politik, Henri menjelaskan, harus diubah dulu cara pandang dan budayanya. Dengan demikian, untuk mengubah masyarakat maka dihancurkan dulu nilai-nilainya.
Psychological Operation kemudian dilakukan untuk mempengaruhi emosi dan nalar audiens. Setiap target diperlakukan sebagai personal politik berdasarkan profil psikologisnya.
"Setelah itu tim kreatif, desainer, videografer, fotografer membuat konten yang akan dikirimkan langsung ke pemilih."
Kemudian produksi konten dan informasi yang mendukung diperbanyak. Seperti menciptakan situs, blog atau konten yang mudah diakses sehingga pemilih masuk semakin jauh ke dalam konstruksi yang dibangun secara psikologis.
APA ITU CAMBRIDGE ANALYTICA
klik Algoritma
Cambridge Analytica adalah perusahaan konsultan politik asal Inggris yang mengkombinasikan data mining, data brokerage, dan data analysis dengan strategic communication untuk proses pemilihan umum. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2013 sebagai anak perusahaan dari SCL Group.
SCL Group adalah perusahaan yang berbasis di Inggris dan menyediakan riset perilaku serta strategic communication.
APA YANG SALAH DARI CAMBRIDGE ANALYTICA?
Perusahaan ini mengumpulkan data dari puluhan ribu pengguna Facebook. Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Christoper Wylie, seorang mantan data scientist yang pernah ikut membantu Cambridge Analytica di masa awal berdirinya, membongkar sejumlah rahasia tentang perusahaan tersebut.
Wylie menyebutkan, data-data yang mereka kumpulkan kemudian mereka olah sedemikian rupa untuk membentuk opini publik. Proses ini dilakukan tanpa seizin pemiliki data, yakni para pemiliki akun Facebook yang menjadi korban.
BAGAIMANA CAMBRIDGE ANALYTICA MENGUMPULKAN DATA?
Pada tahun 2014, seorang profesor dari Universitas Cambridge yang bernama Aleksandr Kogan membuat sebuah aplikasi kuis psikologi yang terintegrasi dengan Facebook. Cambridge Analytica melihat kuis ini sebagai salah satu metode yang murah, mudah, dan cepat untuk mengumpulkan data pengguna Facebook.
Sebanyak 270 ribu orang mengikuti kuis tersebut. Tanpa sepengetahuan mereka, kuis yang bernama “thisisyourdigitallife” tersebut ternyata dapat mengakses data-data dalam profil Facebook, bahkan data orang-orang di dalam daftar pertemanan pengguna itu.
Aplikasi tersebut menarik data berupa status, like, post, daftar teman, bahkan dalam beberapa kasus, private message antar pengguna.
Dari sana, Cambridge Analytica berhasil mengumpulkan data sekitar lima puluh juta pengguna Facebook dari berbagai penjuru Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Wylie menyebutkan bahwa mereka mendapatkan data sebanyak itu dalam waktu 2 hingga tiga bulan. Mereka menghabiskan biaya sebesar USD1 juta untuk “panen” jutaan profll Facebook.
APA HUBUNGANNYA DENGAN DONALD TRUMP?
Seperti yang tadi kita bahas di awal artikel ini, Cambridge Analytica adalah anak perusahaan SCL Group. SCL Group menyediakan layanan analisis perilaku dan strategi komunikasi, khususnya untuk politik.
Saat itu, SCL Group adalah salah satu perusahaan yang menangani kampanye Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Menurut Wylie, data-data yang didapat Cambridge Analytica djadikan sebuah alat untuk memainkan psikologi warga Amerika Serikat dan menjadi salah satu cara untuk mendoktrin mereka dalam mengambil keputusan politik.
“Pada saat itu, Cambridge Analytica tidak hanya memiliki data scientist saja, tapi juga tim kreatif. Desainer grafis, fotografer, videografer, blogger, dan lain sebagainya. Mereka menciptakan konten di internet untuk mengubah opini publik dan lain sebagainya,” ujar Wylie.
Dari situlah, para pemilih Donald Trump dan target calon pemilihnya dipengaruhi dengan serangkaian taktik psikologi untuk “mengarahkan” pilihan politis mereka.
APAKAH CAMBRIDGE ANALYTICA MELAKUKAN DATA BREACHING?
Data breaching atau pencurian akses data terjadi jika data diambil tanpa seizin pengguna. Masalahnya dalam kasus Cambridge Analytica, pengguna aplikasi memberikan profil mereka dengan sukarela (consent). Sehingga, tidak dapat dibilang pencurian juga.
Hanya saja, data tersebut disalahgunakan tanpa seizin para pengguna tersebut untuk “memanipulasi” opini mereka dan mempengaruhi kondisi psikologi mereka dalam mengambil keputusan.
BAGAIMANA NASIB FACEBOOK SETELAH INI?
Tidak bisa dipungkiri, bagi Facebok, ini adalah skandal yang melibatkan privasi, politik, dan yang paling mempengaruhi bisnis: kepercayaan publik. Nilai saham mereka sempat turun, dan citra Facebook sempat tercoreng gara-gara Cambridge Analytica.
Mark Zuckerberg telah memberikan permintaan maaf kepada publik, dan telah berkomitmen untuk meningkatkan regulasi mereka terkait privasi pengguna. Sempat ada gosip bahwa drama Cambridge Analytica ini akan menjadi penentu nasib Facebook.
Namun, perlu diingat juga bahwa jutaan advertiser banyak meraup keuntungan dari Facebook. Apabila Facebook selesai setelah ini, lalu bagaimana nasib para pengiklan dan pengguna Facebook ke depannya?
xxx
xxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
Xxxx
xxx
xxx
Xxxx
Xxxx
xxx
Xxxx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar