Dengan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pemerintah memandang perlu memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa (Kades), Sekretaris Desa (Sekdes), dan Perangkat Desa lainnya melalui penyesuaian penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya.
Atas pertimbangan tersebut, pemerintah memandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dengan pertimbangan tersebut, pada 28 Februari 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam PP ini, pemerintah mengubah Pasal 81 menjadi sebagai berikut:
1.Penghasilan tetap diberikan kepada Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari ADD (Anggaran Dana Desa).
2. Bupati/Wali kota menetapkan besaran penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya, dengan ketentuan:
a. besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp2.426.640,00 setara 120% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a;
b. besaran penghasilan tetap Sekretaris Desa paling sedikit Rp2.224.420,00 setara 110% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a;
dan c. besaran penghasilan tetap Perangkat desa lainnya paling sedikit Rp2.022.200,00 setara 100% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a.
“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa,” bunyi Pasal 81 ayat (3) PP ini.
Menurut Pasal 81A PP ini, penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
Dalam hal Desa belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, maka pembayaran penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan terhitung mulai bulan Januari 2020.
Terkait perubahan Pasal 81 itu, maka Pasal 100 PP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diubah menjadi:
1. Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:
1. Penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk belanja operasional pemerintahan desa, dan insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga;
2. Pelaksanaan pembangunan desa;
3. Pembinaan kemasyarakatan desa;
dan 4. Pemberdayaan masyarakat desa.
b. paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:
1. Penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya; dan
2. Tunjangan operasional Badan Permusyawaratan Desa.
2. Penghasilan belanja desa sebagaimana dimaksud di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain.
PP ini menegaskan, hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya selain penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas (Pasal 81).
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 28 Februari 2019.
*****
Perbandingan Gaji Kepala Desa dengan PNS, Besar Mana?
Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 01 Feb 2023 12:06 WIB
Kepala desa adalah pimpinan tertinggi di dalam struktur kepemimpinan masyarakat desa. Biasanya jabatan ini dipilih langsung oleh warga desa untuk masa bakti selama enam tahun.
Namun belakangan, kepala desa dari berbagai penjuru Indonesia melakukan demonstrasi besar-besaran meminta masa jabatan mereka ditambah menjadi 9 tahun.
Mereka menilai dengan masa jabatan 6 tahun seperti selama ini tidak cukup untuk membangun desa yang lebih baik.
Diketahui bahwa besaran gaji Kepala Desa telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Berdasarkan aturan tersebut, dijelaskan bahwa besaran penghasilan tetap atau gaji Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota. Sedangkan untuk sumber gaji para perangkat desa ini berasal dari APBDesa yang bersumber dari ADD (Anggaran Dana Desa).
Secara khusus, dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa besaran gaji tetap Kepala Desa paling sedikit Rp 2.426.640 per bulannya. Bila dibandingkan dengan PNS, gaji Kepala Desa ini setara dengan 120% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a.
Sementara itu, sekretaris desa menerima gaji paling sedikit yang diterimanya sebesar Rp 2.224.420 atau setara 110% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan II/a. Terakhir, besaran perangkat desa lainnya paling sedikit Rp 2.022.200 atau serata dengan 100% dari gaji pokok golongan II/A.
Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa," bunyi Pasal 81 ayat (3) PP ini. Menurut Pasal 81A PP ini, penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
Dalam hal Desa belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, maka pembayaran penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan terhitung mulai bulan Januari 2020.
Terkait perubahan Pasal 81 itu, maka Pasal 100 PP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diubah menjadi:
Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan:
a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:
1. Penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk belanja operasional pemerintahan desa, dan insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga;
2. Pelaksanaan pembangunan desa;
3. Pembinaan kemasyarakatan desa;
4. Pemberdayaan masyarakat desa.
b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:
1. Penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya;
2. Tunjangan operasional Badan Permusyawaratan Desa.
Penghasilan belanja desa sebagaimana dimaksud di luar pendapatan, yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau duit bengkok atau sebutan lain.
PP ini menegaskan, hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya selain penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas (Pasal 81).
"Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019.
Tanah bengkok sendiri merupakan tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa.
Tanah bengkok tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain (diperjualbelikan) tanpa persetujuan seluruh warga desa, termasuk kepada kepala desa atau perangkat desa sekalipun, kecuali untuk kepentingan umum.
Namun, tanah bengkok boleh disewakan kepada mereka yang diberi hak pengelolaannya, yaitu kepala desa dan perangkat desa.
Jadi itu artinya, kepala desa tidak dapat memiliki tanah bengkok tersebut namun dapat menyewanya.
Pemerintah Daerah memiliki kebijakan masing-masing di dalam mengelola tanah bengkok, misalnya seperti sekretaris desa (sekdes) boleh menerima 50% hasil pengelolaan tanah bengkok.
Sebagai informasi, isu perpanjangan masa jabatan kepala desa ini pertama kali disuarakan oleh para kepala desa melalui demonstrasi di depan Gedung DPR, Senin, 16 Januari 2023 lalu.
Mereka meminta Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 direvisi, sehingga masa jabatan yang semula enam tahun bisa menjadi sembilan tahun.
Maka, kalau maksimal dua periode, kepala desa bisa menjabat 18 tahun
Alasan perpanjangan masa jabatan kepala desa adalah masa jabatan enam tahun tidak cukup untuk membangun desa.
Para kepala desa juga meminta Pilkades 2024 ditunda agar tidak mengganggu Pemilu 2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar