klik sayangi bumi maka akan disayang langitan

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat (30) ar rum ayat 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (٤١)

surat (5) al maa'idah ayat 32

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ (٣٢)

surat 4 An Nisa' ayat 114

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ  ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

surat 3 Āli 'Imrān ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

*

klik nasehat

klik emak

*

Selasa, 30 Januari 2024

makna siap siaga

Surat 9 At-Taubah 9 Ayat 105

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَا لْمُؤْمِنُوْنَ ۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَا لشَّهَا دَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ 

"Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

*

HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ السَّلاَمِ، عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ‏"‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ ‏"‏ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ‏"‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ ‏"‏ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ‏"‏ ‏.‏

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.”

*

Dunia-Islam - Hikmah

(untukmu, para sahabat penjaga keamanan mulai tukang parkir, satpam/security, sampai tentara dan polisi). 

syaratnya sahabat harus teguh menjalankan rukun iman dan rukun Islam, di saat masa tenang/damai dan di saat masa perang).

Rabu , 12 Mar 2014, 01:02 WIB

Red: Damanhuri Zuhri

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Prof Dr KH Satori Achmad Ismail

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS Ali Imran: 200).

Dalam ayat ini ditegaskan, manusia beruntung harus memiliki empat syarat, yakni bersikap sabar, melipatgandakan kesabaran, tetap ribath (siap siaga), dan bertakwa.

Menurut para mufassirin (pakar tafsir), makna siap siaga dalam ayat adalah menjaga benteng peperangan dari serangan musuh.

Berangkat dari sini, para sahabat Nabi SAW banyak yang meninggalkan Kota Madinah untuk melaksanakan ribath di benteng-benteng perbatasan. 

Bahkan, sebagian besar mereka berjihad dan meninggal di luar Madinah sebagai syuhada.

Itulah konotasi siap siaga dan aplikasinya saat umat Islam menghadapi musuh bersenjata. 

Berbeda dengan umat Islam di suatu negeri yang tidak menghadapi serangan bersenjata, tetapi yang dihadapi adalah serangan pemikiran, pemurtadan, aliran sesat, penjajahan ekonomi, dan politik.

Konotasi siap siaga bergeser menjadi upaya menjaga berbagai benteng tersebut untuk melindungi umat Islam. 

Para dai yang berusaha siang dan malam untuk membentengi akidah umat adalah murobith (penjaga benteng).

Demikian juga para pendidik yang membina kader Muslim, menyiapkan para politikus jujur dan amanah adalah murobith. 

Para ekonom yang membangun dan membela ekonomi umat agar tidak dijajah pihak lain, semuanya bisa disebut juga sebagai murobith.

Umat Islam sekarang sangat membutuhkan penjaga benteng-bentang untuk melindungi akidah, ekonomi, budaya, dan seluruh bidang kehidupannya. 

Rasulullah memberikan berbagai keutamaan orang yang menjaga benteng kehidupan umat.

Pertama, siap siaga sehari lebih baik dari dunia dan isinya (HR al-Bukhari). 

Kedua, Rasulullah bersabda, “Siap siaga satu bulan lebih baik dari puasa satu tahun. Barang siapa meninggal dalam keadaan siaga di jalan Allah, akan aman dari fitnah kiamat dan dia mendapatkan rezekinya dari surga dan terus ditulis amal seorang penjaga benteng sampai dibangkitkan hari kiamat. (HR at-Thabrani).

Ketiga, semua amalan seseorang terputus saat mati, kecuali murobith. Rasulullah bersabda, “Setiap mayat dipungkasi amalnya, kecuali murobith di jalan Allah. Amalnya ditumbuhkan sampai hari kiamat dan akan aman dari fitnah kubur.'' (HR Abu Daud, at-Turmudzi, dan al-Hakim).

Keempat, penjaga benteng di jalan Allah kelak dibangkitkan dalam keadaan aman dari fitnah hari kiamat. ''Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik dari puasa dan qiyam selama Ramadhan, barang siapa yang meninggal saat menjaga benteng, pahala amalnya terus ditulis (sampai kiamat), dan diberi balasan rezekinya di surga dan aman dari fitnah kubur.'' (HR Muslim).

Kelima, penjaga benteng bila meninggal akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai syahid (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah). 

Keenam, penjaga benteng fi sabilillah akan mendapatkan pahala dari orang-orang yang hidup setelahnya (HR at-Thabrani).

Untuk membentengi umat Islam dari serangan pemikiran dan pemurtadan, tiap Muslim wajib menjadi penjaga benteng dalam bidang keahliannya agar umat terbebas dari berbagai penjajahan modern. 

Wallahu a’lam bis shawab.

*

doa

surat 7.Al-A'rāf ayat 23

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Keduanya berkata: \"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.

surat 2 Al Baqarah Ayat 250

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَلَمَّا بَرَزُوْا لِجَـالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ قَا لُوْا رَبَّنَاۤ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّثَبِّتْ اَقْدَا مَنَا وَا نْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْکٰفِرِيْنَ 

"Dan ketika mereka maju melawan Jalut dan tentaranya, mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."

surat 7 Al A'raf Ayat 126

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَمَا تَـنْقِمُ مِنَّاۤ اِلَّاۤ اَنْ اٰمَنَّا بِاٰ يٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتْنَا ۗ رَبَّنَاۤ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّتَوَفَّنَا مُسْلِمِيْنَ

"dan engkau tidak melakukan balas dendam kepada kami, melainkan karena kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami." (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu)."

surat 2 Al Baqarah Ayat 201

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰ خِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَا بَ النَّا رِ

"Dan di antara mereka ada yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka."

*

Keutamaan Murabith

September 5, 2021

klik tafaqquh 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ. رواه مسلم

Dari Abu Hurairah semoga Allah meridhainya, bahwasanya Rasulullah –shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepada para sahabat: “Maukah aku tunjukan kepada kalian terhadap suatu amalan yang dapat menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasul. Kemudian beliau menjawab: “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi kedinginan, memperbanyak  langkah ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat, maka itulah ribath.”(H.R. Muslim, nomor 251)


Menurut Imam Nawawi, asal ribath adalah bertahan atas sesuatu, seperti seseorang bertahan dalam ketaatan kepada Allah swt. Kemudian Ibnu Katsir membagi pengertian murabith kepada dua macam. Pertama, murabith adalah orang yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah swt dengan penuh keteguhan. Kedua, murabith adalah orang yang bersiap siaga dalam peperangan dalam menghadapi serangan musuh. (‘Umdatut Tafsir, juz 1, hal. 453)

Sedangkan menurut Ibnu Hajar, ribath adalah bersiap siaga di perbatasan antara kaum muslimin dan kaum kafir dalam rangka melindungi kaum muslimin. Kemudian Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu Qutaibah, bahwa asal kata ribath adalah mempersiap-siagakan kuda-kuda mereka untuk berperang. (Fathul Bari, Juz 6, hal. 98)

Orang-orang beriman wajib bersiap siaga dalam hal beribadah kepada Allah ataupun bersiap siaga dalam menghadapi serangan musuh, sebagaimana firman Allah swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصابِرُوا وَرابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)


 Ibnu Hajar mengutip tafsir Al-Hasan Al-Bashri dan Qatadah, menurut keduanya bahwa lafadz ishbiru maksudnya adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah swt. Sedang lafadz shabiru maksudnya adalah bersabar ketika berjihad dalam menghadapi musuh-musuh Allah. Adapun lafadz rabithu maksudnya adalah bersiap siaga di jalan Allah. (Fathul Bari, Juz 6, hal. 98)

Ayat di atas menjadi penguat bagi orang-orang beriman, di samping harus bersikap sabar dalam segala hal, juga harus bersiap siaga dalam beramal shaleh, dan berjihad dalam membela agama Allah swt.

Ribath dalam Beribah          

Bersiap siaga dalam beribadah kepada Allah swt sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, minimal ada tiga amalan yang senantiasa diamalkan Nabi saw dengan penuh kesungguhan dan terus menerus dilakukan. Ketiga amalan tersebut adalah isbaghul wudhu, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu waktu shalat.

Isbaghul wudhu menurut Imam Nawawi adalah menyempurnakan wudhu. Sedangkan menurut Ibnu Qudamah adalah meratakan air ke seluruh anggota-anggota wudhu. Adapun menurut Al-Mubaraqfuri isbaghul wudhu adalah menyempurnakan seluruh anggota wudhu dengan cara dicuci, melebihkannya, dan mencuci anggota wudhunya sebanyak tiga kali. (Tuhfatul Ahwadzi)

Isbaghul wudhu juga bisa bermakna konsisten menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang sulit, misalnya dalam keadaan cuaca yang sangat dingin, atau fisiknya dalam keadaan sakit, sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dan Al-Mubaraqfuri.

Kedua, memperbanyak langkah ke masjid. Menurut Imam Nawawi maksudnya adalah memperbanyak langkah pergi ke masjid dengan berjalan kaki, karena rumahnya yang jauh, dan dilakukan dengan berulang kali. (Syarah Muslim, hal. 267)

Oleh karenanya Abdul Hadi bin Sa’id mengatakan, berjalan kaki ke masjid lebih utama dari pada berkendara, kecuali ada kesulitan. (Rauhun wa Rayahin, hal. 676)

Di zaman Nabi Muhammad saw ada seorang sahabat Anshor yang memilih berjalan kaki menuju masjid, dari pada menggunakan kendaraan. Hal ini sebagaimana yang diuraikan dalam hadits berikut:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ، وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ، قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: أَوْ قُلْتُ لَهُ: لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ، وَفِي الرَّمْضَاءِ، قَالَ: مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ، إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَدْ جَمَعَ اللهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ» رواه مسلم.

“Dari Ubay bin Ka’ab semoga Allah meridhainya, ia berkata: “Ada seorang laki-laki dari kaum Anshor yang sepengetahuanku tidak ada paling jauh (rumahnya) dari masjid daripadanya, sedangkan dia tidak pernah tertinggal shalat.  Maka ia dikatakannya kepadanya atau kusarankan: “Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik? laki-laki itu menjawab: “Aku tidak ingin rumahku di samping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat.” Maka Rasulullah saw bersabda: “Telah Allah himpun untukmu semuanya tadi.” (HR. Muslim no. 663)


Berikutnya, menunggu shalat setelah shalat. Menurut Imam Nawawi yang mengutip pendapat al-Qhadhi Abul Walid Al-Baji, maksudnya adalah orang yang senantiasa menunggu waktu shalat. (‘Umdatut Tafsir, hal. 267)

Kemudian menurut Al-Mubarakfuri, maksud “menunggu shalat” adalah menunggu waktu tibanya shalat, dan menunggu shalat berjamaah. Kemudian maksud “setelah shalat” adalah setelah melaksanakan shalat berjama’ah atau munfarid, dia menunggu shalat berikutnya, hati dan pikirannya teringat terus untuk melaksanakan shalat berikutnya, walaupun dalam keadaan sibuk.

Hal ini sudah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw, mereka menunggu shalat isya setelah melaksanakan shalat magrib. Para sahabat tidak pulang ke rumah, tetapi mereka diam di masjid menunggu waktu shalat isya, karena memang waktunya berdekatan.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -عَلَى عَهْدِهِ- يَنْتَظِرُونَ اَلْعِشَاءَ حَتَّى تَخْفِقَ رُؤُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّئُونَ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ ُ وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِم        

Anas Ibnu Malik –radliya-‘Llahu ‘anhu- berkata: “Pernah para shahabat Rasulullah –shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam- pada jamannya menunggu waktu isya sampai kepala mereka terangguk-angguk (karena kantuk) kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu.” (HR. Muslim no. 376 dan Sunan Abu Dawud no. 200)


عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى، فَأَبْعَدُهُمْ، وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنَ الَّذِي يُصَلِّيَهَا ثُمَّ يَنَامُ» وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ: «حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ فِي جَمَاعَةٍ» رواه مسلم.

“Dari Abu Musa semoga Allah meridoinya, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya manusia yang paling besar ganjarannya dalam hal shalat adalah mereka yang paling jauh berjalannya menuju masjid untuk shalat, terus yang paling jauh lagi, dan orang yang menunggu shalat sehingga berjamaah bersama imam, itu ganjarannya paling besar dari pada orang yang shalat kemudian tidur. Dan pada riwayat Abu Kuraib: Sehingga dia melaksanakan shalat berjamaah bersama imam.” (HR. Muslim no. 662)


Ketiga amalan tersebut bagi seorang muslim adalah ribath, yang harus bersiap siap dalam melaksanakan ketiga amalan tadi. Dilakukan dengan terus menerus, bersungguh-sunggguh, dan tentunya dengan niat karena Allah swt.  Karena diantara keutamaannya adalah adalah akan dihapus segala kesalahan-kesalahannya dan akan diangkat derajatnya kelak di surga. (Syarah Muslim, hal. 267)

Ribath dalam Peperangan   

Ibnu Katsir mengatakan bahwa kata rabithu dalam surat Ali Imran ayat 200 bisa diartikan orang yang bersiap siaga berperang dalam menghadapi orang-orang kafir serta menjaga perbatasan daerah kaum muslimin dari masuknya musuh-musuh Islam. (Umdatut Tafsir, hal. 453)

Keutamaan dan ganjaran bagi murabith dalam pengertian di sini sangat banyak, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا، وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا، وَالرَّوْحَةُ يَرُوحُهَا العَبْدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوِ الغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا» رواه البخاري

“Dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi semoga Allah meridhainya: “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Bersiap siaga satu hari  di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan tempat cambuk salah seorang di antara kalian di surga lebih baik dari dunia dan seisinya. Dan berangkatnya seseorang pada waktu pagi atau siang untuk berperang di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. (HR. Bukhari no.  2.892)


عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ» رواه مسلم

“Dari Salman semoga Allah meridhainya, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Bersiap siaga satu hari lebih baik dari shaum sebulan dan shalat malam. Jika ia wafat maka amalnya akan tetap mengalir yang dahulu ia amalkan sewaktu di dunia, rizqinya mengalir, dan ia terbebas dari berbagai fitnah.” (HR. Muslim no. 1.913)


عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَإِنَّهُ يَنْمُو عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيَأْمَنُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ» رواه أحمد

“Dari Fadhalah bin Ubaid semoga Allah meridhainya ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Setiap mayyit akan ditutup amal-amalnya, kecuali yang mati dalam keadaan bersiap siaga di jalan Allah. Sesungguhnya amal-amalnya akan tumbuh berkembang pada hari kiamat, dan ia akan terbebas dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 23.951)


Ganjaran bagi murabith di jalan Allah berdasarkan hadits di atas adalah lebih baik dari dunia dan seisinya, bahkan lebih baik dari shaum sebulan penuh beserta qiyamnya. Jika meninggal dunia dalam posisi ribath maka amal-amalnya akan tetap mengalir dan rizqinya mengalir. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt “mereka para syuhada hidup di sisi Rabbnya dan mereka diberi rizqi”. Ruh-ruh para syuhada itu makan dari buah-buahan surga. Kemudian akan terbebas dari fitnah-fitnah. Imam Nawawi mengutip pendapat imam Abu Dawud bahwa maksud terbebas dari berbagai fitnah adalah terbebas dari fitnah kubur.

Ini menunjukan bahwa menjadi murabith tanggung jawab dan amanahnya sangat besar, harus bersiap siaga di perbatasan dalam rangka menjaga daerah kaum muslimin dari serangan atau gangguan musuh-musuh Islam. Ketika daaerah kaum muslimin ada yang menjaga, kaum muslimin bisa hidup tenang, dan leluasa dalam mengamalkan dan menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Di sinilah mengapa pahala dan keutamaan murabith sangat banyatk dan besar ganjarannya. Wa-Llahu A’lam

Penulis: Oman Warman (Staf Pengajar Pesantren Persatuan Islam 27)

*


IMCTC




klik twitter 

klik instagram 

klik facebook 

klik YouTube 

*

Peran Guru Agama Menguatkan Moderasi Beragama

17 Desember 2020 21:48 WIB

Abin Abdullah



Belakangan ini masyarakat Indonesia di hebohkan dengan fenomena penangkapan yang menjerat dua ulama kondang yaitu: Sugi Nur Rahardja atau yang lebih akrab dipanggil Gus Nur dan Soni Ernata atau yang akrab dipanggil Ustadz Maher atas kasus dugaan ujaran kebencian. Penangkapan terhadap keduanya, diduga atas kasus yang sama yaitu menyebarkan ujaran kebencian terhadap golongan tertentu melalui media social. Sehingga bisa menimbulkan permusuhan antar kelompok atau masyarakat tertentu. 

Kasus yang terjerat oleh kedua tokoh agama itu patut untuk di prosses di mata hukum, karena telah melanggar prosedur KUHP. Dalam kasus ini kita harus lebih hati-hati dalam memilih guru agama, apalagi kita hanya bermodal kepada pemahaman lewat penyampaian ustad dadakan, yang sering bermunculan di media social yang akhir-akhir ini viral.

Hidup di zaman modern, kita dipermudah dalam mengolah informasi. Terlebih soal pengetahuan dan ilmu, baik ilmu Matematika, Fisika, Kimia dan lain-lain. Tetapi tidak dengan ilmu agama, karena ilmu agama perlu adanya guru sebab seseorang bisa keliru keyakinan dan pikiran akibat ilmu yang diperolehnya salah. Tanpa guru seseorang sangat rawan untuk mempelajari ilmu agama, karena akan salah memahami dalil dan mudah ditipu oleh aliran sesat. 

Sekarang di indonesia banyak bermunculan perilaku sebagian kelompok gerakan Islam yang mendukung dan mempraktikkan fanatisme dan radikalisme. Bahkan sebagian kecil dari mereka mempraktikkan ekstremisme dan bahkan terorisme atas nama jihad. 

Telah di simpulkan oleh kasus di atas, bahwa sebagian dari ulama atau tokoh agama melakukan penyimpangan terhadap dakwah yang tidak sesuai dengan syariat islam. Dengan mengadu domba dan isi ceramahnya mengandung unsur politik dengan jalan caci maki yang ditujukkan terhadap suatu golongan atau kelompok tertentu. 

Sebagai Negara yang sangat menghargai perbedaan dan menghargai Hak Asasi Manusia, Indonesia sebagai bangsa yang multicultural, tentu saja mempunyai beragam agama dan kepercayaan. Dari perbedaan keyakinan inilah yang dapat menyebabkan konflik antar agama. Konflik atas nama agama seringkali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Masjid dibakar, Gereja diserang, tokoh agama menjadi sasaran kekejaman tangan-tangan tidak bertanggung jawab, bom bunuh diri mengatasnamakan agama, radikalisme dan diskriminasi atas nama isu sara seringkali terjadi dan menjadi pemberitaan nasional bahkan internasional. 

Disini peran guru agama sangatlah penting, dalam menanamkan moderasi beragama di lembaga pendidikan. Sebab guru agama memiliki peran untuk memberikan pemahaman dan pengertian yang luas tentang islam yang rohmatan lil alamin yang dapat menghargai perbedaan. 

Guru agama perlu memainkan peranan strategisnya, untuk membina aktivitas keagamaan dan menguatkan moderasi beragama bagi para siswa. Pihak sekolah juga dituntut untuk dapat memfilter guru agama. Karena guru sebagai manusia paripurna dimana segala tindakan, perbuatan, sikap dan perkataan terekam dalam kehidupan peserta didik. Guru agama juga pemegang peran terbesar dalam prosses transformasi, agar siswanya dapat berfikir moderat dan mendorong siswanya agar memiliki moral. 

Terkikisnya moral keagamaan siswa yang saat ini hampir terlupakan khususnya di kalangan anak muda yang sudah terbawa arus perkembangan zaman. Banyak sekali kita jumpai siswa-siswi yang menyepelekan adab dan akhlak. Peran penting dalam menjadikan siswa-siswi beradab serta meningkatkan akhlaqul kharimah. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya diantara yang terbaik dari kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Bukhari). 

Pendidikan moral dapat membentuk kepribadian siswa untuk menjadi lebih baik dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai aturan yang ada. Dengan pendidikan moral yang di ajarkan oleh guru agama, siswa akan memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, sehingga ia mampu menciptakan karya yang gemilang dalam hidupnya atau dengan kata lain siswa dapat mencapai suatu peradaban dan kebudayaan yang tinggi. 

Berdasarkan struktur ajaran islam, pendidikan moral adalah yang terpenting. Moral adalah dasar yang tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak yang mulia. Pembelajaran agama islam dan moral diorientasikan pada pembentukan akhlak mulia penuh kasih sayang, kepada segenap unsur alam semesta. 

Sebagai pendidik, guru pendidikan agama islam menghadapi tanggung jawab yang berat, untuk itu harus ada persiapan dan potensi yang memadai guna tercapainya suatu hasil pendidikan yang maksimal. 

Guru pendidikan agama adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pembinaan moral (akhlak mulia) dan meluruskan perilaku siswanya yang buruk, dengan cara pendekatan yang baik. Oleh karena itu guru pendidikan agama memiliki kedudukan tinggi dalam islam. Menurut Imam Al-Ghazali, tugas guru agama islam adalah untuk menyempurnakan, membersihkian, mensucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan nama tarbiyah ta’lim, ta’dib dan riyadhah. 

Tarbiyah sendiri berasal dari kata kerja yaitu Rabaa-yarbuu, Rabiya-yarbaa, Rabba-yarubbu yang artinya berkembang, tumbuh dan memperbaiki. Prosses ini meliputi jasad, akal dan jiwa manusia yang dilakukan secara berkelanjutan, untuk tujuan akhir agar anak didik tumbuh dan mandiri di tengah masyarakat. 

Adapun Ta’lim berasal dari kata Allama, Yuallimu, Ta’liima yang artinya memberitahukan, mengajarkan dan pengajaran. Dari segi makna yaitu memberitahukan sesuatu kepada orang yang belum tahu. 

Ta’dib secara etimologi berasal dari kata Addaba, Yuaddibu, Ta’dib menurut Ibnu Manzhur kata ini merupakan padanan dari kata Allama yang secara konteks merujuk kepada kata Ta’lim. 

Sedangkan, Riyadhah menurut Imam Al-Ghazali berasal dari kata Al-riadhah yang terkenal dengan istilah lain yaitu Riyadhatu Al-sibyan yang artinya pelatihan terhadap individu pada fase anak-anak. Istilah-istilah ini memiliki makna tersendiri jika disebut secara bersamaan, tetapi apabila salah satu disebut secara formal maka akan mewakili kata yang lain. 

Pendidikan juga telah disinggung dari kisah Nabi Adam A.S yang dimana telah termaktub dalam surah Al-baqarah: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda seluruhnya), kemudian mengemukakannya kepada para malaikat. Kemudian Allah berfirman “Sebutkan-lah nama-nama itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Baqarah: 31)

Lembaga pendidikan yang menitikberatkan peran guru agama dalam mentransformasikan pengetahuan untuk peserta didiknya, bergeser kepada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, estetika, sehat jasmani dan rohani. 

Jadi jelaslah bahwa guru agama memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk moral atau akhlak yang sedang berkembang terhadap peserta didik pada masing-masing sekolah. Disini peran guru agama dalam kegiatan prosses belajar mengajar menentukan hasil akhir dari peserta didik.

Tidak ada komentar: