surat 33 Al Ahzab ayat 71
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
*
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
surat 61 As Shaff ayat 2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
surat 61 As Shaff ayat
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
*
klik Ustad Budi Ashari - HATI2 DALAM MENULIS
*
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ. رواه مسلم
Dari Abu Hurairah semoga Allah meridhainya, bahwasanya Rasulullah –shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepada para sahabat: “Maukah aku tunjukan kepada kalian terhadap suatu amalan yang dapat menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasul. Kemudian beliau menjawab: “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi kedinginan, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat, maka itulah ribath.”(H.R. Muslim, nomor 251)
Menurut Imam Nawawi, asal ribath adalah bertahan atas sesuatu, seperti seseorang bertahan dalam ketaatan kepada Allah swt. Kemudian Ibnu Katsir membagi pengertian murabith kepada dua macam. Pertama, murabith adalah orang yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah swt dengan penuh keteguhan. Kedua, murabith adalah orang yang bersiap siaga dalam peperangan dalam menghadapi serangan musuh. (‘Umdatut Tafsir, juz 1, hal. 453)
Sedangkan menurut Ibnu Hajar, ribath adalah bersiap siaga di perbatasan antara kaum muslimin dan kaum kafir dalam rangka melindungi kaum muslimin. Kemudian Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu Qutaibah, bahwa asal kata ribath adalah mempersiap-siagakan kuda-kuda mereka untuk berperang. (Fathul Bari, Juz 6, hal. 98)
Orang-orang beriman wajib bersiap siaga dalam hal beribadah kepada Allah ataupun bersiap siaga dalam menghadapi serangan musuh, sebagaimana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصابِرُوا وَرابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Ibnu Hajar mengutip tafsir Al-Hasan Al-Bashri dan Qatadah, menurut keduanya bahwa lafadz ishbiru maksudnya adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah swt. Sedang lafadz shabiru maksudnya adalah bersabar ketika berjihad dalam menghadapi musuh-musuh Allah. Adapun lafadz rabithu maksudnya adalah bersiap siaga di jalan Allah. (Fathul Bari, Juz 6, hal. 98)
Ayat di atas menjadi penguat bagi orang-orang beriman, di samping harus bersikap sabar dalam segala hal, juga harus bersiap siaga dalam beramal shaleh, dan berjihad dalam membela agama Allah swt.
Ribath dalam Beribah
Bersiap siaga dalam beribadah kepada Allah swt sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, minimal ada tiga amalan yang senantiasa diamalkan Nabi saw dengan penuh kesungguhan dan terus menerus dilakukan. Ketiga amalan tersebut adalah isbaghul wudhu, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu waktu shalat.
Isbaghul wudhu menurut Imam Nawawi adalah menyempurnakan wudhu. Sedangkan menurut Ibnu Qudamah adalah meratakan air ke seluruh anggota-anggota wudhu. Adapun menurut Al-Mubaraqfuri isbaghul wudhu adalah menyempurnakan seluruh anggota wudhu dengan cara dicuci, melebihkannya, dan mencuci anggota wudhunya sebanyak tiga kali. (Tuhfatul Ahwadzi)
Isbaghul wudhu juga bisa bermakna konsisten menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang sulit, misalnya dalam keadaan cuaca yang sangat dingin, atau fisiknya dalam keadaan sakit, sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dan Al-Mubaraqfuri.
Kedua, memperbanyak langkah ke masjid. Menurut Imam Nawawi maksudnya adalah memperbanyak langkah pergi ke masjid dengan berjalan kaki, karena rumahnya yang jauh, dan dilakukan dengan berulang kali. (Syarah Muslim, hal. 267)
Oleh karenanya Abdul Hadi bin Sa’id mengatakan, berjalan kaki ke masjid lebih utama dari pada berkendara, kecuali ada kesulitan. (Rauhun wa Rayahin, hal. 676)
Di zaman Nabi Muhammad saw ada seorang sahabat Anshor yang memilih berjalan kaki menuju masjid, dari pada menggunakan kendaraan. Hal ini sebagaimana yang diuraikan dalam hadits berikut:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ، وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ، قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: أَوْ قُلْتُ لَهُ: لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ، وَفِي الرَّمْضَاءِ، قَالَ: مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ، إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَدْ جَمَعَ اللهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ» رواه مسلم.
“Dari Ubay bin Ka’ab semoga Allah meridhainya, ia berkata: “Ada seorang laki-laki dari kaum Anshor yang sepengetahuanku tidak ada paling jauh (rumahnya) dari masjid daripadanya, sedangkan dia tidak pernah tertinggal shalat. Maka ia dikatakannya kepadanya atau kusarankan: “Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik? laki-laki itu menjawab: “Aku tidak ingin rumahku di samping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat.” Maka Rasulullah saw bersabda: “Telah Allah himpun untukmu semuanya tadi.” (HR. Muslim no. 663)
Berikutnya, menunggu shalat setelah shalat. Menurut Imam Nawawi yang mengutip pendapat al-Qhadhi Abul Walid Al-Baji, maksudnya adalah orang yang senantiasa menunggu waktu shalat. (‘Umdatut Tafsir, hal. 267)
Kemudian menurut Al-Mubarakfuri, maksud “menunggu shalat” adalah menunggu waktu tibanya shalat, dan menunggu shalat berjamaah. Kemudian maksud “setelah shalat” adalah setelah melaksanakan shalat berjama’ah atau munfarid, dia menunggu shalat berikutnya, hati dan pikirannya teringat terus untuk melaksanakan shalat berikutnya, walaupun dalam keadaan sibuk.
Hal ini sudah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw, mereka menunggu shalat isya setelah melaksanakan shalat magrib. Para sahabat tidak pulang ke rumah, tetapi mereka diam di masjid menunggu waktu shalat isya, karena memang waktunya berdekatan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -عَلَى عَهْدِهِ- يَنْتَظِرُونَ اَلْعِشَاءَ حَتَّى تَخْفِقَ رُؤُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّئُونَ ) أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ ُ وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِم
“Anas Ibnu Malik –radliya-‘Llahu ‘anhu- berkata: “Pernah para shahabat Rasulullah –shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam- pada jamannya menunggu waktu isya sampai kepala mereka terangguk-angguk (karena kantuk) kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu.” (HR. Muslim no. 376 dan Sunan Abu Dawud no. 200)
عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى، فَأَبْعَدُهُمْ، وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنَ الَّذِي يُصَلِّيَهَا ثُمَّ يَنَامُ» وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ: «حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ فِي جَمَاعَةٍ» رواه مسلم.
“Dari Abu Musa semoga Allah meridoinya, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya manusia yang paling besar ganjarannya dalam hal shalat adalah mereka yang paling jauh berjalannya menuju masjid untuk shalat, terus yang paling jauh lagi, dan orang yang menunggu shalat sehingga berjamaah bersama imam, itu ganjarannya paling besar dari pada orang yang shalat kemudian tidur. Dan pada riwayat Abu Kuraib: Sehingga dia melaksanakan shalat berjamaah bersama imam.” (HR. Muslim no. 662)
Ketiga amalan tersebut bagi seorang muslim adalah ribath, yang harus bersiap siap dalam melaksanakan ketiga amalan tadi. Dilakukan dengan terus menerus, bersungguh-sunggguh, dan tentunya dengan niat karena Allah swt. Karena diantara keutamaannya adalah adalah akan dihapus segala kesalahan-kesalahannya dan akan diangkat derajatnya kelak di surga. (Syarah Muslim, hal. 267)
Ribath dalam Peperangan
Ibnu Katsir mengatakan bahwa kata rabithu dalam surat Ali Imran ayat 200 bisa diartikan orang yang bersiap siaga berperang dalam menghadapi orang-orang kafir serta menjaga perbatasan daerah kaum muslimin dari masuknya musuh-musuh Islam. (Umdatut Tafsir, hal. 453)
Keutamaan dan ganjaran bagi murabith dalam pengertian di sini sangat banyak, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا، وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا، وَالرَّوْحَةُ يَرُوحُهَا العَبْدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوِ الغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا» رواه البخاري
“Dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi semoga Allah meridhainya: “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Bersiap siaga satu hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan tempat cambuk salah seorang di antara kalian di surga lebih baik dari dunia dan seisinya. Dan berangkatnya seseorang pada waktu pagi atau siang untuk berperang di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. (HR. Bukhari no. 2.892)
عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ» رواه مسلم
“Dari Salman semoga Allah meridhainya, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Bersiap siaga satu hari lebih baik dari shaum sebulan dan shalat malam. Jika ia wafat maka amalnya akan tetap mengalir yang dahulu ia amalkan sewaktu di dunia, rizqinya mengalir, dan ia terbebas dari berbagai fitnah.” (HR. Muslim no. 1.913)
عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَإِنَّهُ يَنْمُو عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيَأْمَنُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ» رواه أحمد
“Dari Fadhalah bin Ubaid semoga Allah meridhainya ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Setiap mayyit akan ditutup amal-amalnya, kecuali yang mati dalam keadaan bersiap siaga di jalan Allah. Sesungguhnya amal-amalnya akan tumbuh berkembang pada hari kiamat, dan ia akan terbebas dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 23.951)
Ganjaran bagi murabith di jalan Allah berdasarkan hadits di atas adalah lebih baik dari dunia dan seisinya, bahkan lebih baik dari shaum sebulan penuh beserta qiyamnya. Jika meninggal dunia dalam posisi ribath maka amal-amalnya akan tetap mengalir dan rizqinya mengalir. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt “mereka para syuhada hidup di sisi Rabbnya dan mereka diberi rizqi”. Ruh-ruh para syuhada itu makan dari buah-buahan surga. Kemudian akan terbebas dari fitnah-fitnah. Imam Nawawi mengutip pendapat imam Abu Dawud bahwa maksud terbebas dari berbagai fitnah adalah terbebas dari fitnah kubur.
Ini menunjukan bahwa menjadi murabith tanggung jawab dan amanahnya sangat besar, harus bersiap siaga di perbatasan dalam rangka menjaga daerah kaum muslimin dari serangan atau gangguan musuh-musuh Islam. Ketika daaerah kaum muslimin ada yang menjaga, kaum muslimin bisa hidup tenang, dan leluasa dalam mengamalkan dan menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Di sinilah mengapa pahala dan keutamaan murabith sangat banyatk dan besar ganjarannya. Wa-Llahu A’lam
Penulis: Oman Warman (Staf Pengajar Pesantren Persatuan Islam 27)
jejak langkah Snouck Hurgronje (intelijen asing) di masa perang kemerdekaan.
klik historia
klik republika
klik republika 2
klik kompas
klik tirto
klik britanica
koleksi artikel Snouck Hurgronje di perpustakaan leiden.
klik artikel snouck hurgronje di leiden blog
klik artikel snouck hurgronje 1
klik artikel snouck hurgronje 2
klik seach artikel lengkap snouck hurgronje di leiden
beberapa contoh artikel tentang snouck hurgronje
klik google search
klik letemps pdf
klik YouTube 1
klik YouTube 2
klik YouTube 3
klik YouTube 4
klik YouTube 5
*
Snouck Hurgronje masyhur karena pengetahuannya, kontroversial karena perannya.
Oleh : Aboeprijadi Santoso
klik historia
klik Google
klik rijksmuseumshop
klik photoqbookshop
klik wdl
klik project gutenberg 1
klik project gutenberg 2
KETIKA Gunung Krakatau meletus pada 1883, dunia terpana dan para orientalis di Eropa khawatir peristiwa ini akan ditafsirkan sebagai “sinyal Allah” yang bisa menyulut pergolakan muslim di pelosok dunia, juga di Nusantara. Pemerintah Belanda resah: bagaimana cara mengetahui "rahasia Islam”?
Johan Kruyt, konsul Belanda di Jeddah, menemukan tulisan Snouck Hurgronje di koran Java Bode. Dia kagum. Tak salah lagi, pikir Kruyt, Snouck-lah orang yang dicarinya untuk mengamati kehidupan jemaah haji di Mekkah dan memberi saran-saran politik.
Dikirimlah Snouck, doktor bahasa dan sastra oriental berusia 28 tahun, ke Mekkah –kota yang haram bagi “kafir” kecuali bila menjadi muslim dengan disunat terlebih dulu.
Menjadi Abd al-Ghaffar
Buku ini bukanlah biografi lengkap, melainkah “novel jurnalistik” berbasis dokumen-dokumen primer dan sekunder yang berlimpah. Philip Dröge menemukan Snouck sebagai tokoh unik dengan peran rangkap yang berhasil menjelajahi Mekkah –kota misterius yang mengusik keingintahuan dunia Barat.
Buku ini diawali kisah Snouck memelorotkan celana dalamnya, selaput penisnya diiris hingga darah menetes di lantai, sementara Snouck menahan nyeri. Deskripsi khitanan ini memperlihatkan gaya khas penulisnya; menguraikan dengan penuh gairah kisah dramatis petualangan Snouck.
Sejak itulah Snouck “tenggelam” dalam kegiatan pemantauan etnografi terhadap dunia Islam di Mekkah. Dia menjalankan multiperan: sebagai ilmuwan-etnograf, mualaf yang mendalami kehidupan muslim, dan mata-mata untuk kepentingan negara yang mengutusnya.
Dengan khitanan pada 16 Januari 1885, Snouck, putra pendeta dari Breda dan Ph.D. dari Universitas Leiden, beralih identitas. "Christiaan Snouck-Hurgronje tak ada lagi." Yang ada kini adalah “Abd al-Ghaffar al-Laydini” (De Dienaar van de Alles Vergevende uit Leiden) yang kalau di-Indonesia-kan menjadi “Abdi Sang Maha Pengasih dan Penyayang dari Leiden” (h. 69).
Snouck melafalkan kalimat syahadat di muka kadi (hakim) Isma'il Agha. Tiga kali dia menyuarakannya dengan keras untuk meyakinkan kadi.
Philip Dröge, Pelgrim, Leven en reizen van Christiaan Snouck Hurgronje, Wetenschapper, spion, avonturier. (Den Haag: Spectrum, 2017).
Membangun Siasat, Meraih Untung
Seminggu sebelumnya, Snouck yang keranjingan fotografi memotret Marsekal Nuri Pasja yang mengenakan pakaian kebesaran Ottoman. Kemudian dia mendekati Isma'il Agha. Dengan kefasihannya berbahasa Turki, dia menyampaikan niat menjadi muslim. Semua berjalan lancar. Bahkan Sang Marsekal bangga ada seorang Barat menjadi mualaf. Semua itu menjadi tiket Snouck untuk menembus gerbang kota suci Mekkah.
Pendekatan Snouck memang mempesona. Tidak hanya di Jeddah dan Mekkah. Setiap kali menjajaki orang-orang di sekelilingnya, dia memastikan dulu tokoh-tokoh kunci yang perlu dirayunya.
Sejak berangkat Snouck mendekati penumpang kapal dari Afrika dan Arab yang mengenal dunia Mekkah. Setiba di Jeddah, dia dekati Pieter van der Chijs, pebisnis yang mengurus jemaah haji dari Asia. Dia juga bersohib dengan Raden Abu Bakar Djajadiningrat, warga Sunda yang menetap di Mekkah.
Kelak, di Hindia Belanda, dia pun bekerja dengan mengenal kondisi dan tokoh-tokoh kunci untuk menemukan dunia mereka. Melalui komunitas Aceh di Mekkah, misalnya, dia mengumpulkan bahan tentang Tgk. Chik di Tiro untuk menyusun rencana mematahkan perlawanannya.
Masuk Mekkah
Tahap paling mendebarkan ialah saat memasuki dan mengenal Mekkah. Bagi Snouck, memasuki Kota Suci adalah "het moment van de waarheid” atau momen kebenaran yang menjadi ujian bagi jatidirinya.
Karavan yang ditumpanginya bersama rombongan Aboe Bakar Djajadiningrat perlahan mengarungi gurun. Dalam beberapa jam tampak bukit-bukit setinggi 600-an meter yang menyembunyikan kota Mekkah. Di gerbang kota sederetan serdadu Ottoman menjaga batas Kota Suci.
Di dalam kota ini resminya orang terlarang berperilaku sembarangan, berbicara tak senonoh, mengolok-olok sesama, dan berdusta. Jika kau lakukan itu, hilang nyawamu. Tapi pertama-tama pengunjung harus membuktikan dirinya muslim.
Snouck telah siap. Tiba di depan serdadu Ottoman, kontan dia angkat jalabahnya dan turunkan celana dalamnya. Dia pamerkan penisnya yang telah tersunat. Bekas luka irisan yang masih segar tak dipertanyakan. Sosoknya yang jelas-jelas Eropa pun tak bermasalah. Betapa lega Snouck. Karavan pun berlanjut memasuki Mekkah.
Snouck tidak sekadar mampir, tapi bermaksud menetap di Mekkah. Dia yakin, satu-satunya jalan agar tak dicurigai penguasa adalah meniru gaya hidup warga lokal. Artinya: harus fasih berbahasa Arab, Turki, tampak rajin beribadah, berjelabah, berjanggut, tidak berbincang dengan perempuan di muka publik, bahkan memiliki budak. Maka, ketika harga budak di pasar dunia merosot, Snouck membeli budak perempuan asal Ethiopia seharga 150 ringgit Austria.
Air Zam-zam
Di Mekkah, Snouck menatap sebuah batu raksasa: Ka'bah –episentrum dari kesucian Kota Suci. Lagi-lagi hati Snouck berdebar. Dia diam, menatap batu hitam yang mengkilat dielus-elus ribuan jemaah. Apa dia berdoa khusuk di muka Ka'bah, penulis tidak membahasnya.
Tiba di tempat meneguk air suci zam-zam, Snouck pun minum air yang konon berkhasiat itu. Sebotol dibawanya pulang. Bukan untuk diminum, tapi dikirim ke Leiden untuk sahabatnya, ahli kimia Pieter van Romburgh, untuk diselidiki. Benarkah air zam-zam itu mengandung zat yang tak dikenal? Bisakah uji kimiawi membuktikan kesucian air itu? Snouck tetap Snouck. Dia petualang, dia penasaran tentang Islam, tapi dia berperilaku ilmuwan.
Di sebuah gerbang, tiba-tiba Snouck dibisiki: "Itu rektor Universitas Mekkah!". Tak disangka, berjumpa tokoh yang amat disegani di Mekkah: Sayyid bin Ahmad Zaini Dahlan (kelak nama tokoh ini diadopsi K.H. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah). Bagi Snouck, tatap-muka sejenak itu merupakan momen monumental. Lagi-lagi ujian bagi jatidirinya.
Tradisi mengharuskan mencium tangan tokoh sekaliber Sayyid (keturunan Rasul). Snouck pun segera melakukannya.
Sayyid Dahlan tertegun.
"Saya datang dari Barat," ujar Snouck. "Saya sudah banyak mempelajari Islam, tapi ingin memperluas pengetahuan dengan belajar dari guru-guru di kawasan Haram ini."
Sayyid mengangguk-angguk, lalu perlahan melangkah lanjut. Kelak, Sayyid mengundang Snouck dan menjamunya di rumahnya. Lagi-lagi Snouck sukses menampilkan dirinya selaku Abd al-Ghaffar.
Menjadi Pejabat Kolonial
Petualangan Snouck terganjal saat Charles Huber, geograf Prancis yang menemukan artefak arkeologis pra-Islam, tewas. Temuannya menjadi rebutan dunia akademis dan museum Eropa. Seorang calo Aljazair yang bekerja untuk Prancis memperolehnya berkat uang pinjaman dari Snouck. Timbul kecurigaan penguasa terhadap orang-orang Eropa di wilayahnya.
Snouck, yang tengah giat menemui ahli-ahli Qur'an serta informan-informan Aceh dan Jawa, terganggu. Geger kasus Huber membahayakan posisinya. Spion takut jadi pion. Gara-gara fitnah dan rumor, Snouck diusir dan dilarang kembali ke Mekkah pada 1887.
Kembali ke Leiden, bukunya berjudul Mekka mulai mendunia. Tapi bagaimana dengan ambisinya?
Sejak Konferensi Orientalis di Wina, nama Snouck mencuat. Harian Inggris Pall Mall Gazette menyebutnya “a doughty Dutchman” (orang Belanda bernyali). Namun tawaran jadi gurubesar di Universitas Cambridge yang tersohor ditolaknya.
Sementara itu Den Haag risau dengan perlawanan Aceh. Dan Aceh, bagi Snouck, amatlah menarik karena “rakyatnya fanatik, sangat percaya Islam dan hampir tak dikenal dunia” (h. 135).
Pucuk dicinta ulam tiba. Snouck lagi-lagi memanfaatkan peluang ketika Den Haag memutuskan bahwa Aceh harus ditaklukkan. Dia siap membantu asalkan –demikian syarat Snouck– perjalanannya ke Aceh dirahasiakan. Den Haag setuju: hanya menteri koloni dan gubernur jenderal Hindia-Belanda yang tahu misi Snouck.
Pada 4 Januari 1888, Snouck resmi menjadi pejabat negara yang diutus ke koloni.
Berstrategi di Aceh
Pada 27 Maret 1889, Snouck bertolak dari stasiun kereta-api Leiden. Dia akan menumpang kapal-uap SS Peshawur menuju Penang sebelum menyeberang ke pantai timur Sumatra.
Rencana Snouck: dari Penang menuju Sigli, menjauhi komunitas Belanda, mengontak komunitas ulama setempat. Dia bermaksud mendekati kelompok pemberontak Tgk. Chik di Tiro. Tapi sebuah telegram dari gubernur jenderal memerintahkannya ke Banten. Di sana Islam bergolak.
Dua tahun sebelumnya, di Cilegon, puluhan pejabat kolonial dan pribumi dibantai. Haji Wasid, yang mengaku memimpin sekte Nazbandiyah, menghasut pengikutnya untuk menghabisi para pejabat lokal gara-gara seorang istri pejabat Belanda mengeluhkan kumandang adzan. Menurut Wasid, itu tanda Belanda menolak Islam dan letusan Krakatau adalah pertanda bahwa Belanda membawa malapetaka bagi kaum muslim Banten.
Snouck meragukan perintah itu datang dari kenalannya dari tarekat Nazbandiyah di Mekkah. Dia menuju Banten Selatan.
Di Menes, Snouck dijamu bupati, teman lamanya di Mekkah, dan diusulkan menikahi salah satu kerabat bupati. Snouck mengamati dua sosok: Sangkana yang dipilih jadi istrinya sebagai batu loncatan agar terpandang dan berpengaruh di kalangan bangsawan bumiputra, dan Husein, bocah cerdas putra sang bupati (Husein Djajadiningrat kelak menjadi murid Snouck dan gurubesar pertama asal Indonesia di Universitas Leiden).
Kepada pemerintah di Batavia, Snouck menasehati agar pandai-pandai melacak kelompok muslim yang sesat dan mengayomi mereka yang awam tapi taat.
Hasrat Snouck mengunjungi Aceh akhirnya kesampaian dua tahun kemudian. Bertugas di Aceh, Snouck mulai terlibat pusaran intrik dan persaingan antarpejabat Hindia Belanda.
Sejak 1873 Belanda mencoba menguasai Aceh tapi gagal. Ekonomi negara merosot sejak lada (merica hitam) dari Aceh berkurang drastis. Kekuasaan Belanda di Aceh hanya sebatas Kota Radja. Sejumlah warlords (bandit, bendes dalam istilah Belanda) melancarkan perang. Dua yang tersohor: Tgk. Chik di Tiro dan Teuku Umar. Menteri Koloni Levinus Keuchenius sepakat dengan Snouck: jauhi Kota Radja dan masuk pedalaman dari arah timur.
Tiro sudah aman tapi Snouck tidak mempercayai Teuku Umar. Strategi Snouck diacak-acak gubernur baru yang mengajak Teuku Umar rujuk dan menghadiahinya sebuah rumah besar. Snouck, bersama Mayor Jo van Heutsz, menginginkan pendekatan selektif: menghabisi Teuku Umar dan kelompoknya tapi melindungi penduduk.
Snouck benar: Cut Nyak Dhien, istri Umar, menyusul suaminya untuk menyalakan perang baru. Snouck menjadi penasehat perang, ikut operasi selama tiga bulan bersama van Heutsz, masuk hutan dari Sigli memburu Teuku Umar hingga Meulaboh. Umar tewas, pemberontakan padam, tapi Gayo masih rawan.
Bersama sumber lokal, Snouck memetakan kawasan ini. Bagi Snouck, sukses perang di Aceh tidak lain adalah berkat strateginya mengucilkan pemberontak dari kebun-kebun lada.
Di Batavia, persaingan pejabat berlanjut. Ketika van Heutsz diangkat jadi gubernur jenderal, Den Haag menawarkan posisi gubernur Aceh kepada Snouck. Letih oleh pusaran intrik, Snouck memilih kembali ke Leiden (1906). Kali ini dia berhenti bertualang, menjauhi urusan koloni, menjadi gurubesar, lalu rektor, hingga akhir hayatnya (1936).
Akidah
Sebuah pertanyaan masih terdengar tentang posisi moral dan spiritual Snouck Hurgronje: benarkah dia berkeyakinan –berakidah– Islam atau hanya memanfaatkan keIslamannya demi tugas sebagai agen imperialis?
Dalam “Conversion of European Intellectuals to Islam: The Case of Christiaan Snouck Hurgronje alias ʿAbdal-Ghaffār”, dimuat Muslims in Interwar Europe suntingan Bekim Agai dkk, sejarawan orientalis Pieter Sjoerd van Koningsveld berpendapat Snouck menggunakan Islam “hanya untuk sementara” sebagai convenient instrument (sarana mudah) untuk menjalankan tugasnya. Pendapat ini terutama didasarkan atas ratusan korespondensi Snouck dengan rekan-rekan dan narasumbernya.
Snouck sendiri tak pernah mengungkap lubuk hatinya. Dalam percakapan dengan karibnya, Cornelis van Vollenhoven, Snouck hanya berkata “ik ben klaar” (diriku telah tuntas) dengan Kristen (h. 301).
Soal akidah memang sepenuhnya ranah batin pribadi. Seperti kata ungkapan: “hanya Tuhan yang tahu”.
Red: Muhammad Subarkah
klik republika
klik Google
klik rijksmuseumshop
klik photoqbookshop
klik wdl
klik project gutenberg 1
klik project gutenberg 2
Oleh: Setiyardi*
Ilmu pengetahuan tak selalu sejalan dengan kesejatian. Tak semua orang berilmu berniat mencapai maqam kebenaran hakiki dalam kehidupannya. Cukup banyak orang yang serius mencari ilmu dengan tujuan duniawi semata.
Bahkan ada yang untuk dijadikan senjata menghancurkan lawan politik. Barangkali itulah yang saya pahami tentang Snouck Hurgronje [1857 - 1936].
Snouck Hurgronje adalah intelektual Belanda, yang keluarga besarnya berdarah Yahudi. Tapi kemudian mereka berasimilasi, dan menjadi Protestan yang taat. Ayahnya, Christian de Visser, seorang Pendeta. Sedangkan kakek dari pihak Ibunya, DS. J. Scharp, adalah penginjil di Rotterdam yang mengarang "Korte schets over Mohammed en de Mohammedanen handleiding voor de kwekelingen van het Nederlanche zendelinggenootscap" --- Sketsa Tentang Muhammad dan Pengikut Muhammad, Buku Pegangan Wajib Para Penginjil Belanda.
Snouck Hurgronje adalah simbol agen rahasia di bidang agama yang legendaris. Dia mempelajari Islam secara serius, untuk menjalankan misi rahasia dari Pemerintah Belanda. Agar bisa masuk ke Tanah Suci Makkah, pada 16 Januari 1885, dia mengucapkan syahadat di depan Hakim Agama di Kota Jeddah.
Dia pun berganti nama menjadi "Abdul Ghafar". Tapi itu muslihat belaka. Pada tanggal yang sama, dia mengirim surat ke sahabatnya, Gold Ziher, Teolog Hongaria:
"Ich habe einen einfachen weg gefunden, der mir Insha' Allah die thore der H stadt entschliessen wird. Ganz ohne ihzaar oel Islam geht dast naturlich nich" --- saya telah menemukan pintu gerbang kota suci, Mekkah, itu. Tanpa sikap ihzarul Islam, berpenampilan atau berpura-pura menjadi Islam, saya tak bisa masuk ke sana. [Surat ini sekarang disimpan di Akademi Ilmu Pengetahuan di Budapest, Hongaria].
Setelah masuk ke Kota Suci Makkah, berguru pada beberapa ulama, dan bergaul dengan banyak tokoh dari Hindia Belanda [Nusantara], yang tengah menunaikan ibadah haji, Snouck Hurgronje membuat laporan dan saran untuk Pemerintah Kolonial Belanda. Sebab, Belanda memahami bahwa kesadaran "jihad" menjadi landasan utama kaum pribumi melawan Penjajah Belanda.
Dan salah satu keberhasilan Snouck adalah melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh. Hal ini secara khusus diminta Pemerintah kolonial Belanda karena kewalahan menghadapi militansi pejuang Aceh. Saran Snouck soal Aceh dibuat dalam tulisan panjang berjudul 'Atjeh Verslag', yang belakangan sebagian tulisan diterbitkan menjadi buku 'De Atjeher'.
Dalam laporan itu terungkap bahwa Snouck secara prinsip meminta Belanda mengubah strategi perang kontra gerilyawan. Snouck berpendapat politik pecah-belah [devide et impera] justru akan lebih efektif untuk menaklukan Aceh.
Begitulah. Kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bukan tak mungkin, di era perang ideologi saat ini, banyak 'Snouck Hurgronje' lain di sekitar kita. Mereka bisa jadi bergelar Ustadz, Doktor, bahkan Profesor. Mereka ada yang menjadi petinggi organisasi, atau bahkan intelektual di kampus-kampus yang terpandang. Mereka "menafsirkan" ayat-ayat Tuhan sesuai kehendak bowheer yang menjadi Tuannya.
Seperti Snouck, para ilmuwan begundal ini menguasai Bahasa Arab dengan fasih. Mampu menukil ayat Qur'an dan hadist. Hanya saja mereka menggunakan konteks yang sengaja dipilih agar cocok dengan kepentingan tertentu. Pendapat mereka, meskipun sesat, seolah "masuk akal". Otak mereka penuh. Tapi qalbu mereka melompong, zonder api ghirah Islam. Tak cuma dalam bidang agama, dalam cabang keilmuan lain --- politik, ekonomi, komunikasi, budaya dan lainnya, saat ini saya merasa menemukan tokoh berkarakter Snouck Hurgronje.
Barangkali inilah yang dimaksud Julien Benda [1867 - 1956], filsuf Prancis yang keren itu, dalam karyanya "La Trahison des Clercs" --- Penghianatan Kaum Cendekia!
Apa zaman kalabendu (jaman kegelapan/zaman terbolak-bali) tak lagi berulang?
Setiyardi, jurnalis senior


Tidak ada komentar:
Posting Komentar