1. Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily
2. Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
3. Syeikh Abul Qosim Al-Qusyairy
4. Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby
5. Imam Al Ghazaly
6. Ibnu Athaillah As-Sakandary
7. Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya'rany
8. Syeikh Ahmad Ar-Rifa'iy
9. Syeikh Abdullah Alwy Al-Haddad
“Dzikir itu lebih besar ketimbang syurga, karena dzikir itu adalah bagian Allah sedangkan syurga itu bagiannya hamba. Dalam dzikir ada ridho Allah, sedang dalam syurga ada ridho hamba.” ___Yahya bin Mu’adz ra _
Dzikir berbuah dan bersimpul agung, yang didapat oleh mereka yang melanggengkan Dzikrullah dengan sikap beradab dan hudhur (hadirnya hati dihadapan Allah Swt).
Minimal seseorang merasakan manisnya dan kelezatannya yang melebihi semua kelezatan duniawi.
Maksimal seseorang fana’ pada Yang Diingat (Allah Swt), fana’ dari dirinya yang sedang berdzikir dan segala hal selain Allah Swt.
Kebajikan Agama dan Dunia sangat bergantung pada tafakkur yang benar.
Siapa yang bisa tafakkur dengan cara yang benar ia akan meraih kemuliaan, dalam hadits disebutkan “Berfikir satu jam lebih utama dibanding ibadah setahun.” __Sayyid Abdullah Alwi Al-Haddad_
Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim menegaskan bahwa manusia jangan lepas untuk selalu berdzikir kepada Allah SWT. Menurutnya, menghadirkan hati setiap berdzikir memang penting. Tetapi jangan sampai gara-gara tak bisa menghadirkan hati lantas lepas dzikir.
“Jangan lepas dzikir. Apalagi gara-gara hatimu tidak bisa hadir di hadapan-Nya,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Jumat (22/2) lewat twitternya.
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat ini mengatakan, orang yang tidak mau berdzikir lebih berbahaya dibanding dzikir tapi belum bisa menghadirkan hati.
“Karena tidak berdzikir sama sekali lebih berbahaya dibanding dzikir tanpa hadirnya hati. Siapa tahu Allah menaikkan derajatmu di tahap dzikir dengan kesadaran hadir di hadapan-Nya,” tutur penulis buku Filosofi Dzikir ini.
Menurut Kiai Luqman, tingkatan dzikir manusia pertama, dzikir makhluk pada makhluk. Ia menuturkan, orang ini ketika berdzikir merasa bisa dzikir dan tujuannya makhluk bukan Khaliq. Contoh biar laris dagangan, biar dapat surga, biar naik derajat dunia atau biar disebut ahli dzikir.
“Dzikir model ini tidak akan bertemu Sang Khaliq,” tegasnya.
Kedua, dzikir makhluk kepada Khaliq. Menurut Kiai Luqman, tingkatan dzikir orang ini merasa bisa berdzikir dengan tujuan pada Sang Khaliq. Ia merasa bahwa dzikirnya telah sampai pada Sang Khaliq.
“Dzikir model ini juga tidak akan bertemu Sang Khaliq,” ungkap Direktur Sufi Center Jakarta ini.
Ketiga, dzikir khaliq kepada makhluk. Level ini berdzikir dengan menyadari bahwa dzikir seorang hamba akibat Allah mengingatnya. Karena ia tidak pernah merasa mampu berdzikir.
“Inilah tahap fana' dalam berdzikir. Allah yang menjadi Penyebab dia berdzikir. Bukan dia yang mampu berdzikir,” jelas Kiai Luqman.
Keempat, Allah Maha Berdzikir kepada Diri-Nya Sendiri. Kiai Luqman menerangkan, sang hamba ketika berdzikir hanyalah efek dari Dzikirnya Allah pada DiriNya. Ini merupakan tahap baqa' dalam berdzikir. (Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar