klik sayangi bumi maka akan disayang langitan

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat (30) ar rum ayat 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (٤١)

surat (5) al maa'idah ayat 32

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ (٣٢)

surat 4 An Nisa' ayat 114

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ  ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

surat 3 Āli 'Imrān ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

*

klik nasehat

klik emak

*

Selasa, 17 September 2019

Snouck Hurgronje

surat 33 Al Ahzab ayat 71

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat 61 As Shaff ayat 2

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

surat 61 As Shaff ayat

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

*




*




Membungkam ulama: Snouck Hurgronje, Perang Aceh, dan politik Islam di Indonesia




xxx

*

lihat juga








*

Ar Ribath - masa siap siaga dan memperketat penjagaan di perbatasan.




klik setan 

dukung aksi kontra terorisme melawan thanos dengan bijak

klik blog 

*

Semakin merapat kepada Allah SWT, kepada Orang Tua, kepada para kyai/ustad/ustadzah/guru/dosen, dll

merapat untuk mengaji, bukan merapat untuk mempersekusi dan me-mata2-i.

*

muhasabah diri, ...

pesan untuk diri sendiri, pesan untuk para santri, ...




klik wikipedia

klik Google

klik rijksmuseumshop

klik photoqbookshop

klik wdl

klik project gutenberg 1

klik project gutenberg 2

Christiaan Snouck Hurgronje (lahir di Tholen, Oosterhout, 8 Februari 1857 – meninggal di Leiden, 26 Juni 1936 pada umur 79 tahun) adalah seorang sarjana Belanda budaya Oriental dan bahasa serta Penasehat Urusan Pribumi untuk pemerintah kolonial Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

Lahir di Oosterhout pada tahun 1857, ia menjadi mahasiswa teologi di Universitas Leiden pada tahun 1874. Ia menerima gelar doktor di Leiden pada tahun 1880 dengan disertasinya 'Het Mekkaansche feest' ("Perayaan Mekah"). Ia menjadi profesor di Sekolah Pegawai Kolonial Sipil Leiden pada 1881.

Snouck, yang fasih berbahasa Arab, melalui mediasi dengan gubernur Ottoman di Jeddah, menjalani pemeriksaan oleh delegasi ulama dari Mekkah pada tahun 1884 sebelum masuk. Setelah berhasil menyelesaikan pemeriksaan diizinkan untuk memulai ziarah ke kota suci muslim Mekkah pada 1885. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dia adalah salah satu sarjana budaya Oriental Barat pertama yang melakukannya.

Sebagai wisatawan perintis, ia adalah orang langka asal Barat yang berada di Mekkah, tetapi memeluk budaya dan agama dengan penuh gairah sehingga ia berhasil membuat kesan kepada orang-orang bahwa ia masuk Islam.[1] Dia mengaku berpura-pura menjadi Muslim seperti yang ia jelaskan dalam surat yang dikirim ke teman kuliahnya, Carl Bezold pada 18 Februari 1886 yang kini diarsipkan di Perpustakaan Universitas Heidelberg.[2][3]

Pada tahun 1889 ia menjadi profesor Melayu di Universitas Leiden dan penasehat resmi kepada pemerintah Belanda untuk urusan kolonial. Dia menulis lebih dari 1.400 makalah tentang situasi di Aceh dan posisi Islam di Hindia Belanda, serta pada layanan sipil kolonial dan nasionalisme.

Sebagai penasehat J.B. van Heutsz, ia mengambil peran aktif dalam bagian akhir (1898-1905) Perang Aceh (1873-1913). Ia menggunakan pengetahuannya tentang budaya Islam untuk merancang strategi yang secara signifikan membantu menghancurkan perlawanan dari penduduk Aceh dan memberlakukan kekuasaan kolonial Belanda pada mereka, mengakhiri perang 40 tahun dengan perkiraan korban sekitar 50.000 dan 100.000 penduduk tewas dan sekitar satu juta terluka.

Kesuksesannya dalam Perang Aceh memberinya kekuasaan dalam membentuk kebijakan pemerintahan kolonial sepanjang sisa keberadannya di Hindia Belanda, namun seiring dengan sarannya yang kurang diimplementasikan, ia memutuskan kembali ke Belanda pada 1906 Kembali di Belanda Snouck melanjutkan karier akademis yang sukses.

Latar belakang

Ketika koloni Hindia Belanda (sekarang: Indonesia) didirikan pada tahun 1800, agama monoteistik dominan bagi sebagian besar masyarakat adat di Hindia Nusantara yang adalah Islam. Karena sinkretisme agama yang kuat, bentuk Islam dicampur dengan unsur-unsur dari agama yang lebih tua. Pedagang Arab dan peziarah haji yang kembali dari Mekkah, banyak dinyatakan interpretasi Islam yang lebih ortodoks. Hal ini menyebabkan munculnya varian ketat dari Islam dengan sebutan 'santri' dengan muslim yang lainnya disebut "abangan".[4]

Kebanyakan gereja-gereja Kristen berpegang pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial. Protestan dan Katolik misi menunjukkan interpretasi dalam mengikuti strategi pemerintah, tetapi tetap menikmati otonomi yang cukup. Selain itu kolonialisme Belanda tidak pernah didasarkan pada kefanatikan agama. Namun selama abad ke-19 misionaris Kristen menjadi semakin aktif, secara teratur mengarah ke bentrokan atau gesekan, antara Kristen dan Islam dan antara denominasi Kristen yang berbeda.[4]

Hubungan antara pemerintah dan Islam dalam keadaan tidak nyaman. Kekuatan kolonial Belanda menggunakan prinsip pemisahan gereja dan negara dan ingin tetap netral dalam urusan agama. Namun yang sama pentingnya adalah keinginan untuk menjaga perdamaian dan ketertiban yang mana Islam adalah sumber awal inspirasi untuk memberontak melawan pemerintahan kolonial. Motif sosial dan politik terkait dengan keinginan agama berulang kali meledak menjadi kerusuhan dan perang seperti Perang Padri(1821-1837) dan Perang Aceh (1873-1904) di Sumatra.[4]

Kehidupan di Hindia Belanda

Pada 1871, Gubernur Jenderal kolonial mengandalkan sebuah penasihat untuk urusan adat untuk mengelola ketegangan ini. Karena keahliannya dalam bahasa Arab dan Islam, Prof.Dr. Snouck Hurgronje bertugas dalam kapasitas ini antara 1889 dan 1905. Nasihatnya keseluruhan adalah untuk campur tangan sesedikit mungkin dalam urusan agama dan memungkinkan kebebasan optimal terhadap agama. Hanya manifestasi politik Islam itu yang harus dilawan, dalam pandangannya. Oleh sebab, ia berpandangan bahwa musuh kolonialisme ketika itu bukanlah Islam sebagai agama, tapi Islam sebagai doktrin politik.[5]

Dalam soal ini, Snouck juga membagi Islam dalam 3 aspek: ibadah, sosial-masyarakat, dan politik. Netralitas menurutnya hanya berlaku pada aspek satu dan dua. Tapi aspek ketiga dia anggap berbahaya, apalagi jika ianya terkait pada paham Pan Islamisme, yang menurutnya harus dilibas sejak dini.[5] Meskipun sarannya dilaksanakan dan dipandu kebijakan kolonial pada tahun-tahun mendatang, munculnya Sarekat Islam pada tahun 1912 menjadi kemunculan partai politik Hindia pertama yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam.[4]

Bercita-cita untuk mereformasi kebijakan kolonial Belanda, Snouck pindah ke Hindia Belanda pada tahun 1889. Snouck awalnya ditunjuk sebagai peneliti pendidikan Islam di Buitenzorg dan profesor bahasa Arab di Batavia pada tahun 1890. Meskipun pada awalnya ia tidak diizinkan untuk mengunjungi Aceh di Sumatra, ia menolak tawaran untuk kembali ke Eropa dari Universitas Leiden dan Universitas Cambridge. Pada tahun 1890 ia menikah dengan putri seorang bangsawan pribumi di Ciamis, Jawa Barat. Karena kontroversi ini disebabkan di Belanda, Snouck menyebut pernikahan ini sebagai "kesempatan ilmiah" untuk mempelajari dan menganalisis upacara pernikahan Islam. Empat anak telah lahir dari pernikahan ini.

Antara 1891-1892, Snouck yang saat itu telah fasih berbahasa Aceh, Melayu dan Jawa akhirnya pergi ke Aceh yang hancur oleh Perang Aceh yang berkepanjangan. Dia masih terus berkorespondensi dengan ulama-ulama Serambi Mekkah. Jabatan lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal penelitian kepada Gubernur Jenderal segera diajukan pada 9 Februari 1888. Niatnya didukung penuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP), juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang. Di bawah nama "Haji Abdul Ghaffar", ia membangun sebuah hubungan kepercayaan dengan unsur agama penduduk di wilayah ini. Dalam laporan tentang situasi agama-politik di Aceh, Snouck sangat menentang penggunaan taktik teror militer terhadap rakyat Aceh dan sebaliknya menganjurkan spionase terorganisir sistematis dan memenangkan dukungan dari elit aristokrat. Namun Ia melakukan dengan mengidentifikasi sarjana radikal Muslim (Ulama) yang akan menyerah dengan menunjukkan kekuatan.[6]

Selama tujuh bulan Snouck berada di Aceh, sejak 8 Juli 1891 dia dibantu beberapa orang pelayannya. Baru pada 23 Mei 1892, Snouck mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasihat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.

Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik Divide et impera. Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung. Dalam suratnya kepada Van der Maaten (29 Juni 1933), Snouck mengatakan bahwa ia bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang.

Pada tahun 1898 Snouck menjadi penasihat terdekat Kolonel Van Heutsz dalam "menenangkan" Aceh dan nasihatnya berperan dalam membalikkan keberuntungan Belanda dalam mengakhiri Perang Aceh yang berlarut-larut. Hubungan antara Heutsz dan Snouck memburuk ketika Heutsz terbukti tidak mau menerapkan ide Snouck untuk administrasi dan etika tercerahkan.

Pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Snouck terpaksa membalikkan metode dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata. Ini menyebabkan sejarah panjang ambivalensi dialami dalam menyelesaikan Aceh. Snouck pula yang menyatakan bahwa takluknya kesultanan Aceh, bukan berarti seluruh Aceh takluk. Pada tahun yang sama, Snouck menikahi wanita pribumi lain dan memiliki seorang putra pada tahun 1905. Kecewa dengan kebijakan kolonial, ia kembali ke Belanda tahun depan untuk melanjutkan karier akademis yang sukses.[7]

Tahun terakhir

Kembali di Belanda Snouck diterima beberapa profesor di Universitas Leiden, termasuk bahasa Arab, bahasa Aceh dan pendidikan Islam. Dia terus menghasilkan banyak studi akademis yang rumit dan menjadi otoritas internasional pada semua hal yang berkaitan dengan dunia Arab dan agama Islam. Saran ahli tentang isu-isu mendesak sering dicari oleh negara-negara Eropa lainnya dan banyak karyanya sudah diterjemahkan ke bahasa Jerman, Prancis dan Inggris. Pada tahun 1925 ia bahkan menawarkan guru besar di Mesir Universitas Nasional bergengsi di Kairo, universitas utama di Timur Tengah. Pada tahun 1927 ia mengundurkan diri sebagai Rektor magnificus dan profesor, tetapi tetap aktif sebagai penasihat hingga kematiannya di Leiden pada 1936.[8]

Selama dan setelah masa akademisnya Snouck tetap menjadi penasihat kolonial progresif dan kritikus. Visi reformis untuk memecahkan tantangan hubungan abadi antara Belanda dan Hindia didasarkan pada prinsip asosiasi. Untuk mencapai hubungan masa depan ini dan mengakhiri pemerintahan dualis ada Hindia Belanda, ia menganjurkan otonomi peningkatan melalui pendidikan barat elit pemerintahan adat. Pada tahun 1923 ia menyerukan: "reformasi Kuat dari konstitusi Hindia Belanda" di mana "kita harus istirahat dengan konsep inferioritas moral dan intelektual pribumi" dan memungkinkan mereka "tubuh demokratis yang bebas dan representatif dan otonomi optimal". Unsur-unsur konservatif di Belanda bereaksi dengan membiayai sebuah sekolah alternatif bagi Pegawai Negeri Sipil di Colonial Utrecht.[8]

Keluarga

Snouck Hurgronje menikah 4 kali. Yang pertama adalah dengan seorang wanita di Jeddah. Pada tahun 1890, ia menikah dengan Sangkana, puteri Raden Haji Mohammad Ta'ib, penghulu di Ciamis dan dikaruniai 4 orang anak. Sayang, pada tahun 1896, saat mengandung anak ke-5, Sangkana keguguran dan meninggal bersama bayi yang dikandungnya.[9]

Tak sampai 2 tahun kemudian, Snouck Hurgronje menikah lagi. Kali ini dengan Siti Sadiah, puteri Raden Haji Muhammad Soe'eb, "plaatsvervanger-penghulu" (penghulu pengganti) di Bandung. Dari pernikahan itu mereka dikarunai seorang anak bernama Raden Joesoef, yang tak pernah bertemu lagi dengan Hoergronje karena Snouck Hugronje dipanggil pulang ke Belanda pada 1906.[9] Raden Joesoef sendiri memiliki 11 orang anak. Yang paling sulung adalah Eddy Joesoef, pemain bulu tangkis yang pada tahun 1958 berhasil merebut Piala Thomas di Singapura.

Pengembaraannya berakhir 1906 dan kembali ke Belanda. Pada 1910, di Belanda, ia kawin dengan Ida Maria, putri seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr AJ Gort. Setelah dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Leiden pada 1907 (tiga tahun setelah menikah), ia menekuni profesi sebagai penasihat Menteri Urusan Koloni. Pekerjaan ini diemban hingga akhir hayatnya, 16 Juli 1936.

Pemain sepak bola Belanda, Albert Snouck Hurgronje, adalah keponakan Christiaan Snouck Hurgronje dari adik sepupunya Antony Emile Snouck Hurgronje.

Sumber

Data utama pada studi Snouck Hurgonje dan kebijakan kolonial yang berkaitan dengan Islam yang tersedia di arsip 'Departemen Koloni' dikelola oleh 'Arsip Nasional' di Den Haag. Arsip mencakup semua keputusan oleh gubernur jenderal, semua laporan surat Menteri Koloni, dan semua hukum dan peraturan pemerintah. Selain itu data yang tersedia di Arsip Nasional Indonesia di Jakarta dan di 'Royal Institute of Southeast Asian Studies dan Karibia' (KITLV}di Leiden dan Perpustakaan Universitas Leiden.[4]

The Leiden University Fund(Belanda: Leids Universiteits Fonds) didedikasikan untuk reformasi universitas yang terletak di 'Snouck Hurgronjehuis', dimana rumah Snouck disumbangkan ke Universitas.

Catatan dan kutipan

1. Algadri, Hamid (1994). Dutch Policy Against Islam and Indonesians of Arab Descent in Indonesia. LP3ES. ISBN 978-9798391347.

2. "Snouck Hurgronje, Seorang Agnostik & Munafik Tulen (bag 1)". 19 May 19, 2013. Diakses tanggal September 3, 2014.

3. Carvalho, Christina (2010). Christiaan Snouck Hurgronje: biography and perception (Thesis). Universiteit van Amsterdam. Diakses pada September 3, 2014.

4. Knaap, G.J. “Godsdienstpolitiek in Nederlands-Indië, in het bijzonder ten aanzien van de Islam, 1816–1942” Ongoing academic research project (ING, Institute for Dutch History, 2010) Online: [1]

5. Purwoko (1989), hlm.101

6. Van Koningsveld, P.S. Snouck Hurgronje alias Abdoel Ghaffar: enige historisch-kritische kanttekeningen, (Leiden, 1982)

7. Van Koningsveld, P.S. Snouck Hurgronje's "Izhaar oel-Islam": een veronachtzaamd aspect van de koloniale geschiedenis, (Leiden, 1982)

8. Drewes, G.W.J."Snouck Hurgronje, Christiaan (1857–1936)", in "Biografisch Woordenboek van Nederland." by Gabriels, A.J.C.M. (Publisher: ING, Institute for Dutch History, The Hague, 2008) Online: [2]

9. Swantoro 2017, hlm. 197.

Daftar pustaka

1. Ibrahim, Alfian. "Aceh and the Perang Sabil." Indonesian Heritage: Early Modern History. Vol. 3, ed. Anthony Reid, Sian Jay and T. Durairajoo. Singapore: Editions Didier Millet, 2001. 132-133

2. Reid, Anthony (2005). An Indonesian Frontier: Acehnese & Other Histories of Sumatra. Singapore: Singapore University Press. ISBN 9971-69-298-8.

3. Purwoko, Dwi (2-16 Juni 1989). "Sikap Snouck Hurgronje Terhadap Umat Islam". Amanah. 76:100 – 102. ISSN 0215-225X.

4. Swantoro, P. (2017). Dari Buku ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi Satu. Jakarta: Gramedia. ISBN 978-602-6208-23-1.

5. Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. New York: Cambridge University Press. hlm. 10–13. ISBN 0-521-54262-6.

*

HR. Muslim no. 49

عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من رأى منكم منكرا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

وفي رواية : ليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل

Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.”

*

HR. Ahmad 5: 159

قل الحق ولو كان مرا 

beliau (Nabi Muhammad SAW) memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,

*

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

*

surat 87 Al A'lā ayat 9

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَىٰ

Maka, sampaikanlah peringatan jika peringatan itu bermanfaat.

surat 88 Al Ghssyiyah ayat 21

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ

Maka, berilah peringatan karena sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah pemberi peringatan.

*

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat 4 An-Nisa' ayat 114

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلٰحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

"Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar."

*
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

surat 3 Ali Imran ayat 102

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.

surat 3 Ali Imran ayat 103

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.

surat 3 Ali Imran ayat 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.111) Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

surat 3 Ali Imran ayat 105

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat.

*

semakin merapat kepada Allah SWT, kepada orang tua, kepada para kyai, kepada para ustad/ustadzah, kepada para alim ulama (guru, dosen, sensei, senpai, suhu), dll.
merapat untuk mengaji, bukan untuk me-mata-mata-i dan mempersekusi.

jejak langkah Snouck Hurgronje (intelijen asing) di masa perang kemerdekaan.

klik historia 

klik republika 

klik republika 2 

klik kompas 

klik tirto

klik britanica

koleksi artikel Snouck Hurgronje di perpustakaan leiden.

klik artikel snouck hurgronje di leiden blog 

klik artikel snouck hurgronje 1 

klik artikel snouck hurgronje 2 

klik seach artikel lengkap snouck hurgronje di leiden

beberapa contoh artikel tentang snouck hurgronje 

klik google search 

klik letemps pdf 

klik YouTube 1

klik YouTube 2

klik YouTube 3

klik YouTube 4

klik YouTube 5

*


Kisah Ilmuwan, Petualang, dan Mata-mata

Snouck Hurgronje masyhur karena pengetahuannya, kontroversial karena perannya.

Oleh : Aboeprijadi Santoso

klik historia

klik Google

klik rijksmuseumshop

klik photoqbookshop

klik wdl

klik project gutenberg 1

klik project gutenberg 2

KETIKA Gunung Krakatau meletus pada 1883, dunia terpana dan para orientalis di Eropa khawatir peristiwa ini akan ditafsirkan sebagai “sinyal Allah” yang bisa menyulut pergolakan muslim di pelosok dunia, juga di Nusantara. Pemerintah Belanda resah: bagaimana cara mengetahui "rahasia Islam”?

Johan Kruyt, konsul Belanda di Jeddah, menemukan tulisan Snouck Hurgronje di koran Java Bode. Dia kagum. Tak salah lagi, pikir Kruyt, Snouck-lah orang yang dicarinya untuk mengamati kehidupan jemaah haji di Mekkah dan memberi saran-saran politik.

Dikirimlah Snouck, doktor bahasa dan sastra oriental berusia 28 tahun, ke Mekkah –kota yang haram bagi “kafir” kecuali bila menjadi muslim dengan disunat terlebih dulu.

Menjadi Abd al-Ghaffar

Buku ini bukanlah biografi lengkap, melainkah “novel jurnalistik” berbasis dokumen-dokumen primer dan sekunder yang berlimpah. Philip Dröge menemukan Snouck sebagai tokoh unik dengan peran rangkap yang berhasil menjelajahi Mekkah –kota misterius yang mengusik keingintahuan dunia Barat.

Buku ini diawali kisah Snouck memelorotkan celana dalamnya, selaput penisnya diiris hingga darah menetes di lantai, sementara Snouck menahan nyeri. Deskripsi khitanan ini memperlihatkan gaya khas penulisnya; menguraikan dengan penuh gairah kisah dramatis petualangan Snouck.

Sejak itulah Snouck “tenggelam” dalam kegiatan pemantauan etnografi terhadap dunia Islam di Mekkah. Dia menjalankan multiperan: sebagai ilmuwan-etnograf, mualaf yang mendalami kehidupan muslim, dan mata-mata untuk kepentingan negara yang mengutusnya.

Dengan khitanan pada 16 Januari 1885, Snouck, putra pendeta dari Breda dan Ph.D. dari Universitas Leiden, beralih identitas. "Christiaan Snouck-Hurgronje tak ada lagi." Yang ada kini adalah “Abd al-Ghaffar al-Laydini” (De Dienaar van de Alles Vergevende uit Leiden) yang kalau di-Indonesia-kan menjadi “Abdi Sang Maha Pengasih dan Penyayang dari Leiden” (h. 69).

Snouck melafalkan kalimat syahadat di muka kadi (hakim) Isma'il Agha. Tiga kali dia menyuarakannya dengan keras untuk meyakinkan kadi.

Philip Dröge, Pelgrim, Leven en reizen van Christiaan Snouck Hurgronje, Wetenschapper, spion, avonturier. (Den Haag: Spectrum, 2017).

Membangun Siasat, Meraih Untung

Seminggu sebelumnya, Snouck yang keranjingan fotografi memotret Marsekal Nuri Pasja yang mengenakan pakaian kebesaran Ottoman. Kemudian dia mendekati Isma'il Agha. Dengan kefasihannya berbahasa Turki, dia menyampaikan niat menjadi muslim. Semua berjalan lancar. Bahkan Sang Marsekal bangga ada seorang Barat menjadi mualaf. Semua itu menjadi tiket Snouck untuk menembus gerbang kota suci Mekkah.

Pendekatan Snouck memang mempesona. Tidak hanya di Jeddah dan Mekkah. Setiap kali menjajaki orang-orang di sekelilingnya, dia memastikan dulu tokoh-tokoh kunci yang perlu dirayunya.

Sejak berangkat Snouck mendekati penumpang kapal dari Afrika dan Arab yang mengenal dunia Mekkah. Setiba di Jeddah, dia dekati Pieter van der Chijs, pebisnis yang mengurus jemaah haji dari Asia. Dia juga bersohib dengan Raden Abu Bakar Djajadiningrat, warga Sunda yang menetap di Mekkah.

Kelak, di Hindia Belanda, dia pun bekerja dengan mengenal kondisi dan tokoh-tokoh kunci untuk menemukan dunia mereka. Melalui komunitas Aceh di Mekkah, misalnya, dia mengumpulkan bahan tentang Tgk. Chik di Tiro untuk menyusun rencana mematahkan perlawanannya.

Masuk Mekkah

Tahap paling mendebarkan ialah saat memasuki dan mengenal Mekkah. Bagi Snouck, memasuki Kota Suci adalah "het moment van de waarheid” atau momen kebenaran yang menjadi ujian bagi jatidirinya.

Karavan yang ditumpanginya bersama rombongan Aboe Bakar Djajadiningrat perlahan mengarungi gurun. Dalam beberapa jam tampak bukit-bukit setinggi 600-an meter yang menyembunyikan kota Mekkah. Di gerbang kota sederetan serdadu Ottoman menjaga batas Kota Suci.

Di dalam kota ini resminya orang terlarang berperilaku sembarangan, berbicara tak senonoh, mengolok-olok sesama, dan berdusta. Jika kau lakukan itu, hilang nyawamu. Tapi pertama-tama pengunjung harus membuktikan dirinya muslim.

Snouck telah siap. Tiba di depan serdadu Ottoman, kontan dia angkat jalabahnya dan turunkan celana dalamnya. Dia pamerkan penisnya yang telah tersunat. Bekas luka irisan yang masih segar tak dipertanyakan. Sosoknya yang jelas-jelas Eropa pun tak bermasalah. Betapa lega Snouck. Karavan pun berlanjut memasuki Mekkah.

Snouck tidak sekadar mampir, tapi bermaksud menetap di Mekkah. Dia yakin, satu-satunya jalan agar tak dicurigai penguasa adalah meniru gaya hidup warga lokal. Artinya: harus fasih berbahasa Arab, Turki, tampak rajin beribadah, berjelabah, berjanggut, tidak berbincang dengan perempuan di muka publik, bahkan memiliki budak. Maka, ketika harga budak di pasar dunia merosot, Snouck membeli budak perempuan asal Ethiopia seharga 150 ringgit Austria.

Air Zam-zam

Di Mekkah, Snouck menatap sebuah batu raksasa: Ka'bah –episentrum dari kesucian Kota Suci. Lagi-lagi hati Snouck berdebar. Dia diam, menatap batu hitam yang mengkilat dielus-elus ribuan jemaah. Apa dia berdoa khusuk di muka Ka'bah, penulis tidak membahasnya.

Tiba di tempat meneguk air suci zam-zam, Snouck pun minum air yang konon berkhasiat itu. Sebotol dibawanya pulang. Bukan untuk diminum, tapi dikirim ke Leiden untuk sahabatnya, ahli kimia Pieter van Romburgh, untuk diselidiki. Benarkah air zam-zam itu mengandung zat yang tak dikenal? Bisakah uji kimiawi membuktikan kesucian air itu? Snouck tetap Snouck. Dia petualang, dia penasaran tentang Islam, tapi dia berperilaku ilmuwan.

Di sebuah gerbang, tiba-tiba Snouck dibisiki: "Itu rektor Universitas Mekkah!". Tak disangka, berjumpa tokoh yang amat disegani di Mekkah: Sayyid bin Ahmad Zaini Dahlan (kelak nama tokoh ini diadopsi K.H. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah). Bagi Snouck, tatap-muka sejenak itu merupakan momen monumental. Lagi-lagi ujian bagi jatidirinya.

Tradisi mengharuskan mencium tangan tokoh sekaliber Sayyid (keturunan Rasul). Snouck pun segera melakukannya.

Sayyid Dahlan tertegun.

"Saya datang dari Barat," ujar Snouck. "Saya sudah banyak mempelajari Islam, tapi ingin memperluas pengetahuan dengan belajar dari guru-guru di kawasan Haram ini."

Sayyid mengangguk-angguk, lalu perlahan melangkah lanjut. Kelak, Sayyid mengundang Snouck dan menjamunya di rumahnya. Lagi-lagi Snouck sukses menampilkan dirinya selaku Abd al-Ghaffar.

Menjadi Pejabat Kolonial

Petualangan Snouck terganjal saat Charles Huber, geograf Prancis yang menemukan artefak arkeologis pra-Islam, tewas. Temuannya menjadi rebutan dunia akademis dan museum Eropa. Seorang calo Aljazair yang bekerja untuk Prancis memperolehnya berkat uang pinjaman dari Snouck. Timbul kecurigaan penguasa terhadap orang-orang Eropa di wilayahnya.

Snouck, yang tengah giat menemui ahli-ahli Qur'an serta informan-informan Aceh dan Jawa, terganggu. Geger kasus Huber membahayakan posisinya. Spion takut jadi pion. Gara-gara fitnah dan rumor, Snouck diusir dan dilarang kembali ke Mekkah pada 1887.

Kembali ke Leiden, bukunya berjudul Mekka mulai mendunia. Tapi bagaimana dengan ambisinya?

Sejak Konferensi Orientalis di Wina, nama Snouck mencuat. Harian Inggris Pall Mall Gazette menyebutnya “a doughty Dutchman” (orang Belanda bernyali). Namun tawaran jadi gurubesar di Universitas Cambridge yang tersohor ditolaknya.

Sementara itu Den Haag risau dengan perlawanan Aceh. Dan Aceh, bagi Snouck, amatlah menarik karena “rakyatnya fanatik, sangat percaya Islam dan hampir tak dikenal dunia” (h. 135).

Pucuk dicinta ulam tiba. Snouck lagi-lagi memanfaatkan peluang ketika Den Haag memutuskan bahwa Aceh harus ditaklukkan. Dia siap membantu asalkan –demikian syarat Snouck– perjalanannya ke Aceh dirahasiakan. Den Haag setuju: hanya menteri koloni dan gubernur jenderal Hindia-Belanda yang tahu misi Snouck.

Pada 4 Januari 1888, Snouck resmi menjadi pejabat negara yang diutus ke koloni.

Berstrategi di Aceh

Pada 27 Maret 1889, Snouck bertolak dari stasiun kereta-api Leiden. Dia akan menumpang kapal-uap SS Peshawur menuju Penang sebelum menyeberang ke pantai timur Sumatra.

Rencana Snouck: dari Penang menuju Sigli, menjauhi komunitas Belanda, mengontak komunitas ulama setempat. Dia bermaksud mendekati kelompok pemberontak Tgk. Chik di Tiro. Tapi sebuah telegram dari gubernur jenderal memerintahkannya ke Banten. Di sana Islam bergolak.

Dua tahun sebelumnya, di Cilegon, puluhan pejabat kolonial dan pribumi dibantai. Haji Wasid, yang mengaku memimpin sekte Nazbandiyah, menghasut pengikutnya untuk menghabisi para pejabat lokal gara-gara seorang istri pejabat Belanda mengeluhkan kumandang adzan. Menurut Wasid, itu tanda Belanda menolak Islam dan letusan Krakatau adalah pertanda bahwa Belanda membawa malapetaka bagi kaum muslim Banten.

Snouck meragukan perintah itu datang dari kenalannya dari tarekat Nazbandiyah di Mekkah. Dia menuju Banten Selatan.

Di Menes, Snouck dijamu bupati, teman lamanya di Mekkah, dan diusulkan menikahi salah satu kerabat bupati. Snouck mengamati dua sosok: Sangkana yang dipilih jadi istrinya sebagai batu loncatan agar terpandang dan berpengaruh di kalangan bangsawan bumiputra, dan Husein, bocah cerdas putra sang bupati (Husein Djajadiningrat kelak menjadi murid Snouck dan gurubesar pertama asal Indonesia di Universitas Leiden).

Kepada pemerintah di Batavia, Snouck menasehati agar pandai-pandai melacak kelompok muslim yang sesat dan mengayomi mereka yang awam tapi taat.

Hasrat Snouck mengunjungi Aceh akhirnya kesampaian dua tahun kemudian. Bertugas di Aceh, Snouck mulai terlibat pusaran intrik dan persaingan antarpejabat Hindia Belanda.

Sejak 1873 Belanda mencoba menguasai Aceh tapi gagal. Ekonomi negara merosot sejak lada (merica hitam) dari Aceh berkurang drastis. Kekuasaan Belanda di Aceh hanya sebatas Kota Radja. Sejumlah warlords (bandit, bendes dalam istilah Belanda) melancarkan perang. Dua yang tersohor: Tgk. Chik di Tiro dan Teuku Umar. Menteri Koloni Levinus Keuchenius sepakat dengan Snouck: jauhi Kota Radja dan masuk pedalaman dari arah timur.

Tiro sudah aman tapi Snouck tidak mempercayai Teuku Umar. Strategi Snouck diacak-acak gubernur baru yang mengajak Teuku Umar rujuk dan menghadiahinya sebuah rumah besar. Snouck, bersama Mayor Jo van Heutsz, menginginkan pendekatan selektif: menghabisi Teuku Umar dan kelompoknya tapi melindungi penduduk.

Snouck benar: Cut Nyak Dhien, istri Umar, menyusul suaminya untuk menyalakan perang baru. Snouck menjadi penasehat perang, ikut operasi selama tiga bulan bersama van Heutsz, masuk hutan dari Sigli memburu Teuku Umar hingga Meulaboh. Umar tewas, pemberontakan padam, tapi Gayo masih rawan.

Bersama sumber lokal, Snouck memetakan kawasan ini. Bagi Snouck, sukses perang di Aceh tidak lain adalah berkat strateginya mengucilkan pemberontak dari kebun-kebun lada.

Di Batavia, persaingan pejabat berlanjut. Ketika van Heutsz diangkat jadi gubernur jenderal, Den Haag menawarkan posisi gubernur Aceh kepada Snouck. Letih oleh pusaran intrik, Snouck memilih kembali ke Leiden (1906). Kali ini dia berhenti bertualang, menjauhi urusan koloni, menjadi gurubesar, lalu rektor, hingga akhir hayatnya (1936).

Akidah

Sebuah pertanyaan masih terdengar tentang posisi moral dan spiritual Snouck Hurgronje: benarkah dia berkeyakinan –berakidah– Islam atau hanya memanfaatkan keIslamannya demi tugas sebagai agen imperialis?

Dalam “Conversion of European Intellectuals to Islam: The Case of Christiaan Snouck Hurgronje alias ʿAbdal-Ghaffār”, dimuat Muslims in Interwar Europe suntingan Bekim Agai dkk, sejarawan orientalis Pieter Sjoerd van Koningsveld berpendapat Snouck menggunakan Islam “hanya untuk sementara” sebagai convenient instrument (sarana mudah) untuk menjalankan tugasnya. Pendapat ini terutama didasarkan atas ratusan korespondensi Snouck dengan rekan-rekan dan narasumbernya.

Snouck sendiri tak pernah mengungkap lubuk hatinya. Dalam percakapan dengan karibnya, Cornelis van Vollenhoven, Snouck hanya berkata “ik ben klaar” (diriku telah tuntas) dengan Kristen (h. 301).

Soal akidah memang sepenuhnya ranah batin pribadi. Seperti kata ungkapan: “hanya Tuhan yang tahu”.

*****

Kalabendu dan Pengkhianatan Cendekia

Jumat 23 Feb 2018 11:44 WIB

Red: Muhammad Subarkah

klik republika

klik Google

klik rijksmuseumshop

klik photoqbookshop

klik wdl

klik project gutenberg 1

klik project gutenberg 2

Oleh: Setiyardi*

Ilmu pengetahuan tak selalu sejalan dengan kesejatian. Tak semua orang berilmu berniat mencapai maqam kebenaran hakiki dalam kehidupannya. Cukup banyak orang yang serius mencari ilmu dengan tujuan duniawi semata.

Bahkan ada yang untuk dijadikan senjata menghancurkan lawan politik. Barangkali itulah yang saya pahami tentang Snouck Hurgronje [1857 - 1936].

Snouck Hurgronje adalah intelektual Belanda, yang keluarga besarnya berdarah Yahudi. Tapi kemudian mereka berasimilasi, dan menjadi Protestan yang taat. Ayahnya, Christian de Visser, seorang Pendeta. Sedangkan kakek dari pihak Ibunya, DS. J. Scharp, adalah penginjil di Rotterdam yang mengarang "Korte schets over Mohammed en de Mohammedanen handleiding voor de kwekelingen van het Nederlanche zendelinggenootscap" --- Sketsa Tentang Muhammad dan Pengikut Muhammad, Buku Pegangan Wajib Para Penginjil Belanda.

Snouck Hurgronje adalah simbol agen rahasia di bidang agama yang legendaris. Dia mempelajari Islam secara serius, untuk menjalankan misi rahasia dari Pemerintah Belanda. Agar bisa masuk ke Tanah Suci Makkah, pada 16 Januari 1885, dia mengucapkan syahadat di depan Hakim Agama di Kota Jeddah.

Dia pun berganti nama menjadi "Abdul Ghafar". Tapi itu muslihat belaka. Pada tanggal yang sama, dia mengirim surat ke sahabatnya, Gold Ziher, Teolog Hongaria:

"Ich habe einen einfachen weg gefunden, der mir Insha' Allah die thore der H stadt entschliessen wird. Ganz ohne ihzaar oel Islam geht dast naturlich nich" --- saya telah menemukan pintu gerbang kota suci, Mekkah, itu. Tanpa sikap ihzarul Islam, berpenampilan atau berpura-pura menjadi Islam, saya tak bisa masuk ke sana. [Surat ini sekarang disimpan di Akademi Ilmu Pengetahuan di Budapest, Hongaria].

Setelah masuk ke Kota Suci Makkah, berguru pada beberapa ulama, dan bergaul dengan banyak tokoh dari Hindia Belanda [Nusantara], yang tengah menunaikan ibadah haji, Snouck Hurgronje membuat laporan dan saran untuk Pemerintah Kolonial Belanda. Sebab, Belanda memahami bahwa kesadaran "jihad" menjadi landasan utama kaum pribumi melawan Penjajah Belanda.

Dan salah satu keberhasilan Snouck adalah melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh. Hal ini secara khusus diminta Pemerintah kolonial Belanda karena kewalahan menghadapi militansi pejuang Aceh. Saran Snouck soal Aceh dibuat dalam tulisan panjang berjudul 'Atjeh Verslag', yang belakangan sebagian tulisan diterbitkan menjadi buku 'De Atjeher'.

Dalam laporan itu terungkap bahwa Snouck secara prinsip meminta Belanda mengubah strategi perang kontra gerilyawan. Snouck berpendapat politik pecah-belah [devide et impera] justru akan lebih efektif untuk menaklukan Aceh.

Begitulah. Kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bukan tak mungkin, di era perang ideologi saat ini, banyak 'Snouck Hurgronje' lain di sekitar kita. Mereka bisa jadi bergelar Ustadz, Doktor, bahkan Profesor. Mereka ada yang menjadi petinggi organisasi, atau bahkan intelektual di kampus-kampus yang terpandang. Mereka "menafsirkan" ayat-ayat Tuhan sesuai kehendak bowheer yang menjadi Tuannya.

Seperti Snouck, para ilmuwan begundal ini menguasai Bahasa Arab dengan fasih. Mampu menukil ayat Qur'an dan hadist. Hanya saja mereka menggunakan konteks yang sengaja dipilih agar cocok dengan kepentingan tertentu. Pendapat mereka, meskipun sesat, seolah "masuk akal". Otak mereka penuh. Tapi qalbu mereka melompong, zonder api ghirah Islam. Tak cuma dalam bidang agama, dalam cabang keilmuan lain --- politik, ekonomi, komunikasi, budaya dan lainnya, saat ini saya merasa menemukan tokoh berkarakter Snouck Hurgronje.

Barangkali inilah yang dimaksud Julien Benda [1867 - 1956], filsuf Prancis yang keren itu, dalam karyanya "La Trahison des Clercs" --- Penghianatan Kaum Cendekia!

Apa zaman kalabendu (jaman kegelapan/zaman terbolak-bali) tak lagi berulang?

Setiyardi, jurnalis senior

*


Tidak ada komentar: