Firman Allah swt. dalam Hadits Qudsi :
" Sesungguhnya orang yang mengatakan : " Hujan telah turun kepada kita karena adanya bintang anu' dan bintang anu'." Sebenarnya orang itu telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang yang disebutnya.
Dan orang-orang yang mengatakan : " Sesungguhnya Allah telah menyiramkan air hujan kepadaku", sebenarnya orang itu telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang yang disebutnya." ( HQR Thabarani di dalam kitab Al-Ausath yang bersumber dari Ibnu Mas'ud r.a.)
klik
Salam Lestari
klik
Astronomi 600 Mb
klik
Irsyadulfataa
Kata "Nau'" di atas, artinya bintang yang sudah condong untuk terbenam. Seorang ahli bahasa Arab yang sangat terkenal, ibnul Atsir dalam "Nihayah"-nya, menerangkan bahwa "nau" itu, semuanya ada dua puluh delapan.
Masing-masing nau' yang dua puluh delapan itu disebut manzilah yang artinya tempat persinggahan (karena setiap malam, bulan singgah pada setiap nau' itu).
Allah berfirman :
" Dan bulan kami takdirkan singgah pada beberapa manzilah (tempat persinggahan)". (Q.S. 36 Yasin : 39)
Setiap 13 malam, masing-masing manzilah itu terbenam di sebelah barat bersamaan terbit fajar, sedang di sebelah timur terbit manzilah lainnya. Demikianlah berlalu hingga akhir tahun.
Berdo’a Setelah Turun Hujan: ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), makadialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71).
Maha Suci Allah yang telah mengedarkan kesemuanya dalam orbitnya masing-masing.
Bangsa Arab dahulu mempercayai datang hujan itu disebabkan terbenamnya manzilah yang satu dan timbulnya manzilah lainnya, sehingga mereka mengatakan : " Hujan turun oleh karena bintang (nau') anu tenggelam dan timbulnya nau' anu." Jelasnya mereka mengitikadkan bahwa adanya hujan atau tidak, atau perubahan angin ialah karena bintang (nau') itu.
Kepercayaan kepada selain Allah seperti itu, adalah kufur dan ingkar kepada Allah. Karena itulah dalam hadits di atas disebutkan secara tegas hukumnya.
Adapun orang yang mengitikadkan bahwa hujan itu memang sebenarnya dari Allah swt. dan berkata : " Hujan turun kepada kita". Sebagai pengganti kalimat, " Allah menurunkan hujan kepada kita bersamaan dengan timbulnya bintang itu", sudah barang tentu tidak menjadi kafir.
Sebenarnya orang tersebut mengatakan Allah swt. itulah yang sesungguhnya menjalankan sunnah menurunkan hujan pada waktu-waktu bertepatan seperti tersebut di atas.
Meskipun demikian para Ulama' menganggap bahwa ucapan atau kata-kata yang menimbulkan kekeliruan maksud, lebih baik dihindari. Apalagi yang menyangkut kekuasaan Allah, langsung disandarkan kepada Allah swt.
Kata "kafara" atau kufrun, asal ma'nanya menutup dan melindungi sesuatu dari pandangan, sehingga benar-benar tidak tampak dantidak kelihatan.
Para Ulama' menerangkan bahwa "kufrun" itu lawan "iman" dan kufrun terbagi pada :
1. Kufrun Inkar, seperti kufurnya kaum komunis, mengingkari adanya Allah swt. Tidak mau tahu dan tidak mau mengenal Allah swt.
2. kufur Juhud, seperti inkar dan kufurnya iblis karena sebenarnya dia kenal dan tahu akan Allah dalam hati sanubarinya namun tidak mengaku dengan lidahnya.
3. Kufur Inad, yaitu inkar semata-mata karena keras kepala walaupun hati dan lidahnya mengakui adanya Allah, akan tetapi tidak tunduk dan taat kepada-Nya disebabkan iri dan dengki, atau menunjukkan kebangkangannya, misalnya kufurnya Abu Jahal dan yang sebangsanya.
4. Kufur Nifak, yaitu mengakui adanya Allah swt. dengan lidahnya akan tetapi hatinya tetap ingkar.
Para Ulama' mengemukakan bahwa seseorang dapat digolongkan "kufur" apabila mengingkari salah satu ketentuan Islam, akan tetapi tidak digolongkan kepada orang yang tidak beriman.
Termasuk dalam golongan ini ialah kufrun ni'mah sebagai bagian dari "kufrul-'asyir". Nabi saw. pernah bersabda kepada Aisyah r.a. bahwa kaum wanita sering melakukannya. Kufur Asyir' artinya mengingkari budi baik yang pernah diterimanya.
Misalnya pada waktu siang, istri marah-marah pada suami dengan berkata, " Engkau tidak pernah memberi belanja kepadaku", atau : " Engkau tidak pernah membawa aku berjalan-jalan", atau " Engkau tidak pernah membelikan aku pakaian". Ucapan seperti ini termasuk kufur asyir'.
Termasuk dalam kategori kufrun ni'mah' atau pengingkaran tarhadap ni'mat Allah, tapi tidak sampai keluar dari daerah iman, ialah melakukan maksiat yang sebangsa tabdzir (pemborosan harta, waktu yang bukan pada tempatnya).
"Kufur" yang diartikan "membungkus" dan "menutupi" sesuatu hingga tidak kelihatan, ialah kata "takfurun" dalam Q.S. 3 Ali-Imran : 101.
"Takfurun" di situ artinya bukan kafir dan inkar kepada Allah, tetapi maksudnya menutupi keadaan yang tadinya baik dan harmonis serta rukun dan damai, antara sesama mereka.
Kita artikan demikian, karena sababun-Nuzul (sebab turunnya) ayat itu melukiskan beberapa orang dari Qabilah Aus dan Qabilah Khadzraj berbantahan, menyebut-nyebut permusuhan dahulu sebelum mereka masuk Islam, sehingga hampir saja mengakibatkan pertempuran hebat.
Sebagaimana kita ketahui dari sejarah, bahwa kedua Qabilah itu sebelum Islam datang (menyinari kota mereka), senantiasa dicekam permusuhan dan pertempuran antara sesama mereka selama delapan puluh tahun. maka turunlah ayat di atas untuk menyadarkan mereka kembali, sehingga hidup rukun dan damai dalam ikatan ukhuwah Islamiyah'' ( K.H. Qamaruddin Shaleh: Asbabun Nuzul, hal. 98-99. Tafsir Jalalain hal. 72).
Dalam Hadits Qudsi tersebut di atas Allah telah memberitakan kepada kita, bahwa ada sebagian orang yang tidak hati-hati mengucapkan perkataan, sehingga terkadang dengan ucapannya itu tergelincir jadi orang kufur kepada Allah.
Oleh karena itu segala hal yang langsung berkenaan dengan ciptaan atau perbuatan Allah, sebaiknya langsung disandarkan kepada-Nya tanpa mengucapkan hal-hal yang kira-kira meragukan orang akan itikad dan kepercayaannya.
Misalnya ucapan, " Turunnya hujan yang menyirami kita disebabkan adanya bintang anu' dan bintang anu'". Menurut Hadits Qudsi di atas hal seperti di itu jelas menjadikan kafir kepada Allah, menyebabkan imannya diragukan.
Dalam Al-Quran banyak terdapa ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah swt.-lah yang menurunkan hujan :
" Akan dikirimkan kepada kalian awan yang menurunkan hujan lebat". (Q.S. 11 Hud : 52)
" Dan Kami turunkan dari awan, air yang tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun yang rimbun". (Q.S. 78 an-Naba : 14-16)
Sumber : Hadist Qudsi, pola pembinaan akhlak Muslim.
K.H. M. Ali Usman
H. A. A. Dahlan
Prof. Dr. H. M. D. Dahlan
Penerbit : CV Diponegoro Bandung
Bab 11 Halaman 77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar